Tulisan di dinding itu terlihat berantakan dan rumit. Lucien bahkan menulis langsung kata 'Emden', karena dia tidak tahu bagaimana mengungkapkannya dalam kode rahasia.
Kemudian, dengan menggunakan kekuatan Berkah Moonlight, Lucien meninggalkan daerah itu dan mendekati gubuknya dengan hati-hati. Sambil bersembunyi di kegelapan, dia dengan saksama merasakan kekuatan gaib di dalam rumahnya.
Para penjaga malam sudah pergi. Di bawah sinar bulan, Lucien bisa melihat 'mata' yang mengawasinya sepanjang malam. Sepasang mata yang mengambang di udara itu hampir terlihat transparan, dan sedang menatap tumpukan selimut yang berantakan di tempat tidur. Namun, matanya tidak memiliki pupil!
Orang biasa pasti akan sangat ketakutan dengan pemandangan yang mengerikan itu, tetapi Lucien merasa cukup beruntung. Untungnya, sepasang mata ini tidak bisa merasakan panas, atau Lucien mungkin sudah akan ketahuan.
Dalam kegelapan, Lucien menunggu dengan sabar. Setengah jam kemudian, mata transparan itu perlahan menghilang. Siklus baru akan segera dimulai.
Lucien terus fokus. Seperti dugaannya, sesaat kemudian, gelombang kekuatan gaib tiba-tiba dirasakannya datang dari arah tertentu. Di situlah tempat para pengikut ajaran sesat itu bersembunyi!
Lucien meraih sebuah batu kecil dengan tangannya, lalu dengan cepat melemparkannya ke dinding di arah yang berlawanan. Suara batu yang menghantam dinding dan jatuh ke tanah itu terdengar sangat jelas di tengah malam seperti ini. Seolah-olah sang penculik itu terkejut, sepasang mata yang sedang terbentuk itu tiba-tiba berdenyut dan segera menghilang.
Lucien mengambil kesempatan ini, dan mulai bergerak secepat mungkin dengan bantuan Berkah Moonlight. Dia bergerak secepat bayangan. Gerakannya begitu gesit sehingga sosok buramnya langsung bersatu dengan sinar bulan perak. Tidak ada yang bisa melihat Lucien kecuali mereka mengamati dengan cermat.
Lucien mendorong salah satu jendela sampai terbuka. Dia dengan cepat melompat ke dalam gubuknya, lalu menutup jendela itu dan naik ke tempat tidur. Lucien tahu dengan jelas bahwa sang penculik itu perlu waktu untuk pulih dari reaksi mantranya yang gagal, jadi dia tidak tergesa-gesa untuk menutupi dirinya dengan selimut dan memastikan bahwa tidak ada perbedaan besar dengan bentuk selimut itu.
Lebih dari satu menit kemudian, mata itu muncul lagi di udara sambil waspada.
Selama sepuluh menit berikutnya, Lucien masih berpura-pura tidur, kemudian dia dengan sengaja memalingkan wajahnya ke arah mata itu. Dia menyingkirkan selimutnya supaya mata itu bisa melihatnya secara langsung.
Untungnya, Lucien berhasil membangkitkan Berkahnya malam ini, atau malamnya akan jauh lebih sulit dari ini.
Semuanya berjalan lancar, karena suara kecil dari batu itu bisa disebabkan oleh apa saja, seperti kucing liar atau seekor gagak.
Lucien tahu bahwa dia masih punya lebih banyak pekerjaan besok, karena itu dia mulai tertidur.
...
Setelah sarapan, Lucien tiba di Asosiasi Musisi.
Lucien mengetuk pintu kantor penanggung jawab akomodasi para musisi. Dia sedang bersandiwara di depan para pengikut ajaran sesat yang masih mengawasinya dari suatu tempat.
Seorang wanita paruh baya membuka pintu dan bertanya, "Tuan Evans? Ada yang bisa saya bantu?"
"Ya ... aku mencari Brian," jawab Lucien, dan dia melihat Brian datang menghampirinya.
"Apa ada masalah dengan rumahnya?" tanya Brian dengan sedikit gugup.
"Rumahnya baik-baik saja. Hanya saja seprai dan selimut di kamar terlalu lembab. Apa kau bisa mencari seseorang untuk mengeringkan seprainya, dan memastikan pembersihan seluruh rumah itu sudah selesai Senin depan?"
"Baiklah, Tuan Evans." Brian merasa lega, lalu dia tersenyum. "Pada hari Senin depan, semuanya akan siap kalau Anda mau pindah."
Setelah itu, Lucien kembali ke kantornya sendiri. Hari ini dia merasa sangat gembira, karena mengetahui bahwa dia akhirnya punya kekuatan untuk menyelamatkan paman Joel dan keluarganya saat waktunya nanti.
Untuk menyembunyikan kegembiraannya, Lucien mulai berlatih. Karena kekuatan Berkahnya telah bangkit, koordinasinya telah meningkat pesat. Bersama dengan ingatannya yang hebat, Lucien bisa menguasai musik lebih cepat dari biasanya, dan tentu saja, lebih cepat daripada kebanyakan orang.
Setelah beberapa kali berlatih, Lucien akhirnya berhasil menguasai Simfoni Takdir dan juga beberapa etude lainnya dengan cukup baik, seperti seorang pemain alat musik yang berkualitas.
"Tidak heran kalau Rhine mengatakan bahwa kombinasi kekuatan Berkah dan ingatan yang baik bisa menghasilkan seorang pianis yang berkualitas dengan mudah. Itu memang masuk akal," Lucien bertanya-tanya pada dirinya sendiri.
Sebenarnya, tidak terlalu sulit bagi seorang kesatria untuk belajar menggunakan alat musik. Namun, menguasai sebuah alat musik dan menjadi seorang musisi hebat adalah masalah yang berbeda.
Setelah memberikan Moonlight Rose kepada Lucien, Felicia mulai mengajukan banyak pertanyaan tentang musik kepada Lucien setiap saat. Pagi ini, dia mengunjungi kantor Lucien, dan meminta saran padanya tentang penulisan musik. Karena Felicia menganggap ini sebagai kesepakatan di antara mereka, dia tidak ingin membuang waktu.
Sebenarnya, pemahaman Lucien dalam musik tidak lebih baik daripada Felicia. Dia tidak punya pilihan lain selain mencari karya agung dari dunia asalnya yang ada di perpustakaan jiwanya, untuk memberikan saran dengan menambahkan sebagian kecil dari karya-karya musik agung itu ke dalam penulisan Felicia. Namun, itu saja sudah membuat Felicia terkesan. Dia sangat terinspirasi oleh saran Lucien.
"Bakatmu luar biasa." Mata merah Felicia bersinar seperti batu delima. "Keterampilan bermainmu juga sudah banyak berkembang."
Lucien hanya tersenyum dengan sopan.
...
Setelah makan siang, Lucien membawa beberapa barangnya dari gubuk ke rumah sewaannya di distrik Gesu.
Selimut dan seprainya sedang dijemur di halaman belakang. Lucien merasa agak gugup, karena dia tidak tahu apa yang akan dikatakan para penculik itu karena dia meninggalkan surat itu di sini tadi malam.
Lucien membuka surat itu dengan perlahan, lalu menahan napasnya. Ada kalimat baru di surat itu.
"Bawa surat ini bersama Anda, Tuan Evans."
Lucien berpura-pura bingung, dia berperilaku seperti orang biasa yang tidak tahu seberapa bergunanya surat itu sebenarnya.
"Aku tidak sengaja meninggalkannya di sini tadi malam. Aku akan tinggal di Aderon minggu ini karena rumah ini belum siap ditempati," Lucien berkata pada surat itu.
Beberapa saat kemudian, surat itu menjawab:
"Kalau begitu bawa surat ini bersamamu. Jadi kita bisa berkomunikasi dengan lebih mudah."
"Baiklah, tapi aku ingin bola Scene lagi," Lucien meminta.
"Baiklah," jawab surat itu dengan cepat.
...
Dalam perjalanan pulangnya, dengan penglihatannya yang lebih tajam, Lucien melihat bahwa tanda-tanda yang ditinggalkannya di dinding tadi malam telah terganti dengan tanda-tanda baru:
'Profesor, kami baik-baik saja. Fire Wolf mengajukan dirinya untuk menjadi pemandumu soal Emden Relic. Di mana dia harus bertemu denganmu?
'Owl'
Lucien terus berjalan tanpa menghentikan langkahnya.
Tidak ada barang peninggalan sihir bernama Emden. Lucien hanya mengarangnya.
Saat tengah malam, para pengikut ajaran sesat itu mulai mengurangi kewaspadaan. Dengan kekuatan Berkah Moonlight, Lucien menghindari pemantauan mereka lagi, lalu datang ke dinding yang diberi tulisan.
Dia meninggalkan garis tanda baru di dinding itu.
"Pukul Sebelas, Jumat malam. Jalan masuk sebelah timur Ngarai Larnaca, Hutan Hitam Melzer. Profesor."
...
Pada Kamis pagi, Lucien menemukan bola Scene kedua di depan gubuknya sebelum berangkat ke asosiasi.
Bola itu memperlihatkan pondok kayu yang sama, meja kayu yang sama. Wajah Joel terlihat datar, sementara Alisa menyeka air matanya tanpa suara, dan Iven tampak ketakutan. Bulan perak dapat dilihat melalui jendela, dan beberapa bintang bersinar di belakang mereka.
Lucien melihat tanah baru di sepatu mereka dan tiba-tiba menyadari sesuatu.
Mungkin pondok kayu itu hanya tempat untuk membuat bola Scene. Tempat mereka ditahan yang sebenarnya pasti berada di tempat lain. Berdasarkan penampakan tanah itu, tempat yang sebenarnya harusnya tidak terlalu jauh dari pondok.
...
Di ruang latihan sang putri, ketika Lucien sedang memainkan piano dengan nyaring, dia tiba-tiba berkata kepada Putri Natasha:
"Yang Mulia, saya ingin membuat pengakuan."