Chapter 10 [Part 1]
Minggu pagi, di rumah Herry. Chelsea terlihat sangat cerah, ia yang hari-hari sebelumnya terlihat mendung telah menghilang. Herry dan ibunya yang tahu akan hal itu hanya bisa tersenyum, mereka tidak merasa heran dengan sikap Chelsea pagi ini. Karena, mereka tau apa yang menyebabkan Chelsea seperti itu.
Setelah sarapan, Chelsea langsung membantu ibunya Herry untuk membereskan piring kotor.
"Terima kasih, Chelsea." ucap Ibunya Herry
Chelsea hanya teresenyum lalu berjalan ke dapur dan langsung mencucinya. Herry yang melihat Chelsea sedang sangat cerah hari ini hanya bisa tersenyum, lalu ia pun menghela nafas dan berkata "Hubungan mereka terlalu kuat, sampai-sampai terlihat perbedaan sikapnya saat saudaranya terluka. Memang luar biasa."
"Oh iya, hari ini Julio sudah boleh pulang ya?" tebak sang ibu seraya mendekati Herry yang masih duduk di meja makan.
Herry mengangguk lalu berkata "Ya, Siang ini Julio sudah boleh pulang." Lalu ia pun menghela nafas "Padahal baru seminggu setelah luka parah itu, tapi dia bisa pulih dengan cepat. Dia itu manusia bukan sih?" lanjut Herry
*Pltak!*
Kepala Herry pun di pukul dengan sendok sayur oleh ibunya. "Jangan berkata seperti itu, itu sama saja kamu berharao Julio lebih lama di rumah sakit." ucap Ibunya.
"Sama dari mananya?!"
*Pltak!*
Herry lagi di pukul dengan sendok sayur, ibunya pun menyuruh Herry untuk membantu Chelsea di dapur. Herry enggan berdiri dari kursinya, ia menghiraukan perkataan ibunya dan memalingkan pandangannya. Sang ibu yang melihat itu hanya menatap Herry sambil mengetuk-ngetuk kan sendok sayurnya ke meja makan.
"Kalau kamu tidak mau, kamu akan kena akibatnya loh." ucap Sang ibu
Herry langsung berdiri dan pergi ke dapur untuk membantu Chelsea, namun di saat yang sama, Chelsea juga keluar dari dapur. Herry pun langsung menoleh ke belakang dengan senyum kemenangan, sang ibu hanya menghela nafas. Lalu sang ibu oun berkata "Kalau begitu sapu halaman depan sana!"
Senyum kemenangannya hilang, Herry pun melangkah keluar seperti seorang zombie, Herry sangat malas bila di suruh melakukan sesuatu di pagi hari. Chelsea hanya tertawa kecil melihat itu, Chelsea memberitahu ibunya Herry kalau ia ingin kembali ke kamarnya. Ibunya Herry hanya mengangguk lalu berterima kasih kepada Chelsea.
Di kamar, Chelsea langsung mengambil tasnya dan merapikan baju-bajunya dan juga buku-bukunya, karena hari ini ia harus pulang kembali ke rumah. Chelsea sangat tidak sabar melihat Kakaknya kembali. Setelah merapikan semuanya, ia pun duduk di kasur lalu mengeluarkan sebuah buku tipis dari tasnya, tak lupa ia pun mengambil pulpen dari tasnya. Lalu ia pun mulai menulis, entah apa yang ia tulis, tapi ia terlihat begitu sangat bahagia ketika menulisnya, ia seolah mengeluarkan kebahagiaan itu ke dalam tulisannya. Setelah selesai, ia memasukannya kembali kedalam tas.
Beberapa saat kemudian, Herry pun mengetuk pintu kamar Chelsea dan memanggilnya keluar. Chelsea membuka pintunya lalu berkata "Ada apa, kak?"
"Aku baru saja menerima telepon dari rumah sakit. Sekarang, Kakakmu sudah bisa pulang. Jadi…"
"Ayo sekarang kita jemput!"
*Brak!*
Chelsea memotong pertkataan Herry dan langsung menutup pintu kamarnya begitu saja. Herry hanya menghela nafas lalu berkata "Sudah kuduga akan seperti ini."
Herry pun beranjak pergi dari depan kamar Chelsea dan menunggu Chelsea di luar. Tak lama, Chelsea datang dengan tasnya, tak lupa juga Chelsea berpamitan dengan ibunya Herry dan berterima kasih telah memperbolehkan ia tinggal sementara. Herry dan Chelsea akhirnya pergi ke rumah sakit untuk menjemput Julio yang di kabarkan sekarang sudah boleh pulang.
Herry mengayuh sepedanya dan sesekali menoleh ke belakang sedikit untuk melihat keadaan Chelsea. Chelsea hanya senyum-senyum sendiri dan sesekali tertawa kecil, Herry sepertinya tidak perlu merasa khawatir kalau Chelsea seperti itu. Ia hanya menghela nafas lalu berkata dalam hati "(Dia terlihat bahagia sekali. Yah syukurlah kalau begitu.)"
Raut wajah Herry pun tiba-tiba berubah, ia terlihat sangat cemas, ia pun berkata dalam hati lagi "(Tapi, apa senyumnya itu bisa bertahan. Ah tidak-tidak, aku tidak boleh berfikir seperti itu.)"
Setelah itu, mereka pun sampai di rumah sakit, di depan rumah sakit, mereka melihat Julio dengan tongkatnya yang sedang di bantu berjalan keluar oleh seorang perawat.
"Kak!" panggil Chelsea dengan berteriak.
Julio pun langsung menoleh ke arah sumber suara itu, Julio hanya tersenyum. Chelsea langsung menghampiri Julio dan memeluknya dengan erat. Julio mengelus kepala adiknya itu, meskipun hanya 1 minggu, tapi ia merasa sudah lama sekali tidak merasakan pelukan adiknya ini.
Chelsea mengangkat wajahnya dan menatap wajah Kakaknya, lalu ia pun tersenyum dan berkata "Ayo pulang."
Julio hanya mengangguk. Tidak lupa Chelsea berterima kasih kepada perawat yang membantu Kakaknya sampai ke depan rumah sakit. Chelsea pun menggandeng tangan Julio, akhirnya mereka pun menunggu harus taksi untuk pulang, karena tidak mungkin Julio pulang berjalan dengan tongkat.
"Kakak. Apa kamu masih belum mau memberitahu ku." ucap Chelsea sambil sedikit menunduk
Julio menoleh ke arah adiknya lalu bertanya "Soal apa?"
Chelsea mengangkat kepalanya dan memasang ekspresi yang sangat serius. "Soal… Siapa pelaku yang membuat Kakak masuk rumah sakit."
Julio memalingkan pandangannya lalu berkata "Kakak sudah bilang, kamu tidak perlu tau, ini demi kebaikanmu."
"Tapi–."
"Sudah, sudah. Jangan ribut di pinggir jalan seperti ini dong, harusnya kita merayakan keluarnya Julio. Chelsea, percayalah pada kakakmu, kalau dia sudah berkata seperti itu maka itu adalah yang terbaik untukmu." kata Herry yang menjadi penengah mereka.
Chelsea pun meminta maaf pada Kakaknya itu. Meski perkataan Herry ada benarnya, tapi tetap saja dia merasa tidak tenang, ia sangat khawatir pada Julio bila Julio menyembunyikan sesuatu padanya. Apalagi soal seperti ini, tapi apa boleh buat ia tidak bisa berbuat banyak.
Setelah menunggu cukup lama, taksi pun datang. Sebelumnya, Herry pergi terlebih dahulu ke rumah Julio karena dirinya membawa sepeda. Di dalam taksi, Chelsea berbicara tentang apa yang ia lakukan selama satu minggu di rumah Herry dan lainnya yang membuatnya terlihat seperti anak-anak. Padahal ia adalah ketua Osis SMP 1 dan murid yang di segani karena kepintarannya, di takuti karena ketegasannya, di sukai karena kebaikannya, karena itu lah Chelsea di angkat jadi ketua Osis. Namun, sosok itu seolah tidak ada ketika ia berada di dekat saudaranya, ia menjadi seperti anak kecil yang manja. Julio yang melihatnya seperti itu hanya tersenyum sembari terus mengelus kepala Chelsea. Julio juga merasa kalau adiknya tidak berubah banyak, ia tetaplah adik kecilnya meskipun ia sekarang sudah kelas 3 SMP. Namun, Julio sama sekali tidak masalah bila adiknya menunjukan sikap kekanakannya bila hanya di depan dirinya.
Saat turun di depan rumahnya, ia melihat ada sepeda Herry ada di depan rumahnya yang berarti Herry sudah ada di dalam. Namun, Chelsea dan Julio tidak langsung masuk ke dalam rumah, ia berjalan kembali seperti ingin memutari rumahnya. Tapi tujuan sebenarnya adalah…
"A-ah!"
Chelsea berdiri di depan seorang pria yang mengenakan jaket hitam dan celana jeans. Chelsea menatap wajah orang itu seperti ingin membunuh orang itu. Sebelumnya, Chelsea sadar kalau sudah ada yang memantau rumahnya, karena itu mereka berdua berpura-pura ingin memutar, ketika Chelsea berbalik. Tepat sekali, orang itu mengikutinya.
"Apa tujuanmu." kata Chelsea.
Orang itu gemataran. Orang itu mundur perlahan sambil terus mengelak pertanyaan Chelsea.
"A-Aku hanya lewat saja."
"Apa kau pikir aku BODOH HAH?!"
Chelsea terus berjalan mendekati orang itu. Orang itu pun terjatuh karena tersandung batu saat mundur kebelakang. Chelsea semakin dekat dengannya, ia menatap orang itu. Chelsea benar-benar terlihat ingin membunuhnya. Chelsea pun menarik jaket orang itu. Mata mereka bertemu, orang itu semakin gemetaran. Ia mencoba melepaskan dirinya, tapi genggaman Chelsea pada jaketnya terlalu kuat. Semakin dekat tatapan mereka bertemu. Chelsea pun bertanya lagi "Siapa yang menyuruhmu memata-matai rumah kami."
"A-A-Aku…"
"CEPAT KATAKAN!"
"M-Maafkan aku!"
"Kau…!"
Chelsea pun mengangkat tangannya dan melayangkannya ke wajah orang itu…
*Plak*
"Eh… Kakak!?"
Julio menahan tangan Chelsea. Sambil tersenyum, Julio menggelengkan kepalanya pelan. Chelsea pun langsung patuh akan isyarat Kakaknya itu. Ia melepaskan orang itu dan berkata "Kau beruntung, pergilah! Dan katakan kepada orang yang menyuruhmu itu untuk tidak mengganggu keluarga kami lagi. Kau mengerti!"
Orang itu langsung mengambil langkah seribu dan menghilang dari hadapan mereka. Julio mengelus kepala Chelsea dan berkata "Benar ya kata teman-teman mu, marah mu itu menyeramkan." lalu tertawa.
"K-Kakak! Aku… Uuuuhhhh! Kakak nyebelin! Hmph!" ucap Chelsea dan langsung membuang pandangannya pada Kakaknya.
Chelsea mendahului Julio, Julio mencoba meminta maaf padanya. Namun sepertinya kali ini ia tidak bisa mendapatkan maafnya.
Di depan pintu rumahnya, saat Julio ingin membuka pintunya Julio terdiam sesaat. Ia merasa ada sesuatu yang aneh di dalam rumahnya. Ia pun membuka pintunya perlahan dan…
*Tar! Tar!*
Lampu tiba-tiba menyala dan pita warna-warni berterbangan dari atas. Ia terpaku melihat gadis-gadis yang ia kenal berada di dalam rumahnya.
"Selamat datang kembali, Julio!" ucap Bella dan Selvia
"Kalian… kenapa, ada disini?"
"Kami hanya ingin merayakan kembalinya dirimu, Julio." ucap Sophie dengan suara datar.
"Selamat atas kesembuhanmu ya, Julio." ucap Jessica.
"Hmph! Bukan berarti aku mau merayakan ini, Bella dan yang lain hanya memaksaku, kamu mengerti! Jadi jangan salah paham!" kata Lily dengan ketusnya
Bella, Sophie, Jessica, Lily dan Selvia. Gadis-gadis itu datang kerumahnya dan merayakan kembalinya Julio. Banyak sekali makanan di meja, banyak sekali orang di dalam rumahnya. Julio, belum pernah melihat rumahnya ramai seperti ini, sudah lama sekali ia tidak melihat pemandangan seperti ini di rumahnya. Ia menoleh kearah adiknya, ia memegang tangannya lalu tersenyum. Tak lama, terdengar suara ketukan pintu, pintu pun terbuka.
"Maaf kami terlambat, Latifa susah sekali untuk bangun pagi." ucap salah satu gadis.
"Uwah… aku masih ngantuk!" keluh Latifa
Mereka adalah teman-teman Chelsea, Luna dan Latifa.
"Kak Julio. Selamat atas kesembuhanmu." ucap Luna.
"Terima kasih."
Rumahnya semakin ramai. Ia sekali lagi berterima kasih kepada semuanya karena telah menyambutnya seperti ini. Setelah itu, mereka pun menyantap makanan yang ada di meja. Canda dan tawa selalu terdengar di meja itu, sudah lama sekali ia tidak makan bersama dengan orang lain selain Chelsea.
Julio merasa ada yang aneh, ia pun bertanya "Aku punya satu pertanyaan. Bagaimana kalian semua bisa masuk?"
Semuanya terdiam. Tidak ada satupun yang menjawab, Herry pun menepuk pundak kanan Julio dan Herry pun berkata "Lebih baik kau tanya ke sebelah kirimu."
Julio langsung menoleh, Chelsea hanya memalingkan pandangannya. Julio pun memanggilnya.
"Chelsea."
"I-Iya."
"Jawab."
"Jawab… apa?"
"Tidak usah pura-pura tidak mendengar perkataan ku tadi."
Chelsea sedikit gemetar, ia masih memalingkan pandangannya dan tidak menjawab pertanyaan Julio.
"Jangan bilang kamu memberikan kunci cadangan kita ke salah satu dari mereka."
Chelsea semakin gemetaran, ia masih memalingkan pandangannya. Julio pun mengambil sendok dengan cepat dan langsung menggetok kepala Chelsea dengan keras.
Al
"Aw! Sakit!"
"Bukannya aku pernah bilang untuk jangan memberikan kunci kepada siapapun."
"M-Maaf… tapi… ini kan untukmu."
*Pltak!*
"Aw…"
"Tetap saja tidak boleh!"
Chelsea sedikit menyesal, ia tahu kalau yang ia perbuat adalah sesuatu yang salah. Ia pun meminta maaf kepada Julio dan tidak akan mengulanginya.
Julio tersenyum lalu mengelus kepala Chelsea dan berkata "Yasudah, baguslah kalau kamu sudah mengerti."
*Cekrek!*
Kilatan pun terlihat, semuanya langsung menoleh ke arah sumber kilatan itu. Latifa, ia memegang handphonenya dan tersenyum licik. Ia pun berkata, "Sepertinya ini akan menjadi bukti kuat kalau ada pasangan incest di sekolah kita… heheheh."
Dengan cepat Chelsea langsung berdiri dan mengambil kamera Latifa, namun ia tidak mendapatkannya, Latifa lebih cepat daripada Chelsea. Chelsea pun berjalan mendekati Latifa, namun latifa menjauh. Chelsea berlari mengejar Latifa, Latifa juga berlari mengelilingi meja makan.
"Latifa! Kembalikan! Itu tidak lucu!"
"Hihihi… Tangkap aku jika kamu tidak ingin tersebar!"
Chelsea pun mempercepat langkahnya, begitu juga dengan latifa. Chelsea hampir meraih kerah Latifa. Namun…
*Sret!*
*Bugh*
Chelsea dan Latifa terjatuh karena kedua tangan mereka di tangkap oleh Bella. Bella pun berdiri dan menatap mereka sambil tersenyum, meskipun tersenyum. Ia terlihat sangat menyeramkan.
"Apa kalian mengerti… kalau kita semua sedang makan?" ucap Bella yang terdengar marah kepada mereka.
"M-Maaf." ucap Chelsea dan Latifa.
"Itu bahaya tau… bagaimana bila kalian menabrak sesuatu? Bagaimana bila kalian memecahkan sesuatu? Itu bahaya."
Chelsea dan Latifa hanya terdiam, namun Chelsea memanfaatkan keadaan itu dan mengambil handphone Latifa dan menghapus foto yang Latifa ambil.
Tapi, Chelsea malah di marahi lagi karena tidak mendengar perkataan Bella. Yang lainnya melanjutkan makan mereka, karena mereka tau itu tidak akan ada habisnya kecuali Julio dan Herry yang terus melihat Latifa dan Chelsea di marahi.
Julio pun menghampiri mereka "Sudah, kalau kamu terusin, kamu jadi tidak beda jauh dengan mereka berdua." ucap Julio kepada Bella.
"Habisnya, ini demi mereka juga kan."
"Iya aku tau, lagipula mereka juga sudah mengerti kok, iya kan?"
Latifa dan Chelsea langsung mengangguk dengan cepat. Bella menghela nafas, Herry yang sedari tadi masih melihat mereka tiba-tiba tertawa.
"Kenapa kamu tertawa?" tanya Bella.
"Hahaha… maaf, maaf. Habisnya, melihat kalian seperti itu. Membuat kalian terlihat seperti orang tua yang sedang memarahi anaknya." kata Herry tanpa berfikir panjang.
Semuanya tiba-tiba terdiam. Wajah Bella langsung memerah "O-Orang tua, kalau begitu…" Bella pun melirik ke Julio. Pandangan mereka bertemu dan dengan cepat Bella mengalihkan pandangannya, wajah Bella semakin memerah. Pikirannya mulai terbang kemana-mana dan mengkhayal yang aneh-aneh.
Sementara itu, Selvia dan Lily menatap tajam ke arah Herry.
"A-Aku tidak salah bicara kan?" ucap Herry.
"Tidak salah bicara apanya!" kata Lily dan Selvia bersamaan.
"Dengar! Aku tidak akan pernah sudi bila Bella punya suami seperti dia!" bentak Lily sembari menunjuk Julio.
Selvia pun berkata "Herry. Berbicara seperti itu tidak baik loh, itu malah membuat hubungan mereka canggung."
Herry pun langsung menunduk, menyesal dan langsung meminta maaf.
"Haah… untung aku menyerah, kalau tidak aku akan terlibat perang." gerutu Jessica.
Akhirnya semua kembali ke tempatnya masing-masing dan melanjutkan makan mereka.
***
Di dapur, Bella sedang mencuci piring. Bella terus memikirkan perkataan Herry sebelumnya, wajahnya pun memerah. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya agar pikirannya itu menghilang.
"Apa yang aku pikirkan… itu hanya candaan Herry saja. Tidak perlu ku pikirkan." ucap Bella.
"Memang sih, candaan Herry itu keterlaluan." ucap Julio yang tiba-tiba datang.
Bella terkejut dan reflek melepaskan piringnya, piringnya pun pecah.
"Uwah maafkan aku. Aku tidak sengaja!" ucap Bella.
"T-Tidak! Aku yang salah karena mengejutkanmu. Y-Yasudah aku bantu…"
Julio pun membungkuk, namun Bella melarangnya karena takut Julio kenapa-kenapa, Bella pun mengambil pecahan piring itu dan membuangnya ke tempat sampah.
"J-Jadi, ada apa kamu kemari?" tanya Bella.
"Oh iya…"
Bella pun melepaskan kalung bulan sabitnya yang sebelumnya hadiah dari Bella. Julio pun memberikannya kembali kepada Bella. Bella mematung, ia terus melihat kearah kalung itu.
"Ini aku kembalikan…"
Bella pun menatap Julio, air matanya mulai menggenang di matanya. Tangannya gemetar, ia perlahan memegang dadanya sambil menunduk. Nafasnya mulai tidak beraturan, ia mencoba untuk mengendalikan dirinya. Ia pun bertanya "Kenapa… kamu… melapaskan kalungnya?"
To be continue
===================
to reader:
maaf ya jarang up, minggu ini author cuma bisa up 1 Chap, niatnya sih pengen up 2 atau 3. tapi saya sedang sakit. maaf bila harus menunggu lama... saya benar-benar minta maaf.