Chereads / Mahakarya Sang Pemenang / Chapter 58 - Tim Tamu, Millwall Bagian 2

Chapter 58 - Tim Tamu, Millwall Bagian 2

Saat pertandingan dimulai, Tang En baru menyadari sepenuhnya bahwa apa yang dikatakan Walker tentang situasi di area teknis memang benar. Hanya karena lawan mereka adalah Millwall, suasana stadion benar-benar berbeda. Para penggemar tim tamu bernyanyi dengan penuh semangat di tribun mereka, terus-menerus mengubah lirik untuk mengejek para pemain Forest selama pertandingan berlangsung. Meskipun jumlah mereka lebih sedikit, tapi volume suara yang mereka timbulkan jauh lebih keras.

Tak tahan mendengar hinaan, para penggemar Forest yang fanatik segera meluncurkan serangan balik dengan kata-kata kotor di bawah kepemimpinan Mark Hodge. Tentu saja, sama seperti kalkun panggang yang selalu disajikan saat makan malam Natal, apalah arti pertempuran kata-kata kotor tanpa hiasan acungan jari tengah?

Jika seseorang diluar stadion mendengar suara meriah ini, mereka mungkin mengira bahwa stadion sudah penuh. Tang En awalnya juga berpikir begitu. Tapi sebenarnya jumlah penonton untuk pertandingan hari ini lebih rendah daripada jumlah penonton di pertandingan-pertandingan sebelumnya. Sejumlah tribun tampak kosong. Selain para polisi dengan rompi kuning cerah, tak ada orang lain yang duduk disana.

Hal ini bukan karena pertandingan ini tidak cukup menarik untuk mendatangkan penonton. Tapi untuk pertandingan yang sangat sensitif semacam ini, manajemen lapangan dan polisi dengan sengaja mengurangi jumlah tiket untuk membebaskan sejumlah ruang di tribun dan menggunakannya sebagai area penyangga antara kelompok penggemar yang berbeda untuk memastikan keamanan.

Pertandingannya sendiri bahkan tak semenarik adu penggemar kedua tim di tribun. Millwall berusaha sangat keras, tapi tetap tak ada gunanya. Dalam menghadapi ambisi Nottingham Forest untuk berada di Liga Utama, mereka dikalahkan tanpa ampun dan tak memiliki kekuatan untuk melawan. Ketika Harewood mencetak gol ke-25nya untuk musim ini, yang juga merupakan gol ketiga dalam pertandingan ini, tim tamu, Millwall, kehilangan semangat juang mereka, dan pertandingan seolah berakhir sebelum waktunya.

Pada saat ini, para fans Millwall di tribun sekali lagi menjadi sorotan. Mereka terus-menerus melecehkan para pemain Forest di lapangan dan para fans Forest di kedua sisi tribun. Bahkan ada bentrokan antara penggemar dan petugas polisi yang bertanggung jawab atas keamanan. Tentu saja, konflik ini diredakan dengan cepat. Bukan hanya tim Millwall yang berjuang dalam pertandingan tandang mereka, tapi para fans mereka juga sama. Mereka tampaknya tak menyadari bahwa beberapa teriakan dan beberapa kata makian adalah cara terbaik untuk melampiaskan kekesalan.

Karena situasi pertandingan sudah jelas, Tang En hanya menonton pertunjukan, menatap para fans itu dari pinggir lapangan. Dia ingin menemukan Mark Hodge di tribun dan ingin tahu apa yang dia lakukan pada saat itu. Tapi ada begitu banyak orang di tribun, sehingga terlalu sulit untuk menemukan seseorang yang mengenakan kaus jersey merah yang sama dengan 20.000 fans lainnya.

Ketika pertandingan memasuki perpanjangan waktu, Tang En mendengar teriakan akrab Michael Bernard dari arah belakang.

"Tony! Apa hasil pertandingan akan berubah?"

"Menurutmu apa yang bisa berubah? Kita memimpin dengan tiga gol!"

"Itu bagus. Aku harus membawa anakku keluar dari sini. Ingat apa yang kau katakan. Kau akan memasukkan tim ke Liga Utama musim depan!"

Bernard kecil berdiri di samping ayahnya dan mengenakan kaus merah Forest dengan tanda tangan George Wood. Tang En ingin tertawa setiap kali dia melihat tulisan tangan yang bengkok dan miring itu, tulisan yang tak sebagus tulisan murid sekolah dasar.

"Pertandingan belum berakhir. Seorang penggemar setia tak pantas pulang lebih awal." Tang En mengolok-olok Michael.

"Aku tak mau terlibat di perkelahian besar usai pertandingan. Sialan! Tony, kalau aku tak melihat Nottingham Forest di daftar Liga Utama dalam waktu setengah bulan, aku takkan segan menunjukkan padamu bagaimana perilaku penggemar yang setia seharusnya." Michael mengayunkan tinjunya pada Twain, tapi Tang En malah tersenyum senang.

"Kau tak perlu melakukannya. Tentu saja, sebaiknya jangan berpikir aku tak bisa mengalahkanmu..." Tang En tiba-tiba teringat anak kecil yang berada di samping Michael. Tidaklah pantas berbicara seperti itu di depannya. Jadi, dia melambai ke Bernard kecil. "Sampai jumpa, Gavin. Kuharap kau takkan disesatkan oleh ayahmu yang kejam."

Bernard kecil mengolok Twain dengan wajahnya, "Aku takkan tersesat, Paman Kekerasan!"

Di tengah tawa keras Michael, Tang En mengangkat bahu sambil tersenyum saat melihat ayah dan anak itu beranjak pergi. Mereka adalah keluarga yang menarik. Melihat anak yang cerdas dan pintar itu, dia menantikan akan jadi pemuda seperti apa saat dia besar nanti.

Saat Tang En mengalihkan perhatiannya kembali ke pertandingan, dia mendengar tiga peluit tajam dan sorak-sorai keras yang terdengar setelahnya.

Walker berdiri, melepas headset dari telinganya, dan tersenyum pada Twain. "Sudah berakhir. Lawan kita berikutnya adalah Sheffield United."

"Bagus sekali! Sejak hari dimana kita kalah dari mereka, aku sudah menantikannya." Tang En mengertakkan giginya saat dia berbicara. "Setelah kita mengalahkan mereka, kita akan masuk ke Liga Utama!" Kemudian, Twain dan Walker saling berjabat tangan.

Di sebelah mereka, Bowyer juga meletakkan tangannya diatas tangan keduanya.

"Meski aku tak bisa pergi ke Liga Utama bersama kalian, aku benar-benar ingin melihat tim Forest kembali ke Liga Utama."

Tang En berbalik untuk melihat pria tua itu. Saat dia baru saja menjadi manajer, Bowyer telah mencemoohnya, membuatnya merasa kesal, dan tak melakukan apa pun untuk membantunya. Dia bahkan ingin menggantikan Tang En. Pada saat itu, dia sama sekali tak membayangkan bahwa mereka bertiga akan bekerja sama dan bekerja keras untuk mencapai tujuan yang sama.

"Terima kasih, Ian." Kata-kata itu tulus.

"Kalau tim Forest benar-benar kembali ke Liga Utama dalam 12 hari, aku akan menjadi orang yang berterima kasih padamu, Tony."

Tang En sedang berada dalam suasana hati yang baik dan tak ingin terlalu formal. Jadi, dia tersenyum dan mengatakan, "Usai konferensi pers, kita bertiga akan minum-minum di bar Kenny."

"Itu ide yang bagus." Dua pria lainnya mengangguk dan setuju.