Chapter 9 [Part 3]
Sementara itu, dalam suatu ruangan yang lumayan besar, Bella sedang menyisir rambutnya sambil tersenyum manis menghadap kaca. Berbeda dengan Chelsea, Bella hari ini sangat bahagia, sampai orang-orang di rumahnya menanyakan kondisinya.
"Bella! Cepat turun, makan malam sudah siap!" ucap seseorang. "Iya Kak!" jawab Bella dengan cepat, Bella pun langsung turun untuk makan malam.
Saat makan malam, Bella terus di tatap oleh keluarganya karena melihat Bella yang tidak seperti biasanya. Ibunya pun menegurnya. "Bella, apa kamu baik-baik saja?"
"Tentu saja!" ucap nya sambil tersenyum.
Semuanya semakin bingunng, Bella terlihat lebih bahagia dari sebelumnya. Kakaknya pun menyadari sesuatu pada diri Bella.
"Bella, dimana kalung mu?"
Ayah dan ibunya pun langsung melihat ke leher Bella, tentu semuanya penasaran kenapa kalung di leher Bella tidak ada, akan tetapi tidak dengan Kakaknya.
"Bella, apa kalung itu hilang?" tanya sang ibu.
Bella menggelengkan kepalanya, Kakaknya pun membantu Bella memberi penjelasan.
"Bella tidak mungkin ceroboh. Jadi, di berikan ke siapa?" ucapnya sambil tersenyum dan menatap Bella.
Wajah Bella memerah, ia sangat malu saat Kakaknya bertanya seperti itu. Kakaknya pun tertawa kecil, ayah dan ibunya paham apa maksud dari perkataan sang Kakak. Bella yang sudah tidak kuat menahan malu langsung menghabiskan makanannya dan berlari ke kamar.
Ia langsung melompat ke tempat tidur dan memeluk bantal gulingnya. Tidak lama, Kakaknya pun datang, ia mendekati Bella dan duduk di sampingnya. Ia mendekatkan mulutnya ke telinga Bella lalu berbisik "Siapa orangnya?"
Bisikannya membuat Bella merinding sekaligus malu. Bella hanya menggelengkan kepalanya tapi Kakaknya terus membujuk Bella untuk memberi tahu siapa yang sudah menerima kalung dari Bella.
"Ayolah, beri tahu saja, aku janji tidak akan beritahu siapa-siapa." ucap Kakaknya.
Bella pun duduk sambil memeluk gulingnya, ia masih tetap menyembunyikan wajahnya. Ia masih malu ketika Kakaknya tau kalau kalungnya di berikan ke orang lain, karena kalung itu adalah pemberian dari kakeknya dan permintaan kakek mereka untuk kalung itu.
"Bella…"
Kakaknya mengusap kepala Bella, tatapannya kepada Bella sangat berbeda dari sebelumnya, Bella perlahan mengangkat kepalanya. Ia melihat wajah Kakaknya yang sangat cemas, ia juga memaksakan untuk tersenyum kepada Bella.
Bella menatap wajah Kakaknya. Perlahan, Kakaknya mengelus pipi Bella. Bella pun memegang tangan Kakaknya yang mengelus pipinya itu.
"Ah… maaf. Kakak hanya masih tidak percaya kalau kamu memberikan kalung itu pada orang lain secepat ini." ucapnya sambil sedikit tersenyum.
Bella hanya terdiam melihat kakaknya bicara seperti itu. Kakaknya tiba-tiba menatap Bella dengan serius. Ia pun berkata "Bella… kamu ingatkan apa permintaan Kakek sebelum ia pergi kepada kamu tentang kalung itu."
Bella mengangguk pelan "Iya, aku ingat." ucapnya.
Kakakmya menghela nafas begitu berat, ia sangat cemas dengan Bella dan kalungnya, meskipun menurut Kakaknya, Bella tidak perlu mematuhi perkataan terakhir Kakeknya itu. Tapi, Bella tidak mungkin seperti itu, ia adalah kesayangan Kakeknya. Bella juga sangat dekat dengan Kakeknya jadi tidak mungkin ia tidak mematuhi perkataan Kakeknya itu.
"Yah, bagaimana pun juga itu pilihan mu, kamu harus bertanggung jawab dengan apa yang kamu pilih." ucapnya lalu mengelus Bella dan pergi keluar dari kamar Bella.
"Kak Yusi…"
***
Keesokan harinya, Chelsea seperti biasa bangun pagi, namun kali ini ia bangun dengan melihat ruangan yang berbeda, langit yang berbeda, dekorasi yang berbeda. Chelsea terlihat kurang bersemangat, ia masih tidak bisa melupakan hal kemarin, yah tentu saja, siapa yang bisa melupakan itu? Herry dan yang lain juga tentu tidak akan melupakan hari itu.
Chelsea keluar dari kamarnya, ketika ia membuka pintu, ia melihat Herry yang sedang berdiri di depan kamarnya dengan pakaian sekolah.
"Oh, Kak Herry…"
"A-Ah pagi Chelsea."
Chelsea hanya mengangguk kecil, lalu ia melalui Herry begitu saja. Chelsea tau itu tidak sopan, tapi kondisi hati yang sedang buruk membuat Chelsea tidak bisa memikirkan sesuatu yang benar.
Di meja makan, ibunya Herry sedang menyiapkan sarapan untuk mereka, Chelsea yang melihat itu terdiam sesaat, ia tiba-tiba teringat begitu saja saat Julio sedang menyiapkan sarapan untuknya. Itu membuatnya semakin buruk, hatinya semakin tidak karuan. Dalam dirinya, ia selalu berkata "Apa… Tidak ada yang bisa aku lakukan?"
Herry menepuk pundak Chelsea yang berdiam diri di tangga, Chelsea menoleh ke belakang sedikit lalu berjalan menuju meja makan. Herry yang melihat Chelsea kurang bersemangat seperti itu hanya bisa menghela nafas. "Mau sampai kapan dia seperti itu?"
Chelsea duduk di kursi, sebelum itu ia meminta maaf kepada Ibunya Herry karena ia sudah merepotkannya. Tentu Ibunya Herry tidak merasa di repotkan dengan hal itu. Setelah sarapan, Herry langsung keluar dan mengambil sepedanya
Chelsea mengerutkan keningnya. Ia heran kepada Herry yang mengeluarkan sepedanya, padahal hari itu masih pagi sekali, kalau pergi menggunakan sepeda, mungkin mereka akan datang terlalu awal.
"Ayo naik." ajak Herry
"Kenapa?"
"Sudahlah ayo, kamu ingin melihatnya tidak?"
Wajah Chelsea langsung memancarkan semangatnya lagi, ia langsung membonceng pada Herry. Herry langsung menggoes sepedanya itu.
"(Haah… sudah kuduga satu-satunya cara untuk mengembalikannya adalah bertemu dengan saudaranya. Yah tidak aneh lagi sih, ah sudahlah.)" gerutu Herry di dalam hatinya.
***
Sesampai di depan rumah sakit, Chelsea langsung turun dan berlari ke dalam.
"H-Hoi tunggu!" Herry langsung menahan tangan Chelsea yang membuat Chelsea langsung tertarik kebelakang.
"Aduh! Apa lagi?"
"Ya tunggu aku dong!"
Chelsea sudah sangat tidak sabaran untuk bertemu saudaranya itu, Chelsea yang sebelumnya selalu resah dan murung seketika menghilang. Setelah memakirkan sepeda Herry, mereka masuk ke dalam, namun saat sampai di ruangan Julio, mereka di tahan oleh satpam yang ada di sana.
"Maaf dek, tapi kalian belum bisa mengunjungi pasien."
Chelsea sudah terlihat kecewa lagi, ia sudah tau kalau ini pasti akan terjadi. Herry yang melihat Chelsea kembali murung langsung bertindak, ia mencoba berbicara dengan satpam itu.
Chelsea hanya menunduk dan merenungi kembali tindakannya, ia terlihat seperti orang bodoh yang datang pagi sekali. Padahal ia seharusnya tau kalau dilarang menjenguk pasien pagi-pagi sekali, karena itu takut mengganggu pasien lain.
Namun, Herry kembali. Herry tersenyum lalu berkata, "kamu boleh masuk, jangan sampai mengganggu pasien lain."
Mata Chelsea langsung membulat. Lagi, ia melupakan kekecewaan nya dengan sekejap, Chelsea pun berterima kasih kepada Herry dan juga kepada pak satpam.yang sudah mengizinkannya masuk.
"Aku akan tunggu disini, kalau kita berdua masuk pasti akan membuat pasien lain terganggu." ucap Herry.
Chelsea pun mengangguk dan langsung masuk ke ruangan dimana Julio dirawat. Pak satpam itu mendekati Herry.
"Terima kasih pak atas pengertiannya." ucap Herry.
"Yah tidak apa-apa. Kasian juga kalau dia tidak bisa bertemu dengan saudaranya."
"Iya…"
"(Maaf. Aku jadi harus menggunakan masalah kalian untuk membuat alasan. Tapi, setidaknya kalian bisa bertemu pagi ini, kan?)"
To be continue
====================