Chereads / Dunia Penyihir / Chapter 9 - Bahaya

Chapter 9 - Bahaya

Angele berjalan masuk ke hutan bagian dalam seraya memegang busurnya. Setelah berburu di hutan ini selama 15 hari, Angele sudah mengenal lika-liku jalan hutan itu. Sekali waktu, saat berburu di area hutan yang lebih dalam, Angele menemukan seekor babi hutan bersisik putih, tapi ia membunuhnya dengan mudah. Kini, Angele yakin bisa berburu di tempat yang lebih dalam.

'Sasaran aneh terdeteksi. Berhati-hatilah.' Informasi berwarna biru muncul di depan mata Angele.

'Ada hewan jenis baru?' Angele mengambil sebuah panah berbulu putih dengan semangat, kemudian ia membidiknya ke titik biru yang ditunjukkan Zero.

Dengan mantap, Angele menarik tali busur bersama panahnya ke belakang. Kepala panah yang berwarna hitam itu memantulkan cahaya matahari. Akhirnya, Angele melepaskan panahnya.

BAM!

Panah itu terbang ke udara seperti cahaya putih.

TANG!

Tiba-tiba, Angele merasakan sensasi yang aneh di kepalanya, seakan bahaya sedang mengendap-endap di belakangnya. Angele pun menjadi takut. Ia merasa seolah-olah panahnya akan terbang kembali ke arahnya dan menusuk wajahnya.

Tiba-tiba, Zero memunculkan sejumlah data di depan matanya, namun ia tidak sempat melihat data tersebut. Angele memilih berguling ke sebelah kiri dan bersembunyi di balik pohon sekuat tenaga.

DUAR!

Terdengar seperti suara ledakan di dalam pohon. Pohon itu masih berguncang setelah sesuatu menabraknya, dan Angele dapat melihat daun-daun jatuh dari batangnya seolah-olah seperti turunnya hujan.

"Apa?" Terdengar suara berat yang berasal dari seberang pohon itu. Sepertinya orang tersebut cukup terkejut bahwa Angele tidak terkena serangannya.

Angele masih kaget karena kejadian ini, hingga wajahnya menjadi pucat. Dia masih bersembunyi di balik pohon itu. Nafasnya berat dan dahinya penuh dengan keringat dingin.

Seandainya dia terlambat bersembunyi di belakang pohon itu satu detik saja, pasti sekarang kepalanya sudah hancur. Sekali lagi, chip Angele kembali menyelamatkan hidupnya saat ia hampir mati.

'Sialan, apa yang harus kulakukan?' Angele tidak bisa berpikir.

'Aku tidak mau mati lagi… Aku tidak bisa mati lagi seperti ini!' pikir Angele.

Angele merasa semakin panik, hingga raut wajahnya semakin pucat.

Sebelum bereinkarnasi ke dunia ini, Angele hanyalah seorang pemuda biasa yang hidup dengan damai di bumi. Sebelumnya, berburu termasuk kegiatan yang berbahaya baginya, tapi sekarang dia justru berada pada situasi yang lebih buruk.

'Lari! Iya! Lari pulang! Aku akan aman setelah sampai di kastil!' Tiba-tiba Angele menyadari bahwa ia tidak mendengar suara apapun setelah ledakan itu. Situasi ini membuatnya semakin khawatir.

Keinginan untuk kembali ke kastil memotivasi Angele untuk kembali berlari. Ia berjongkok dan mengendap-endap ke arah yang sebelumnya ia lewati, namun tiba-tiba chip-nya memberinya peringatan.

'Sebelah kanan! Kaki!' Angele tahu arah dan tujuan serangan pria itu. Ia segera menghindar dengan cara berjungkir balik ke depan. Kepalanya menabrak sesuatu di tanah, namun ia tidak punya waktu untuk berpikir. Dia berdiri dan berlari dengan cepat melewati jalan yang ia lewati saat masuk.

DUAR!

Angele mendengar suara objek menabrak tanah yang sebelumnya ia pijak.

"Sialan!" umpat pria itu dari seberang Angele. "Meleset lagi!"

Angele berlari seperti orang gila, hingga pohon-pohon di kedua sisinya terlihat seolah bergerak. Karena ia sering berburu, Angele sudah memahami seluk-beluk hutan ini. Ia sama sekali tidak memperlambat lajunya, walau jalan hutan terlihat berliku-liku.

Tiba-tiba, rasa dingin ketakutan menusuk punggungnya, seperti ada yang mengintainya dari belakang. Dia sekali lagi ke depan berguling dengan, namun perasaan tidak enak itu masih terus ada. Ia mencoba bersembunyi di balik pohon, namun perasaan itu tidak kunjung hilang.

Dia merasa semakin panik. Ia menggertakkan giginya dengan keras dan tetap berguling ke depan. Tubuhnya luka-luka karena menabrak batu dan cabang pohon di tanah, namun ia tidak peduli. Ia tidak dapat melarikan diri dari perasaan dingin yang menakutkan di punggungnya itu.

'Berbalik dan tangkislah.' lapor Zero.

Namun, Angele terlalu takut untuk berbalik. Dia hanya berlari-lari seperti orang gila. Karena Angele berjalan terlalu jauh ke dalam hutan, ia masih harus berlari 100 meter sebelum mencapai tempat berlatih kavaleri di tepi hutan. Bagi Angele, jarak 100 meter terasa seperti seribu meter saat ini.

'Berbalik dan tangkislah.' Zero mengulangi laporannya.

Hiat!

Angele berguling ke depan lagi.

Angele mendengar suara rantai dari belakangnya. Rantai itu setebal lengan manusia. Rantai itu terbang dan melilit pepohonan di sekeliling Angele, sehingga ia terjebak di tengahnya.

"Berlarilah terus, Tikus Kecil!" teriak pria itu dari belakang Angele. "Brengsek! Kenapa sih dengan hari ini?!" Wajah pria itu terlihat sangat marah.

Angele ingin berlari lagi, namun perasaannya menyuruhnya untuk berguling ke samping. Lagi-lagi, rantai itu melewatinya dan menabrak pohon di depannya.

'A… aku tidak bisa lari lagi…' Angele merasa putus asa. Saat ini dia tidak bisa bergerak karena rasa takut itu membuatnya tidak bisa berpikir jernih.

'Apakah aku akan mati lagi?' Perlahan-lahan, ia berdiri dan berbalik.

Seorang pria berbaju hitam muncul dari semak belukar. Ia mengenakan topeng hitam, sehingga terlihat bahwa alisnya berwarna pirang. Kedua tangan pria itu memegang dua buah rantai.

"Ajalmu telah tiba." Pria itu melemparkan salah satu rantainya. Terlihat kilatan hitam terbang dari tangannya dengan kecepatan yang jauh lebih cepat dari serangan-serangannya sebelumnya. Angele dapat mendengar suara rantai yang nyaring.

Angele tetap berdiri di tempatnya. Ia bisa membayangkan bagaimana sakitnya jika terkena rantai itu.

"Aku tidak mau mati…" kata Angele kepada dirinya sendiri.

Angele terus mengulang kalimat itu, sehingga suaranya sendiri bergema terus menerus dalam pikirannya. Sementara itu, rantai milik pria itu semakin dekat dengannya. Dari sudut pandang Angele, rantai itu terlihat seperti titik hitam yang sedang terbang ke arahnya.

'Membungkuklah dan tarik pedangmu, kemudian tangkis rantai itu di samping kepalamu.' kata Zero.

Tergerak karena keinginannya untuk terus hidup, Angele dengan cekatan menarik keluar pedangnya dan menangkis rantai itu dengan kecepatan tinggi.

TANG!

Melalui tangkisan pedangnya, Angele bisa merasakan kekuatan lemparan rantai itu. Wajahnya memerah, lalu ia memuntahkan sedikit darah dari mulutnya.

Ia tersadar karena rasa kaget dari pukulan itu. Jika ia tidak bisa lari lagi, ia harus bertarung untuk tetap hidup! Angele memfokuskan konsentrasinya kepada musuh di depannya, dan jantungnya berdenyut semakin kencang.

"Anak muda, kamu sangat beruntung!" kata pria berbaju hitam itu. Ketika pria itu melambaikan tangannya, kedua rantai yang sebelumnya tertancap di pohon terlepas dan bergerak kembali ke tangannya

Pria itu menatap Angele untuk sesaat, sebelum akhirnya ia menghilang di balik semak-semak. Angele tidak bergerak sampai ia yakin bahwa pria itu sudah pergi. Angele tahu, jika pria itu tidak pergi, ia pasti akan mati. Walaupun ia dibantu chip-nya, pergerakan rantai itu terlalu cepat. Sebelum kejadian ini, Angele belum pernah bertarung dalam perang sesungguhnya, sementara musuhnya kali ini adalah seorang veteran. Jika Angele tidak menuruti peringatan chip-nya, ia mungkin sudah mati sebelum pengejaran tadi dimulai.

Setelah beristirahat beberapa lama, Angele menemukan sebuah kartu tergeletak di tanah. Ia memungut kartu berwarna hitam itu. Di tengahnya, ada sebuah simbol laba-laba merah yang bersinar.

Lengan Dice sudah terluka sebelum pertarungan itu dimulai.

Dice sedang berusaha membunuh pria muda itu. Sayangnya, ia tidak menyangka akan dilukai oleh sebuah anak panah. Walaupun ia bisa menangkis anak panah itu, tangan kanannya masih terluka. Entah kenapa, saat ini tubuhnya terasa tidak sehat, dan kekuatannya menghilang sedikit demi sedikit.

"Sial!" Dice memegang dahinya dan benar saja, ternyata ia demam. "Anak kurang ajar itu meracuni panahnya! Kejam sekali dia!" Dice terus mengumpat, sebelum akhirnya ia mengambil sebuah kantung kertas berwarna kuning dan memakan bubuk putih di dalamnya.

"Aku nyaris saja kehilangan nyawaku… Untung saja itu hanya racun ular bermata satu, dan aku sudah mempersiapkan penawar racun itu." Walaupun ia memiliki penawarnya, racun itu tetap membuat Dice sakit. Aktivitas berat yang dilakukannya sesaat setelah terkena racun itu membuat racunnya bergerak lebih cepat ke seluruh tubuhnya. Akibatnya, mungkin butuh waktu beberapa jam agar obat itu bekerja.

"Lain kali aku akan membunuhmu lebih dulu!" teriak Dice. "Kartu hitam saja tidak cukup. Kau nyaris saja menggagalkan misiku!"

Dice menginjak sebuah ranting pohon dan terjatuh ke tanah. Kepalanya mengenai batu tajam, sehingga menjadi terluka dan berdarah.

"Apa-apaan…!" Dice menjadi sangat marah. "Anak sialan!"

Dice benar-benar marah.

Di kamar mandi

Angele menutup pintu kamar mandi dan berendam di dalam bak. Air hangat yang digunakannya untuk berendam membuatnya merasa tenang dan mengembalikan tenaganya. Kejadian hari ini telah menyadarkannya akan bahaya dunia ini.

Ia memiliki teknik berpedang dasar dan bantuan chip-nya. Ia bahkan telah meningkatkan daya tahannya, dan percaya bahwa saat ini kemampuannya nyaris setingkat calon ksatria. Namun, pada kenyataannya, memiliki kemampuan tidak sama dengan mengetahui cara berperang.

Angele menyiramkan air hangat ke mukanya sembari memikirkan kartu hitam yang ditinggalkan pria itu.

"Jadi kartu ini pertanda bahwa ia akan kembali untuk melawanku?" Angele mengingat kejadian yang mirip saat ia di bumi. Bahkan memikirkannya saja membuatnya tegang. Hal yang tidak dikenal akan selalu mengundang rasa takut dan penasaran. Angele ingin tahu, apa arti sebenarnya dari kartu itu.

Angele berdiri dan keluar dari bak mandinya. Kemudian, ia mengeringkan tubuhnya dengan handuk dan mengganti bajunya.

"Tuan Muda, apakah anda masih membutuhkan air hangat?" tanya Maggie dari luar pintu.

"Tidak, sudah cukup." Angele mengeringkan rambutnya dan keluar dari kamar mandi.

Hari sudah malam.

Masih ada anak-anak sedang berlatih di lapangan berlatih. Sementara itu, angin yang bertiup ke arah Angele membuatnya merasa nyaman. Angele melewati lapangan berlatih sampai ke gedung utama. Di gedung itu, terdapat sebuah ruang baca spesial yang berisi buku-buku koleksi sang baron.

Selain Baron Karl, Audis, dan Wade, hanya Angele yang memiliki kunci untuk masuk ke ruangan spesial itu. Ini menunjukkan posisi penting Angele di keluarga Rio. Di dunia ini, buku adalah simbol pengetahuan, kekayaan, dan kebangsawanan, sehingga hanya para bangsawan yang diperbolehkan untuk membaca buku. Satu buku di dunia ini harganya sekitar empat puluh keping emas. Jarang ada orang yang menjual buku walaupun banyak yang mau membelinya.

Ada dua orang pengawal yang mengawasi pintu masuk gedung utama, dan keduanya memberi hormat kepada Angele saat melihatnya berjalan kemari.

"Tuan Muda Angele." sapa keduanya

"Apakah Ayah sedang ada di sini?" tanya Angele setelah membalas sapaan mereka dengan anggukan.

"Sang baron belum kembali, namun Ksatria Audis baru saja pergi bersama Kerry." jawab mereka. Kerry adalah anak Ksatria Audis. Keduanya rutin berlatih di arena kedua yang ada di dalam gedung utama.

"Baiklah." kata Angele seraya masuk ke dalam gedung itu.

Selain para tetua, hanya ada dua macam orang yang tinggal di kastil: pertama adalah orang-orang yang menginginkan sesuatu dari Angele, dan orang-orang yang tidak menginginkan apapun dari Angele. Kerry termasuk kelompok kedua. Perilakunya sopan, namun jelas bahwa ia meremehkan Angele. Perilaku Kerry mewakili perasaan semua calon ksatria yang saat ini tinggal di kastil.