Aileen tampak mulai membandingkan foto kejadian semalam dengan kasus pembunuhan berantai dalam kotak yang di urus oleh T.I.M belakangan ini.
"Apa ada yang aneh?"
Pertanyaan Aksa di balas anggukan kepala oleh Aileen.
"Mas Aksa, boleh aku periksa mayat wanita ini? Aku mau mastiin sesuatu."
Aksa mengganggukkan kepalanya tidak mempermasalahkan hal ini. Lagipula Aileen adalah anggota mereka yang baru jadi kasus ini bisa ajadi adalah kasus pertama yang akan Aileen bantu tangani. Aileen memang berniat untuk menjadi dokter forensic karena itu dia setuju-setuju saja saat Aileen mengajukan diri.
"Iya boleh, Mas gak akan larang kamu kalau kamu bisa bantu penyelidikan kita."
Aileen di kursi yang kosong dan makan sedikit, setelah itu ia tampak mengambil beberapa obat dari dalam sakunya dan meminumnya. Rei menatap apa yang di lakukannya itu dari ujung matanya, Aksa yang melihat Aileen meminum obatnya membuka suara.
"Kamu masih minum obat itu?"
Tanya Aksa dengan wajah yang tampak tidak suka, tapi Aileen tetap meminum beberapa obatnya dan menjawab.
"Aku harus, Mas Aksa tahu kan aku kayak gimana kalau gak minum obat? Lagian aku harus ke kampus hari ini. Hari ini ada jadwal praktek jadi aku gak bisa bolos."
Haruou yang baru masuk kedalam ruangan untuk ikut makan bersama dan kebetulan mendengar perkataan Aileen terkejut mengetahui Aileen akan pergi ke kampusnya hari ini. Ia tahu Aileen membutuhkan obatnya jadi ia tidak komentar tentang hal itu namun tentang Aileen yang harus pergi ke kampus hari ini ia tentu tidak setuju.
"Nona baru pulang dari rumah sakit, lebih baik nona tidak menghadiri kelas dulu."
Aileen yang tahu Haruou mendengar percakapan antara dirinya dan Aksa dengan santai menaikkan kedua bahunya seakan dia tidak merasakan rasa sakit di lehernya.
"Mau gimana lagi Haruou? Sepingin-pinginnya aku istirahat aku gak bisa. Lagian aku udah izin seminggu ini."
Jawaban Aileen bisa dibilang masuk akal, meskipun pihak kampus bisa memaklumi Aileen untuk bolos karena sekarang dia menjadi direktur baru perusahaan Darling's tidak berarti hal itu membuat mereka mengizinkan Aileen untuk bolos. Tidak masalah kalau pelajarannya bukan pelajaran praktek karena Aileen masih bisa menghadiri matakuliahnya secara online, tapi kalau praktek beda lagi ceritanya. Aileen tetap harus hadir mau tidak mau karena seorang dokter harus menghadapi pasiennya secara langsung. Secanggih-canggihnya zaman ini masih ada pekerjaan yang tidak bisa diandalkan kepada robot khususnya tenaga kesehatan, apoteker dan guru.
Sementara itu Aksa menatap Aileen dengan tatapan nanar. Ia tahu Aileen benar, dia dan Adara yang paling tahu kondisi Aileen bagaimana. Meski dia tidak suka Aileen masih meminum obat-obatan itu Aileen tetap harus meminumnya agar ia bisa mempertahankan kesadarannya dan setidaknya bisa berbaur dengan orang lain di sekitarnya.
"Aku tahu gimana kondisi kamu, tapi obat itu gak baik buat tubuh kamu. Liat kulit kamu sekarang, dulu kulitmu gak sepucat ini."
Ujarnya sambil memegang tangan Aileen. Semua orang di ruangan itu juga tahu Aksa benar, kulit Aileen tampak sangat pucat tapi dari tenaganya dia bisa di bilang sehat. Aileen mungkin minum obat karena kondisi khususnya dan sekalipun Aksa tahu Aileen membutuhkannya dia tetap tidak suka.
"Mas... Jangan bahas ini lagi, lagi pula ini gak terlalu penting."
Ujarnya itu sambil tersenyum paksa dan mulai mencuci piring kotor yang tadi di pakainya. Meja makan yang tadinya diwarnai oleh percakapan tiba-tiba menjadi sangat hening. Hanya terdengar suara dentingan sendok dan garpu. Semua orang di ruangan itu langsung sadar kalau penyakit Aileen bukan sakit secara fisik namun mental. Karena trauma yang dia rasakan beberapa tahun lalu Aileen berakhir seperti ini. Rei menatap punggung Aileen dengan tatapan yang tidak bisa di jelaskan, sama dengan caranya menatap Aileen di rumah sakit semalam. Aileen tentu sadar Rei memperhatikannya dari belakang tapi dia hanya terus membersihkan piring kotor yang tertumpuk di wastafel agar dia tidak perlu mengingat hal yang tidak ingin diingatnya.
Aksa bisa melihat sosok gadis kecil yang pintar dan pemalu yang dulu dikenalkan Adara padanya sudah berubah, dia terlihat seperti mayat hidup. Tubuhnya mungkin bergerak, otaknya mungkin masih berfungsi tapi tidak dengan hatinya. Hatinya seakan tidak ada di dalam tubuhnya dan terkubur bersama dengan kekasihnya di liang lahat. Dia mungkin masih punya hati untuk melakukan hal yang benar juga untuk menyayangi orang-orang yang ada di sekitarnya tapi tidak untuk mencintai. Dia tidak bisa mencintai siapapun lagi.
Aksa ingin melihatnya bahagia, meski hanya sekali ia ingin melihatnya tersenyum tulus kembali bukan senyum paksa atau senyuman palsu yang biasa dia tunjukan selama ini. Kematian pacarnya benar-benar memberikan luka yang mendalam padanya selain itu... dia mengalami lebih banyak hal yang bisa di bilang cukup berat untuk di alami saat ia masih berusia enam belas tahun. Di salahkan atas kematian orang yang di sayanginya oleh semua orang di sekitarnya saat itu membuat Aileen makin depresi. Mungkin mulai saat itu ia tidak bisa di sentuh oleh laki-laki lain lagi. Kata maaf yang di ucapkan semua orang kepada Aileen setelah kondisinya menjadi separah ini juga sama sekali tidak membantu. Orang-orang itu benar-benar menjijikan. Mengingat mereka semua hanya bisa membuatnya muak.
"Hei bodoh, pikirin kesehatan kamu juga. Kalau kamu sakit siapa yang bakal rawat kami kalau kami terluka?"
Tanya Rei sambil meminum kopinya lagi, perkataan Rei sukses membuat perempuan berambut hitam panjang itu menengok padanya dengan tatapan kesal.
"Aku tahu, dan jangan panggil aku bodoh. Aku gak terima dipanggil bodoh sama orang kayak kamu."
Melihat peempuan itu tampak agak kesal padanya Rei tersenyum jahil.
"Orang kayak aku? maksud kamu orang yang tampan, dan jenius kayak aku?"
Aileen memutar kedua bola matanya malas karena kelakuan Rei yang dinilainya kelewat narsis. Ia kira orang ini tidak banyak bicara tapi kelakuannya ternyata jauh dari perkiraannya. Dia mungkin memang pintar tapi narsisnya keterlaluan. Untung kekurangannya ini bisa di tambal oleh wajah dan otaknya yang encer, kalau tidak ia mungkin sudah melemparkan centong nasi ke arahnya.
"Dasar makhluk aneh, narsis, idup lagi."
Gerutunya sambil kembali mencuci piring kotor tadi.
"Hei apa maksud kamu tadi?!"
Sekilas Aksa mendengar Aileen tertawa kecil, meski cuma sebentar ia yakin itu suara Aileen. Dan meskipun hanya sesaat ia melihat Aileen tersenyum. Dalam hati Aksa berterimakasih kepada Rei yang sudah membuatnya kembali tersenyum meski hanya sekedar beberapa saat, semenyebalkan apapun Rei sepertinya dia punya sisi lembut untuk Aileen meski dia tidak mengakuinya.
"Oh iya, Rei aku butuh robot asisten. Aku capek harus ngurus semua kerjaan kakak yang numpuk sendirian. Bisa tolong siapin lima?"
Rei yang tahu benar dengan tabiat Adara hanya menganggukan kepalanya mengerti, Adara mungkin punya banyak berbagai macam usaha yang harus dia urus tapi dia tidak selalu fokus dengan pekerjaannya. Dia selalu memiliki kebiasaan untuk memilah dokumen yang paling pertama harus dia periksa yang tidak harus dia periksa saat itu juga dia akan menumpuknya untuk dia lihat setelahnya atau di hari berikutnya. Aileen sudah pasti tahu dengan kebiasaan Adara yang seperti ini tapi dia tetap kewalahan karena dokumen yang belum Adara kerjakan sudah pasti menggunung sekarang.
"Kamu mau mereka kayak gimana? Aku bakal design programnya sesuai kebutuhan kamu."