Chapter 8 [Part 1]
"Disini?"
"U-Um, disini aku menemukannya." ucap Jessica sambil mengangguk.
Chelsea, Jessica dan Herry sedang berada di gang dimana Julio di temukan. Chelsea memaksa Jessica untuk menujukan tempat Kakaknya di temukan karena ia ingin mencari tau apa yang sebenarnya terjadi pada Kakaknya. Herry karena khawatir akhirnya ikut dengan mereka dan meninggalkan Ellie sendiri di rumah sakit.
Chelsea menoleh ke sekeliling tembok gedung, ia juga menoleh ke arah jalan dan ke dalam gang.
"Chelsea, ada apa?" tanya Herry.
"Apa ke dalam sana masih ada jalan?"
"Y-Ya, ada. Lurus dari sini ada jalan ke kiri." ucap Jessica yang sedikit gugup karena mendengar suara Chelsea yang berubah menjadi menyeramkan.
"Eh sungguh? Aku kira itu jalan buntu." kata Herry yang terkejut."
"Begitu ya." ucap Chelsea lalu melihat ke arah atas tembok gedung.
"Sebenarnya apa yang kamu cari Chelsea?" tanya Herry.
"Aku... Hanya berfikir kalau memang ada yang sengaja memukuli Kakak."
"Kenapa begitu? Bukankah bisa saja Julio di pukuli oleh preman di sekitar sini?"
"Yah ini juga hanya kemungkinan."
Chelsea menghela nafas.
"Jarak antara jalan raya dan posisi kita cukup jauh, memungkinkan untuk tidak ada orang yang tau apa yang dilakukan disini. tidak ada orang yang tau kalau gang ini bisa tembus menuju jalan raya, karena itu gang ini sangat sepi karena berpikiran kalau di dalam gang ini tidak ada jalan lain. Di tambah tidak ada CCTV di gang ini, mungkin pemilik kedua gedung ini berfikir kalau tidak ada gunanya memasang CCTV di gang sepi dan memiliki jalan buntu. Tempat ini… sangat cocok untuk melakukan kekerasan atau yang lainnya yang dilarang oleh pemerintah dan masyarakat. Apalagi di tambah oleh sinar matahari yang tidak bisa masuk ke gang ini karena terhalang gedung, jadi tempatnya pun gelap dan tidak disadari oleh banyak orang. Benar-benar cocok sekali ya. Yah mungkin juga sih kalau preman yang melakukannya, karena mereka pasti tau seluk beluk tiap gang di kota ini. Sudahlah, ayo kita keluar dari gang ini." ucap Chelsea mendahului mereka.
Jessica dan Herry hanya terdiam, mereka merasa kalau itu bukanlah Chelsea yang mereka kenal. Meskipun Herry sudah tau akan seperti ini jadinya bila Chelsea tau kalau ada yang menyakiti Kakaknya.
Tidak berekspresi, tatapan dingin, suara yang berubah menjadi datar. Chelsea berubah dengan drastis.
"He-Herry, Kamu teman lama Chelsea kan?" tanya Jessica.
"Y-Ya memang kenapa?"
"Apa Chelsea memang seperti ini kalau ia sedang marah?"
"Umm… aku rasa iya, Chelsea memang akan murka bila mengetahui Kakaknya telah di lukai. Kamu ingat saat Julio berkelahi dengan Rio, saat itu Chelsea datang dengan murkanya, hanya saja Julio mencegahnya dengan mengaku kalau Julio yang memulainya. Kalau Julio tidak mengaku, mungkin kondisi Rio sekarang masih berada di rumah sakit."
"E-Eh!? Seram, aku tidak menyangka kalau gadis semanis Chelsea bisa menjadi seperti itu, aku jadi khawatir."
"Aku malah lebih khawatir kepada orang yang melukai Julio, apa dia bisa selamat?"
"B-Benar juga."
Tiba-tiba Chelsea menghentikan langkahnya, Jessica dan Herry pun ikut berhenti dan melihat ke arah Chelsea, Chelsea perlahan menoleh kebelakang dan menatap mereka dengan tajam.
"Kalau kalian ingin bicarakan aku, lebih haik kalian pulang. Aku juga sudah tidak memerlukan bantuan kalian lagi." ucap Chelsea lalu berjalan kembali.
Perkataan Chelsea berhasil membuat wajah Jessica pucat, sementara Herry hanya memaksakan diri untuk tersenyum.
"Sepertinya kita tidak usah membicarakannya lagi." ucap Herry.
"I-I-Iya. D-Dia benar-benar sedang marah. S-Se-Seram!"
Setelah itu, Chelsea hanya diam. Ia masih kekurangan informasi untuk mencari siapa yang membuat Kakaknya masuk rumah sakit. Tidak ada jalan, Chelsea hanya menemukan jalan buntu setiap ia mencoba berfikir untuk mencari tau.
"Umm… Chelsea, bagaimana kita sudahi saja untuk hari ini." ucap Herry.
"Tidak… aku tidak akan pulang sebelum mendapat satu petunjuk."
"Tapi…"
"Kalau Kak Herry ingin pulang, ya pulang saja."
Perkataan dingin Chelsea membuat Herry diam. Tidak ada yang bisa membuat Chelsea berhenti jika sudah seperti ini, Herry juga tidak mungkin meninggalkan Chelsea di tempat ini, yang ada akan menambah masalah.
"Chelsea, bagaimana kita cari tempat untuk menenagkan diri sesaat, mungkin kita terlalu terburu-buru mencari informasi… jadi… K-Kita bi-bisa pergi ke ca-cafe mungkin? (Kenapa dia menatap ku seperti itu! Apa mungkin dia marah karena aku membicarakannya?)" ucap Jessica yang terus di tatap tajam oleh Chelsea
"Hmm… benar juga, mungkin kita memang terlalu terburu-buru… Tapi, apa cafe nya jauh? Kalau jauh aku tidak mau."
"T-Tenang saja, di sebelah sana ada cafe. Ayo." ucap Jessica.
Mereka pun langsung menuju cafe terdekat untuk menenangkan diri sesaat. Di dalam cafe, Chelsea hanya menatap keluar. Ia hanya menghela nafas, pelayan cafe datang dan menanyakan apa yang mereka pesan.
"Aku… kopi susu saja." ucap Jessica
"Eh… kalau begitu sama dengan mu." kata Herry.
Mereka pun menengok ke arah Chelsea, Chelsea tidak berekspresi sama sekali, ia terlihat datar dan tatapannya terlihat sendu.
"Aku…"
"(Semoga dia memesan sesuatu yang wajar.)" kata Herry dan Jessica di dalam diri mereka.
"Kopi."
Herry dan Jessica bernafas lega, karena itu pesanan yang wajar. Biasanya seseorang akan memesan sesuatu yang berbeda atau sesuatu yang tidak ada di menu ketika dirinya sedang kacau, gelisah, marah dan yang lainnya.
"Hitam…"
"(Hah!?)" mereka berdua terkejut.
Memang kopi hitam pesanan yang wajar, akan tetapi itu tidak wajar bagi mereka berdua yang melihat Chelsea memesan kopi hitam.
"Kopi hitam… tanpa gula."
"(Serius!?)"
"U-Um… apa anda yakin?" tanya pelayan itu.
"Memang kenapa? Ada yang salah?" ucap sinis Chelsea.
"T-Tidak… baiklah, tunggu sebentar. Ya," ucap pelayan itu lalu pergi.
Chelsea diam kembali, ia hanya menatap meja. Herry dan Jessica tidak tau harus bagaimana menyikapi sifat Chelsea yang berkebalikan dengan sifat yang biasanya.
"C-Chelsea. Sekarang apa yang akan kamu lakukan?" tanya Herry.
"Mencari orang yang sudah membuatnya masuk rumah sakit."
"Y-Ya aku tau… tapi bagaimana? Sekarang saja kita masih belum menemukan bukti sama sekali?"
"Kalau kak Herry tidak mau ikut mencari, kenapa tidak pulang saja?" ucap Chelsea dengan suara datarnya.
"Aku… merasa kalau… ini memang di sengaja… meskipun aku tidak tau benar atau tidak… tapi, aku selalu merasa seperti itu… aku… karena itu aku ingin bertemu dengan orang yang melakukannya. Kalau orang itu tidak memiliki alasan, akan ku buat dia merasakan apa yang Kak Julio rasakan, bahkan lebih dari itu… jika orang itu memiliki alasan dan itu memang di sengaja… maka... Aku…" perkataan Chelsea terhenti. Ia tidak tau apa yang akan ia perbuat bila tau itu di sengaja.
Pelayan pun datang membawa pesanan mereka. Chelsea perlahan meminum kopi hitamnya lalu menoleh ke jendela.
"Kamu tidak merasa pahit ya." ucap Herry.
Chelsea hanya menghela nafas, tatapanya terlihat kosong. tak lama terdengar suara handphone berbunyi. Chelsea pun melirik arah suara itu.
"M-Maaf, handphone ku berbunyi. Ada telepon" ucap Jessica
Jessica pun mengangkatnya.
"Halo?"
Herry dan Chelsea hanya melihat Jessica yang sedang menelepon.
"Apa!? O-Oke, kami akan kesana." ucap Jessica lalu mematikan teleponnya
"Dari siapa?" tanya Herry.
"Ellie, dia bilang kalau kita harus kesana secepatnya."
"Kemana?"
"Kerumah sakit!"
Chelsea yang mendengar itu langsung merasa tidak tenang, ke khawatirannya mulai menyelimuti dirinya. Ia langsung berfikiran sesuatu yang buruk telah terjadi. Nafas nya tidak beraturan. Ia langsung berdiri dan menaruh sejumlah uang di meja dan langsung keluar dari cafe.
To be continue
===========================