Satu-satunya sumber cahaya di loteng itu adalah jendela berbentuk segitiga di dekat kaki tempat tidur Zhang Tie. Di siang hari, loteng itu agak terang, namun saat malam tiba, loteng itu akan tampak cukup gelap, seperti saat ini.
Dengan dibantu sedikit cahaya bulan dari luar rumah, dan kefamiliarannya dengan kamarnya, Zhang Tie menyalakan sebuah lampu minyak di sana. Untuk menghemat minyak, Zhang Tie membuat api lampu itu sekecil mungkin. Nyala api yang hanya sebesar kacang kedelai itu berkelip-kelip dan tetap membantu memberikan sedikit cahaya dan kehangatan di loteng itu.
Setelah mengatur nyala lampunya, Zhang Tie langsung merebahkan diri ke atas tempat tidur tanpa melepas sepatunya terlebih dahulu. Tatapan kosongnya mengarah ke ujung atap yang runcing. Cahaya lampu minyak menerangi beberapa sarang laba-laba di sudut-sudut tiang penyangga. Sambil menatap sarang laba-laba yang rapuh dan mustahil menangkap lalat itu, Zhang Tie kembali murung.