Des Walker adalah yang terakhir memasuki ruang ganti pemain, karena dia harus memastikan semua pemain sudah masuk sebelum dirinya, tanpa kehilangan satu pemain pun. Tapi, ketika dia melangkah masuk, dia terkejut karena tak menemukan Tony Twain disana. Atmosfir di ruang ganti pemain sangat kacau, penuh helaan nafas dan tudingan saling menyalahkan. Bahkan ada orang-orang yang membahas bagaimana mereka ingin menggunakan jendela transfer musim dingin nanti untuk meninggalkan "Forrest of Hell" ini. Kekalahan beruntun, disertai situasi finansial klub yang tidak stabil, memecah para pemain ke dua kubu. Tak peduli bagaimana caranya seseorang melihat sekumpulan orang-orang ini, dia takkan bisa melihat mereka sebagai pemain sepakbola profesional. Kalau fans Nottingham Forest melihat ini, mereka jelas akan merasa kecewa dan marah.
Ian Bowyer duduk di salah satu sudut, seolah dia adalah orang luar. Kemarahan yang tak terjelaskan tumbuh dalam diri Walker. Penampilan tim sangat buruk, dan bahkan ada komentar-komentar tak pantas yang dilontarkan tentang tim, tapi asisten manajer veteran itu tak melakukan apa-apa untuk membantu meredakan situasi. Tak peduli betapa dia tak ingin melihat Twain menjadi manajer pengganti, dia seharusnya mengesampingkan dendam pribadinya itu selama sedang bekerja, kan? Keuntungan apa yang tercermin dalam karirnya kalau timnya kalah?
Saat dia baru akan mengkonfrontasi Bowyer, dia mendengar langkah-langkah cepat yang berasal dari koridor. Mendengar suaranya, jelas ada lebih dari satu orang...
Merasa bingung, dia membalikkan badan, hanya untuk melihat sebuah pemandangan yang membuatnya terperanjat.
Sekelompok fans yang memakai jersey merah dan syal Nottingham Forest berlari dengan cepat menuju pintu ruang ganti pemain! Walker tak menghitung jumlah mereka, tapi hanya dengan melihat sekilas saja, kelompok orang itu sangat banyak hingga mereka bisa menutup koridor pemain yang ada diluar ruang ganti pemain.
Apa... Apa yang terjadi? Siapa yang memberi mereka ijin untuk masuk? Ruang ganti pemain adalah tempat yang sangat pribadi, dan tak ada seorangpun yang seharusnya diijinkan melangkah masuk ke dalamnya... Keamanan, dimana keamanan?
Saat dia baru akan membuka mulut untuk menahan para fans yang tampak kesal itu, dia terdorong ke samping, dan hanya bisa menonton tanpa daya saat sekelompok orang yang terdiri atas setidaknya 10 orang supporter merangsek masuk ke dalam ruang ganti pemain yang kecil.
Dia baru saja mengkhawatirkan tentang bagaimana perasaan para fans kalau mereka melihat atmosfer yang tadi dilihatnya di ruang ganti, dan sekarang hal itu akan jadi kenyataan.
Dia telah terdorong keluar ruangan, tak bisa melihat apa yang terjadi di dalam ruangan itu. Tapi, dia bisa mendengar bahwa di ruang ganti itu, yang beberapa waktu lalu masih seramai pub, tiba-tiba saja hening dan sunyi.
Keheningan itu terpecahkan oleh suara langkah kaki yang tenang. Walker melihat Tang En berjalan perlahan dari arah para fans itu berasal, sama sekali tak terburu-buru. Tak punya waktu lagi untuk mengkhawatirkan tentang apa yang akan terjadi di ruang ganti pemain, Walker segera berjalan ke arah Tang En, dan menariknya ke satu sisi koridor. Dia menurunkan suaranya dan bertanya, "Tony, para fans itu..."
"Ya, aku yang membiarkan mereka masuk."
"Kau?!" mata Walker membelalak tak percaya.
Tang En merasa sangat puas dengan reaksi asistennya. "Ya, saat aku meninggalkan stadion, aku berjalan ke toko serba ada untuk membeli rokok. Saat itu, aku mendengar mereka membahas babak pertama pertandingan, mengatakan kalau mereka ingin memberikan suntikan semangat pada para pemain yang dibayar banyak itu, jadi aku membiarkan mereka masuk."
"Tony! Apa kau sudah gila? Kau tahu ini tempat apa kan? Ruang ganti pemain! Tempat terlarang dimana Doughty pun takkan bisa masuk ke sana tanpa memberitahu kita lebih dulu! Kepalamu... kepalamu benar-benar sudah..." Walker sangat marah.
Tang En tersenyum, "Jangan khawatir, Des. Ikutlah denganku dan tonton saja pertunjukannya." Dia menarik Walker ke belakang, tak membiarkannya menyerbu masuk lagi ke dalam ruang ganti. Setelah itu, mereka mendengar suara terkejut yang berasal dari arah ruang ganti pemain.
"Kau... siapa kalian semua? Bagaimana kalian bisa masuk?" suara terkejut Bowyer tua menunjukkan sedikit rasa takut saat suaranya bergetar.
Tapi, seseorang memang tak bisa menyalahkan kondisi psikologis Bowyer yang buruk, karena siapapun juga takkan bisa tetap tenang kalau mereka melihat para fans yang marah menyerbu masuk ke dalam ruang ganti pemain. Setelah beberapa waktu berlalu dalam diam, muncullah ledakan emosi.
Pemimpin para fans itu adalah seorang pria yang tambun dan jangkung. Dia melepaskan syal Nottingham Forest yang ada di sekeliling lehernya, sebelum kemudian dia melemparkanya ke wajah Jack Lester, striker yang menunjukkan penampilan buruk di babak pertama.
"Kami semua mendukung kalian sepenuh hati dari tribun penonton, dan inikah cara kalian membalas kami!" dia berteriak kencang, suaranya bergema di seluruh ruangan. "Kami membayar untuk membeli tiket, meminta tanda-tangan kalian, mengidolakan kalian, mendukung kalian... dan memperlakukan kalian sebagai pahlawan kota ini. Tak jadi masalah seberapa buruk penampilan kalian, kami tak mengeluhkannya. Tapi lihatlah kondisi kalian saat ini! Bagian mana dari diri kalian yang terlihat seperti pemain sepakbola profesional! Siapa yang berbicara tentang meninggalkan tim? Kau bisa pergi sekarang juga! Nottingham Forest tak butuh sampah sepertimu!"
"Biar kukatakan ini, kami akan menonton kalian semua dengan seksama di babak kedua. Kami ingin melihat bagaimana sekelompok bajingan seperti kalian dipermalukan oleh orang London Timur! Bagaimanapun juga, yang kehilangan muka bukanlah kami! Pff!" meludah dengan keras, si pria tambun itu membalikkan badan dan keluar dari ruang ganti pemain. Sisa fans yang lain mengikutinya dan melepaskan syal dari leher mereka, lalu membantingnya ke lantai. Setelah itu, mereka berbalik dan pergi meninggalkan ruang ganti itu.
Melihat ke arah sekelompok orang yang melewati mereka, Tang En bahkan menyapa mereka, "Bagus sekali, guys."
Sayangnya tak ada seorangpun yang memperhatikannya, karena mereka semua bergegas pergi dengan kepala tertunduk, tanpa mengatakan apa-apa lagi.
Kepala Des Walker juga tertunduk. Saat dia baru saja berhenti dari posisi sebagai pemain sepakbola, kadang dia tak bisa membedakan peranan seorang asisten manajer dari peranan seorang pemain, meski keduanya jelas berbeda. Barusan saat fans dengan marah menuduh para pemain tak memberikan upaya terbaik mereka untuk pertandingan ini, Walker merasa seolah mereka juga menyalahkannya karena tak melakukan pekerjaannya sebagai seorang asisten manajer dengan baik. Saat dia masih menjadi seorang pemain, Walker mempertahankan hubungan yang sangat baik dengan fans Nottingham Forest. Bahkan saat dia melakukan gol bunuh diri ke gawangnya sendiri selama pertandingan Final Kejuaraan FA Cup melawan Tottenham Hotspur, tak ada fans yang menyalahkannya. Saat ini, rasanya seolah mereka menudingkan jari ke arahnya dan mengomelinya, "Kau tak layak memimpin Nottingham Forest! Kau tak layak mendapatkan rasa hormat kami!"
Saat dia sedang menyalahkan dirinya sendiri, Tang En memukul punggungnya dengan kuat. "Des, ikutlah denganku." Memang benar, Walker saat itu telah kehilangan kemampuannya untuk bisa berpikir dengan benar. Dia hanya melakukan apa yang dikatakan oleh Tang En, seperti robot, dan berjalan menuju ke dalam ruang ganti pemain yang hening. Apa yang dilihatnya saat itu akan tetap terukir di dalam ingatannya untuk waktu yang lama.
Tang En melangkah masuk ke ruang ganti pemain dan melihat ke arah orang-orang yang ada di dalam ruangan saat dia berdiri di pintu masuk. Setelahnya, tatapannya terpaku pada syal-syal di lantai. Tampaknya fans sepakbola itu benar-benar marah, pikir Tang En.
Mendengar bunyi langkah kaki yang terhenti, semua orang mengangkat wajah mereka dan melihat ke arah manajer mereka yang telah kembali setelah menghilang tanpa alasan. Tapi, tak ada yang bisa melihat ekspresi di wajahnya, karena memang tak ada ekspresi disana. Mereka tahu bahwa para fans tersebut jelas dibiarkan masuk olehnya dengan sengaja. Tanpa ijin manajer, tak ada siapapun yang bisa memasuki ruang ganti pemain. Setelah melakukan ini, apa yang ingin dikatakan oleh manajer?
Hanya sedikit pemain yang ingat bahwa di pertandingan Liga Satu sebelumnya, mereka sudah kebobolan dua gol sebelum akhir babak pertama. Selama masa istirahat babak pertama, manajer mengatakan beberapa hal, tapi tak bisa membuat para pemain mengingatnya. Itu karena suaranya terlalu lembut dan tak bisa menenggelamkan suara cemoohan, keriuhan dan musik yang berasal dari luar. Meski semua orang melihatnya menggerakkan bidak di papan taktik, tak ada seorangpun yang paham apa yang hendak disampaikan olehnya. Karena itulah, mereka akhirnya kalah 0:3, yang merupakan skor yang sama seperti akhir babak pertama pertandingan hari ini.
Tang En tidak mengatakan apa apa, saat dia membungkuk dan memungut salah satu syal yang dilemparkan oleh fans. Dia membersihkan debunya, sebelum menyerahkannya pada Walker, yang berdiri disampingnya. Kemudian, dia mengangkat kepalanya dan melihat ke arah semua pemain.
"Jack Lester, Marlon Harewood, Matthieu Louis-Jean," satu per satu, Tang En mengumumkan nama-nama pemain yang tidak menunjukkan penampilan bagus di babak pertama. "Gareth Williams, Eugen Bopp, Andy Reid, Darren Ward. Aku harus mengajukan pertanyaan yang sangat serius kepada kalian semua... apa kalian semua mengunjungi pelacur semalam dalam satu kelompok?"
Tak ada seorangpun yang menduga kalau manajer mereka akan mengajukan pertanyaan semacam itu, dan semua orang menatap terkejut ke arahnya dengan mulut terbuka lebar, tak yakin bagaimana harus menjawab.
"Jawab aku, ya atau tidak?!" Tang En tiba-tiba berteriak, menyebabkan semua orang di ruang ganti itu merasa takut padanya. Tak ada seorangpun yang berani mengucapkan sepatah kata untuk menjawab pertanyaannya.
"Ini pertama kalinya aku membenci pencipta olahraga sepakbola. Kalau dia memperbolehkan aturan bahwa sebuah pertandingan resmi mengijinkan sebelas pergantian pemain sekaligus, aku akan mengganti kalian semua!" Tang En melambaikan lengannya dengan kesal, orang yang sepenuhnya berbeda dari Tony Twain yang pendiam dan suram. "Penampilan kalian semua seperti t*i anjing... Bukan, bukan t*i anjing, tapi sepuluh t*i anjing! Aku yang membiarkan para fans itu masuk kemari, karena mereka bilang mereka ingin memberi kalian suntikan semangat agar bisa tampil lebih baik di babak kedua karena masih ada peluang untuk membalikkan keadaan. Mereka mengatakan kecolongan tiga gol tak jadi masalah... tapi!"
Tang En berhenti sejenak, sebelum kemudian menghembuskan napas panjang. "Tapi kalian semua mengecewakan mereka. Sebenarnya tim seperti apa yang dilihat oleh sekelompok fans itu tadi? Ah, aku salah lagi, apa kalian bahkan pantas disebut sebagai 'tim'? Kalian semua ada satu, dua, tiga, empat... empat belas gumpal t*i anjing!" Tang En mengangkat satu jari di tangan kiri dan empat jari di tangan kanan. "Biar kuberitahu kalian, kalau aku bukan manajer tim ini, aku juga ingin sekali melakukan ini..." Dia menurunkan tangan kirinya, dan melipat tiga jari dari tangan kanannya, menyisakan satu jari tengah yang berdiri tegak. "Di tribun penonton, ada 27,000 jari tengah semacam ini!"
Tak satupun pemain menduga kalau Twain akan mulai memarahi mereka setelah dia membuka mulutnya. Kata-katanya brutal dan kasar, tapi terdengar keras dan jelas, penuh kekesalan. Sifat-sifat ini sangat bertolak belakang dengan apa yang mereka ingat tentang Twain sebelum ini. Mereka sangat terkejut mendengar omelan Tang En, hingga masing-masing dari mereka hanya bisa menatap kosong sambil duduk di kursi mereka, tak tahu bagaimana harus bereaksi.
Dalam perjalanan menuju ke ruang ganti pemain, Edward Doughty masih berusaha meyakinkan ayahnya untuk membatalkan ide memperkenalkan dirinya kepada seluruh tim. "Selama periode penting seperti saat istirahat babak pertama, Manajer Twain pasti sangat sibuk. Karenanya, tim dan dirinya hampir bisa dipastikan takkan memiliki waktu untuk bertemu dengan kita. Mari kita lupakan saja tentang ini."
"Itu hanya akan jadi pertemuan yang singkat, kau hanya perlu menyapa mereka. Setelah itu, kita akan pergi, tak akan menghabiskan lebih dari setengah menit." Nigel bersikeras. Edward mengangkat bahu tak peduli dan sedikit menggelengkan kepala selagi mengikuti di belakang ayahnya.
Saat keduanya mencapai persimpangan menuju ke ruang ganti pemain, sekelompok orang keluar dari sudut ruangan, mengejutkan mereka. Edward dengan cepat menjulurkan lengannya untuk menahan langkah ayahnya, takut kalau ayahnya bertabrakan dengan mereka. Ayahnya yang sudah tua tak lagi bisa menahan benturan fisik yang berat di usianya saat ini.
"Apa yang terjadi?" Nigel melihat bahwa kelompok orang-orang yang berlalu dengan cepat melewati mereka, berasal dari arah ruang ganti pemain. Merasa bingung, dia melihat ke arah mereka beberapa saat, sebelum kemudian bergumam pada dirinya sendiri.
Setelah memberikan jalan bagi kerumunan itu, keduanya mencapai pintu ruang ganti pemain. Nigel menoleh untuk memandang ke arah putranya dan melihat dasinya agak longgar. Nigel memperbaiki dasi itu untuknya.
"Edward, ingatlah. Ruang ganti pemain adalah tempat yang sangat suci. Kita harus mempertahankan imej kita," katanya.
Melihat putranya masih cukup patuh, Nigel menganggukkan kepala dengan puas sebelum mulai mengetuk pintu ruang ganti. Saat tangannya menyentuh daun pintu, dia mendengar seruan marah Tony Twain yang berasal dari dalam ruangan.
"Dua-puluh tujuh ribu jari tengah! Mekar seperti hutan Sherwood!"
Setelah beristirahat sejenak, Tang En mengambil peluang ini untuk mengamati ekspresi para pemain. Tang En melanjutkan, "Aku tahu ada beberapa orang yang sudah sejak lama berpikir ingin meninggalkan tim. Bagi beberapa orang, Nottingham Forest tak lebih dari sebuah ATM raksasa untuk memperoleh gaji bulanan, tanpa mempedulikan penampilan tim sama sekali. Tapi, aku ingin mengingatkan orang tolol seperti kalian kalau tak ada klub yang mau menghabiskan uang mereka hanya untuk mengontrak timbunan t*i anjing. Kalau kalian semua terus menunjukkan penampilan seperti t*i anjing di lapangan, lupakan saja menemukan klub yang bersedia membayar untuk penampilan seperti ini! Aku takkan menghentikan kalian kalau kalian ingin pergi, dan aku takkan membujuk mereka yang hatinya sudah tak ada disini, untuk tetap tinggal. Tapi kalian semua harus paham bahwa masa depan kalian tidak bergantung padaku, melainkan bergantung pada penampilan kalian sendiri! Menurut kalian, untuk siapa kalian bermain sepakbola? Para fans? Ketua pemilik klub? Atau untukku, seorang manajer yang bisa digantikan kapan saja? Kalian idiot, kalian semua harus bermain bola demi diri kalian sendiri!"
Mayoritas orang-orang kini melihat ke arah Tang En dan menunjukkan perubahan ekspresi. Terdapat beragam jenis ekspresi, beberapa diantaranya tampak terkejut, ada pula yang merasa kesal, sementara yang lainnya tampak melamun. Tang En tahu bahwa perang psikologisnya sudah berhasil dengan baik. Pada saat ini, takkan ada gunanya membicarakan tentang kejayaan tim pada mereka yang sudah memutuskan akan hengkang. Oleh karenanya, hal yang perlu disebutkan adalah apa yang paling mereka pedulikan – masa depan mereka sendiri. Hal itu dijamin akan menohok langsung ke dalam hati mereka, bahkan membuat orang yang tadinya mendengar dengan setengah hati akan mulai memfokuskan seluruh perhatiannya pada apa yang akan dikatakan oleh Tang En.
Sedangkan untuk anggota tim yang lain...
Tang En secara acak mengambil syal dari timbunan yang ada di tangan Walker, yang dibuka dan dibentangkannya di hadapan semua orang.
"Apa sebenarnya makna dari syal tim bagi seorang fans? Kalau ada yang tak mengerti, aku bisa mengundang para fans itu untuk kembali dan menjelaskannya pada kalian. Apa menurutmu mereka menggunakan syal ini di sekeliling leher mereka karena mereka kedinginan? Des."
Mendengar Tang En memanggilnya, Walker segera melangkah maju.
"Lihat syal yang ada di tangan kalian, apa kalian tidak familiar dengannya?"
Setelah diingatkan oleh Tang En seperti ini barulah Walker sadar bahwa tak ada dua syal di tangannya yang identik. Selalu ada sedikit variasi dalam rancangan, ukuran, gambar dan warnanya.
"Des, syal yang kupegang ini, disain tahun berapa?" tanya Tang En, tanpa menolehkan kepala.
Walker memeriksa syal secara mendetil selama beberapa saat, sebelum dia bisa menjawab, "musim tahun 91-92."
"Bagus sekali." Setelahnya, Tang En terus mengambil syal dari tangan Walker satu persatu, mengajukan pertanyaan yang sama. Dimana Walker menjawab semua pertanyaan itu dengan benar. Hal ini membuat Ian Bowyer, yang berada di tepi ruangan, diam-diam terkejut. Bahkan seorang pemain veteran yang menjadi manajer tim tak bisa menjawab secara akurat tentang tahun rancangan syal tim mereka.
"Yang terakhir ini," Tang En mengangkat syal panjang yang terakhir. Kalau dibandingkan dengan yang lain, syal ini sangatlah tua, dengan warna yang sudah memudar dan bagian sisinya menunjukkan keusangan. Kali ini, dia tak mendengar jawaban Walker selama beberapa waktu. Merasakan keanehan, Tang En menoleh untuk melihat ke arah Walker. Saat inilah, dia melihat Walker memandang syal itu dengan tatapan tak biasa.
"Des?"
"Sorry... Ini, ini rancangan musim 79-80, saat Nottingham tampil di Stadion Santiago Bernabeu sebagai juara bertahan Liga Champions UEFA!" kata Walker sedikit gelisah. Rancangan itu membuatnya teringat tentang kejayaan masa lalu tim Nottingham Forest. Meski dia adalah penduduk London, meski dia baru saja bergabung dengan tim sepakbola di tahun 1983, setelah hari-hari kejayaan tim ini, tapi setelah melayani tim Nottingham Forest selama lebih dari 20 tahun dan turun tanding dalam 321 pertandingan untuk tim, Walker telah menjadi seorang fan Nottingham Fores dan merupakan seorang "Nottinghamian" sejati.
Mendengar Walker mengumumkan asal usul syal yang usang itu membuat beberapa orang di dalam ruang ganti itu terkesiap. Gelar kejuaraan Liga Champions UEFA adalah sebuah kejayaan yang tak pernah berani dibayangkan oleh orang-orang yang ada di ruangan itu saat ini. Tapi, logo di dada mereka telah menunjukkan bahwa klub ini memperoleh gelar itu dua kali. Meski klub saat ini berada dalam kondisi rendah, di masa lalu, tim ini telah merasakan kehormatan tertinggi untuk sebuah klub sepakbola Eropa yang memenangkannya dua kali berturut-turut.
Tang En juga tak menduga keberuntungannya sangat bagus, karena ada benda antik semacam ini diantara syal yang dibanting oleh para fans. Dia tak yakin fan mana yang membanting syal ini, tapi apa dia tak akan menyesal setelah dia menenangkan diri? Bagi orang normal, syal ini tak lebih dari sekadar kain lap usang, tapi bagi seorang fan Nottingham sejati, syal ini tak ternilai!
Tang En juga tak bisa menahan diri untuk tidak menginspeksi syal di tangannya dengan lebih serius, seolah dia bisa melihat sejarah Nottingham Forest dari dari syal usang ini. Gelombang sorakan tak kunjung henti yang menggema di seluruh Stadion Santiago Bernabeu, dan trofi berwarna perak yang berkilau terang dibawah cahaya kembang api, adalah hal yang menjadi mimpi bagi banyak sekali orang...
Tang En menstabilkan kembali kondisi pikirannya, sebelum kembali melihat ke arah para pemain. Situasi saat ini tampak berbeda, jika dibandingkan dengan sebelumnya.
Michael Dawson adalah seorang Nottinghamian sejati, dan dia selalu menyimpan kejayaan masa lalu Nottingham Forest di hatinya. Setelah melihat syal itu, dia tak bisa menahan emosinya. Michael berdiri dan berkata, "Boss, boss..."
"Apa?" Tang En tak mengerti apa yang ingin dilakukan Michael.
"Boleh, bolehkah aku menyentuh syal itu?" Dawson menunjuk ke arah syal yang ada di tangan Tang En.
Tang En memberinya syal itu, yang diterima Dawson dengan khidmat dengan kedua tangannya. Setelahnya dia membukanya dan mengangkatnya ke atas kepalanya, seolah dia tengah membawa Trofi Liga Champions UEFA. Cahaya putih berkilau melalui syal itu dan mengenai matanya, tapi dia tak mengalihkan pandangan dari syal itu. Dengan suara gemetar, Dawson bergumam, "Sejak aku berusia empat tahun, aku ikut ayahku ke City Ground untuk menonton pertandingan sepakbola. Saat itu aku belajar membuka syal dan berteriak 'Forest!''Forest!', sambil memimpikan diriku bermain bola untuk tim Nottingham Forest, memenangkan pertandingan bagi puluhan ribu fans seperti ayahku."
Ruang ganti pemain itu benar-benar sunyi, sementara tatapan semua orang terpaku pada syal yang ada di tangan Dawson.
"Saat aku masih muda, kapanpun aku ingin mendengar cerita ayahku, dia akan selalu berbicara tentang gelar juara Liga Champions UEFA dua kali berturut-turut yang dimenangkan oleh Forest, dan kisah tentang rentetan 42-kali kemenangan beruntun tanpa kalah. Meski begitu, aku tak pernah bosan mendengarnya. Setiap kali dia berbicara tentang dua gelar juara, dia akan meniru komentator di radio dan berteriak, 'Trevor Francis!''John Robertson!''Tim Nottingham Forest adalah juara, juara Liga Champions UEFA!'" Dawson menghela napas dan berkata, "Syal ini lebih tua dari usiaku. Tapi saat aku akhirnya diterima di tim pemuda Nottingham Forest saat aku berusia sepuluh tahun, tim ini sudah didegradasi..."
Ilustrasi Dawson membuat Des Walker teringat memori lama. Meski dia tak merasakan sakitnya saat Nottingham Forest didegradasi, Walker telah ikut mengalami sendiri kejayaan terakhir tim ini. Hingga saat ini, dia masih ingat momen yang dihabiskannya di stadion City Ground. Dia bahkan masih ingat gol bunuh dirinya yang membuat gelar juara FA Cup Inggris yang diimpikan oleh manajer Clough terlepas dari jangkauan. Saat itu, Walker menangis di depan manajer yang sudah dianggapnya seperti ayahnya sendiri, Brian Clough.
Dia dan Stuart Pearce berpasangan untuk membentuk pertahanan level timnas, yang seolah tak bisa ditembus. Pada saat itu, tim sepakbola mereka dipenuhi banyak pemain berbakat, Franz Carr, Neil Webb, Ian Bowyer, Nigel Clough, John Robertson, Roy Keane... Mereka tak kenal takut saat mereka bermain bersama-sama, dan bahkan lima kali juara Liga Champions UEFA, Liverpool, merasa terancam saat melawan mereka.
Masih ada orang lain yang juga tersentuh dalam cara yang sama. Dia adalah orang berambut putih yang bersembunyi di pojok ruangan.
Dawson melanjutkan, "... Aku tidak tahu berapa lama Nottingham Forest tinggal di Liga Satu, aku tak pernah menghitungnya. Setiap tahun, sebelum musim yang baru dimulai, orang-orang akan mengatakan bahwa kami tak seharusnya tinggal di Liga Satu, dan bahwa kami seharusnya kembali ke Liga Utama Inggris. Tapi, saat musim berakhir, kami akan masih berada di Liga Satu. Banyak orang kehilangan kepercayaan mereka, dan mereka pergi untuk berbagai alasan. Aku juga tahu bahwa setelah musim itu berakhir, jelas akan ada pemain yang keluar dari tim. Dimana, kami akan sekali lagi menunggu kelompok rekan setim yang baru, memulai musim yang baru lagi. Rekan setim kami berubah dari waktu ke waktu, pelatih kami berganti dari yang satu menjadi yang lain, dan satu-satunya hal yang tetap tak berubah adalah fakta bahwa kita masih berada di Liga Satu. Aku benar-benar ingin sekali bermain di Liga Utama Inggris, dan aku merasa selama kita diberi kesempatan, kita juga bisa membuktikan kalau kita mampu bermain di Liga Utama Inggris!" Setelah mengatakan itu, nada suara Dawson terdengar lebih serius, dan dia juga tampak sedikit kesal, "Aku tidak bisa menunggu musim depan atau musim depannya lagi, aku ingin membuktikan sekarang kalau kita juga bisa berkompetisi di Liga Utama Inggris! Bukankah West Ham United merupakan tim Liga Utama Inggris? Bertanding melawan mereka bisa dianggap seperti pertandingan Liga Utama Inggris, kan? Kita melihatnya seperti itu saja! Dengan mengalahkan mereka, itu membuktikan kalau kemampuan kita memang melampaui Liga Utama Inggris! Aku minta kalian semua membantuku bertanding di Liga Utama Inggris!"
Melihat cahaya yang memancar dari pemuda berusia 19 tahun ini, Tang En tiba-tiba merasa kalau keputusan untuk menjadikannya kapten memang sudah tepat. Apa ada orang lain yang lebih sesuai untuk ini? Pidato yang sudah dipersiapkan oleh Tang En kini tak lagi diperlukan, karena tindakan pemuda itu jauh lebih mengesankan daripada apa yang bisa dilakukan oleh aktor yang buruk sepertinya.
Tang En mengangkat tangannya dan berkata dengan suara keras, "Sekarang, aku punya metode untuk menyelamatkan situasi di babak kedua. Tapi aku butuh orang-orang yang benar-benar ingin bermain sepakbola, benar-benar ingin bertanding dengan baik, untuk bisa menjalankan rencana ini. Aku tidak membutuhkan pemain setengah-tidur yang masih belum bangun sepenuhnya, juga aku tidak membutuhkan pengecut yang sudah percaya bahwa kita akan kalah. Apa yang kubutuhkan adalah pejuang, pejuang yang bersedia meninggalkan semua hal untuk kemenangan! Siapa yang ingin menjadi orang seperti ini? Berdiri!"
Semua orang di ruang ganti itu berdiri pada waktu yang bersamaan.
Tang En tersenyum, "Bagus sekali, pejuang."
Dua orang masih mendengarkan diluar pintu. Nigel Doughty menurunkan suaranya dan memanggil nama putranya.
"Edward."
"Aku disini, ayah."
"Kau benar, sekarang bukan saat yang tepat bagi kita untuk masuk dan menyapa mereka. Ayo kita pergi. Aku akan menemukan waktu lain untuk mengatur pertemuan dengan kelompok pejuang itu." Selesai mengatakan ini, dia berbalik dan perlahan berjalan menjauh.
Edward berbalik dan melihat ke arah pintu ruang ganti sekali lagi sebelum dia berjalan mengikuti ayahnya.
Di dalam ruang ganti pemain, Tang En menggunakan setiap menit yang tersisa untuk memberitahu para pemain tentang taktik babak kedua. Dia tak punya waktu untuk bicara omong kosong, karena hanya ada waktu lima menit sebelum babak kedua dimulai. Tang En baru menyadarinya setelah Walker mengingatkannya. Saat ini, dia tak punya kebebasan untuk meratapi takdirnya yang tiba-tiba saja berubah. Empat hari yang lalu, dia masih seorang pria Cina tak dikenal yang bermalas-malasan. Empat hari kemudian, dia bisa menjadi bagian dari sebuah pertunjukan luar biasa di ruang ganti pemain tim sepakbola profesional, serta berbicara tentang taktik ke sebuah tim yang terdiri atas para pemain sepakbola profesional.
Tang En dengan cepat menggambar formasi West Ham di atas papan taktik. Set formasi ini adalah informasi yang diperolehnya berbasis pada pengamatannya di babak pertama.
"Inti dari West Ham United adalah kapten mereka, Joe Cole, serta banyak lagi pemain dengan skill tinggi lainnya. Taktik tim mereka sangat cermat, dan mereka memiliki sinergi yang bagus. Jenis tim seperti ini sangat sulit untuk dilawan, tapi bukan berarti tak bisa dikalahkan. Meski tim mereka tampak bermain dengan bagus, sebenarnya ada masalah tersembunyi yang sangat serius. Di babak pertama, mereka berhasil memimpin skor dengan 3:0. Selain itu, kita adalah tim Liga Satu, satu divisi lebih rendah daripada mereka. Bagi West Ham, pertandingan yang paling penting bagi mereka bukan lagi pertandingan saat ini. Melainkan, pertandingan babak ke dua puluh tiga Liga Utama Inggris melawan Newcastle. Apa kalian paham apa yang kumaksud?" Tang En mengangkat kepala dan bertanya, juga memberikan jeda sejenak bagi para pemain yang mendengarkan untuk mencerna apa yang barusan mereka dengar. Membombardir mereka dengan semua informasi sekaligus bukanlah langkah yang bagus.
Meski para pemain mungkin masih sedikit bingung, dua asisten pelatih paham dengan jelas apa yang dimaksud olehnya.
Meski baru berjalan separuh musim, peluang West Ham United untuk bisa tetap berada di Liga Utama Inggris sangatlah tipis. Tampak jelas bahwa kualifikasi untuk bisa tetap berada di Liga Utama Inggris jauh lebih penting daripada pertandingan FA Cup. Mengingat situasi ini, memimpin dengan tiga gol, mereka mungkin akan menahan diri untuk bermain penuh, baik dari segi taktik maupun dari segi performa pemain. Selain itu... mereka juga akan meremehkan pertandingan ini. Sebaliknya, keuntungan apa yang dimiliki Forest? Meski performa tim sepakbola saat ini sangat mengecewakan, mereka tak perlu cemas akan didegradasi ke liga dibawahnya, dan bisa memberikan seluruh energi mereka ke babak kedua ini. Tim yang sepenuhnya fokus versus tim yang tidak fokus sama sekali, perbedaannya sangatlah besar...
Memang, kata-kata Tang En selanjutnya menegaskan dugaan mereka.
"Di babak kedua, West Ham United jelas akan kehilangan fokus dan tak lagi menunjukkan kondisi luar biasa seperti yang mereka tampilkan di babak pertama. Oleh karena itu, kita akan menggunakan celah ini dan menyerang mereka hingga mereka tak bisa bereaksi tepat waktu! Selain itu, koordinasi West Ham terutama terfokus pada koordinasi kaki mereka yang lincah. Kita tak akan menantang mereka dengan skill. Aku berharap setiap diri kalian mengingat ini. Setiap orang dari kalian, mulai dari striker hingga kiper, harus mengikuti taktik yang akan kuberikan padamu – ambil bola dengan kasar dan gunakan aksi-aksi yang lebih besar. Kalau Joe Cole berhasil mendapatkan bola, segera ambil kembali darinya dan bersikap kasarlah saat kalian melakukannya! Aku tak peduli dengan berapa banyak pelanggaran yang kalian buat, selama mereka tak bisa masuk ke area penalti kita. Akan lebih baik lagi kalau kalian bisa membuat satu atau dua orang pemain diganti. Ingat, kalian harus bermain keras! Ini bukan hanya sekadar pertandingan sepakbola, tapi ini perang! Di situasi dimana kedua tim memiliki peluang 50-50 untuk menguasai bola, kalian semua harus memperolehnya. Jangan takut cedera. Karena lawan pasti akan menyerah untuk mengejar bola semacam ini, itulah peluang kita! Kalau kita ingin menyelamatkan situasi di lapangan, kita harus banyak menggunakan kontak tubuh. Setelah mereka takut, itu akan menjadi kesempatan yang bagus bagi kita untuk membalas dan memperoleh kemenangan!"
"Biar kukatakan pada kalian tentang hubungan West Ham dengan kita. Mereka mirip seperti bangsawan tinggi dan mulia, yang memiliki gaya hidup mewah dan terjamin. Kalau begitu, siapa kita? Kita adalah Robin Hood, pihak yang menjatuhkan para bangsawan! Kita adalah mereka yang tak punya apa-apa, karenanya kita tak perlu takut kehilangan apa-apa. Sebaliknya, merekalah yang seharusnya takut. Kita berada di Nottingham, dikelilingi hutan Sherwood. Ini adalah tempat yang familiar bagi kita, lahan kita! Di dalam hutan, bandit yang berani tak pernah kembali dengan tangan kosong. Kalau kita mencetak gol satu kali, kita akan ketinggalan dua poin. Kalau kita mencetak dua gol, kita hanya akan ketinggalan satu gol.. kalau kita mencetak empat gol atau lebih, kita akan menang!"
Tang En mengepalkan tinjunya dengan erat, seraya memukul papan taktik.