Matahari pagi yang cerah membangunkan Tang En. Sinar matahari menyinari kamarnya dari jendela yang terbuka, dan karenanya dia tiba-tiba merasakan silau dan panas di wajahnya. Dia membuka matanya dan jam dinding menunjukkan pukul 9:40 pagi
Tang En menyeka air liur dari bantal dan bibirnya lalu duduk. Kepalanya sakit. Saat dia menggosok pelipisnya, dia mencoba mengingat bagaimana dia bisa pulang semalam dan bagaimana dia bisa membuka pakaiannya sebelum tidur. Dia hanya ingat bahwa dia dan para penggemar mabuk lainnya minum gila-gilaan, tapi dia tak ingat berapa banyak persisnya yang diminum olehnya. Dia membuka dompet dan melihat semua uangnya tak ada disana. Tang En memaksa diri tersenyum; sekarang dia punya dugaan tentang seberapa banyak dia minum kemarin.
Melompat turun dari tempat tidur, dia berdiri di depan jendela dengan hanya memakai pakaian dalam. Dia menatap langit, awan, dan matahari yang cerah lalu tersenyum. Hari ini akhirnya menjadi lebih baik setelah hujan begitu lama. Dia telah meyakinkan orang-orang di bar tentang teori taktisnya semalam. Apa yang dibutuhkannya sekarang adalah menanamkan pola pikir ini jauh ke dalam diri para pemainnya, para penggemar, para manajer, dan hati Ketua Doughty dan membuat mereka menerimanya juga.
Itu bukan tugas yang mudah.
Tang En mengangkat tangannya, ingin menyentuh langit.
"Untuk kemenangan ... Selamat pagi!"
Nottingham Forest kehilangan salah satu pemain mereka tepat saat periode transfer musim dingin hampir ditutup. Ini adalah transaksi pertama Tang En sejak ia menjadi manajer utama. Jack Lester telah membuat keputusan untuk meninggalkan tim. Kontraknya sudah habis, dan dia tak meminta perpanjangan kontrak dengan klub. Bahkan, dia sudah memberi tahu klub kalau dia akan pergi, dan tim pemasaran Forest telah mencarikan pembeli untuk Lester. Pada awalnya, tak mudah mencari pembeli untuknya. Tapi setelah melihat pertandingan Piala FA Inggris, dimana ia menangani bola dengan spektakuler, ia berhasil menarik banyak perhatian. Empat klub mengajukan penawaran dan akhirnya Sheff UTD mendapatkan kontrak dengan Lester selama dua tahun dengan harga £300.000.
Tang En tak terkejut dengan keputusan Lester, karena dia tahu bahwa pada akhirnya Lester akan pergi. Setidaknya Lester bersikap terus terang dan memberi tahu klub bahwa ia tak ingin memperpanjang kontraknya, sehingga memberikan waktu bagi klub untuk mendapatkan pembeli. Kalau dia tidak memberi tahu klub dan pergi begitu saja setelah kontraknya berakhir, Forest takkan bisa mendapatkan apa-apa. Meskipun £300.000 kedengarannya tidak banyak, sebagai tim yang sedang mengalami krisis keuangan, setiap sen-nya berharga.
Tang En tidak menyangka Lester akan benar-benar berterima kasih padanya sebelum pergi.
Saat itu, Tang En sedang memakai kacamata hitam dan melihat tim berlatih dari tepi lapangan. Semua orang cukup tenang. Para pemain sudah terbiasa dengan gaya Tang En dan tak lagi menganggapnya aneh.
Lester telah kembali untuk mengambil barang-barangnya dari ruang ganti, tapi dia tidak segera pergi.
Dia berjalan kembali dan mendekati Tang En.
Tang En melepas kacamata hitamnya dan memandang Lester. "Jack, ada yang ingin kaukatakan padaku?"
"Aku ingin mengucapkan terima kasih."
"Hah?"
Lester baru akan memanggil Tang En "bos", lalu ingat bahwa ia tak lagi berada di tim Forest. "Ya. Aku menghargai apa yang Anda katakan padaku di babak pertama pertandingan West Ham. Lihat kan, aku mendengarkan apa yang Anda katakan, dan sekarang aku bermain sepak bola untuk diriku sendiri. Aku bisa mendapatkan kontrak yang layak." Dia mengangkat tangannya. "Kalau hari itu Anda tidak mengingatkanku, aku mungkin masih menjalani hidup tanpa arti."
Tang En tersenyum. "Bagus. Apa kau masih ingin mendengarkan apa yang kukatakan?"
Lester mengangguk.
"Di mana pun kau bermain sepak bola, ingatlah bahwa kau adalah pemain profesional, dan kau harus layak atas setiap sen yang kau peroleh."
"Terima kasih, Manajer. Aku mengerti."
"Kau harus pergi. Aku mendoakan yang terbaik untukmu, Jack." Tang En menunduk dan kembali memakai kacamata hitamnya.
"Yang terbaik untukmu juga, Manajer." Lester berbalik dan berjalan keluar.
Kepergian Lester tak menyebabkan masalah apapun di ruang ganti Forest, karena semua orang adalah pemain profesional dan sudah terbiasa dengan hal semacam ini. Dan selain itu, hal semacam ini telah terjadi beberapa kali dalam dua tahun terakhir.
Sebenarnya, kepergian Lester justru membantu Tang En. Pada mulanya, Lester, Harewood, dan Johnson sama-sama memiliki kesempatan untuk bermain, dan tak satu pun dari mereka akan senang dengan jatah tanding yang lebih sedikit, yang membuat Paul Hart kesulitan untuk memutuskan. Sekarang Tang En memiliki David Johnson dan Marlon Harewood sebagai strikernya, yang satu memiliki kecepatan dan kekuatan, sementara yang lainnya memiliki stamina dan pandai menggiring bola. Bagi Tang En, ini adalah kecocokan yang hampir sempurna untuk striker. Meskipun skill Johnson mungkin tidak lebih baik daripada Lester, tapi Tang En menyukai sikap dan kerja tim yang ditunjukkan olehnya. Striker seperti itu akan tetap mematuhi ideologi taktik dan selalu mengikutinya tanpa membuat keputusannya sendiri.
Untuk alokasi pemain, Tang En menyingkirkan bek kanan asal Prancis Matthieu Louis-Jean, karena ia tak tahan dengan kecerobohannya dalam melakukan pertahanan di sayap kanan. Kalau bukan karena dia, Tang En pasti sudah mendapatkan kemenangan pertamanya di Coventry City. Tang En menjadikan pemain Irlandia berusia 20 tahun, John Thompson, sebagai pemain sayap belakang. Kecuali lemparan masuknya yang agak lemah, dia masih pemain yang cakap. Tang En akan bisa menugaskan orang lain untuk melakukan lemparan masuk. Keahlian Thompson dalam menyundul bola akan memungkinkannya membantu bek tengah dalam bertahan dan bahkan membantu lini tengah, yang memang dibutuhkan Tang En.
Tang En tidak mengubah alokasi lain apa pun selain bek kanan. Formasinya akan tetap paralel tradisional 4-4-2. Tang En ingin menggunakan pola berlian tengah 4-4-2, karena dia selalu menggunakan formasi ini tiap kali ia memainkan game Football Manager, yang terfokus pada menyerang bagian sayap dari depan. Tapi, formasi semacam ini tidak terlalu berguna selama latihan karena tidak semua pemain terbiasa dengan ini, mengingat fakta bahwa mereka telah bermain paralel 4-4-2 dalam jangka waktu yang lama. Mereka tidak yakin dengan rute mereka dalam formasi berlian. Selain itu, tidak ada pemain di garis depan yang bisa memenuhi harapan Tang En, meskipun pada awalnya dia mengira Ian adalah orangnya. Masalahnya, Ian akan kehilangan ketenangannya setiap kali dia memasuki area gawang lawan saat latihan. Masalah dengan Andy Reid adalah bahwa ia lebih suka berada di posisi sayap.
Tang En menghela nafas dan menyerah dalam menggunakan formasi berlian, yang membuat seluruh tim merasa lega. Para pemain Inggris ini telah bermain paralel 4-4-2 selama bertahun-tahun, dan formasi itu sudah sangat berakar di tubuh mereka dan jelas sulit bagi mereka untuk beradaptasi dengan formasi baru.
Meskipun formasi tak akan diubah, Tang En ingin mengubah pemahaman mereka tentang taktik, sama seperti bagaimana ia meyakinkan Walker dan Burns.
Tang En memisahkan para pemain lini tengah menjadi dua tim, dipimpin oleh Walker dan Bowyer. Kedua tim melatih diri mereka sendiri dengan umpan-umpan cepat yang mengharuskan mereka untuk memulai dari lingkaran kickoff dan tidak boleh melebihi lima umpan sebelum mereka memasuki area gawang. Latihan ini dirancang khusus dan Tang En mengamati para pemain dan mencatat semua celah dan masalah yang dilihatnya sehingga ia bisa memodifikasi latihan agar lebih sesuai bagi para pemain. Dia tidak berharap tim bisa sepenuhnya memahami taktiknya dan langsung menjadi sangat bagus dalam hal itu. Yang ingin dilihatnya adalah beberapa perubahan.
Di awal bulan Februari, Nottingham Forest harus melawan Crazy Gang Wimbledon di stadion kandang mereka untuk pertandingan liga ke-30. Tang En ingin melihat beberapa perubahan di pertandingan mendatang ini, dan yang paling penting, ia membutuhkan kemenangan untuk membuktikan dan memperkuat taktik barunya.
Kalah akan menghancurkan segalanya, sementara menang akan membantu menyelamatkan segalanya.
Untuk menang atau tidak menang? Itu pertanyaannya ...
Tang En pernah bermain game berjudul CM (Champion Manager) sebelum dia berakhir menjadi Twain. Wimbledon dianggap berada di Liga Satu dalam game itu, meskipun tim itu memiliki beberapa pemain kuat. Kalau sepenuhnya tergantung pada skill para pemain, secara teoretis mereka akan bisa kembali ke Liga Utama setelah satu musim.
Tapi kebenarannya adalah ... dari 29 pertandingan liga saat ini untuk musim 02-03, mereka telah mengumpulkan 35 poin dan berada di peringkat ke-17.
Kenyataannya adalah Tang En tidak tahu ada perbedaan antara data aktual dan data Wimbledon yang sangat bagus di dalam game. Dalam kehidupan nyata, Wimbledon tidak lagi resmi menjadi Crazy Gang, setidaknya penggemar London mereka takkan menyebut diri mereka seperti itu lagi. Tim ini baru saja pindah dari Wimbledon, di mana mereka telah eksis selama 97 tahun, dan dipindahkan ke kota satelit, Milton Keynes, yang berlokasi di London Utara. Mereka bahkan mengubah nama mereka menjadi Milton Keynes Dons setelah dua musim.
Tapi, Crazy Gang baru yang telah dikenal luas adalah AFC Wimbledon, yang baru berdiri selama setengah tahun. Ini adalah klub amatir yang diprakarsai oleh fans Wimbledon, dan mereka menggunakan warna logo dan jersey yang sama seperti Wimbledon yang jaya di masa lalu. Tim ini berpartisipasi dalam banyak pertandingan liga non-profesional. Perusahaan SI yang merancang game CM mensponsori klub ini dan mencetak logo perusahaan mereka disana. Banyak pemain game CM lama akan mengingat halaman sampul CM4, yang menggambarkan seorang penjaga gawang sedang melompat dan memiliki simbol SI di kausnya. Orang itu adalah penjaga gawang AFC Wimbledon. Karena sponsor dari perusahaan SI, ada banyak pemain kuat dalam game CM. Misalnya, "jenius dribbling" yang merupakan bocah 15 tahun, Serge Makofo, di dalam CM4, dalam kehidupan nyata hanyalah pemain biasa yang tidak memiliki kecepatan, dribbling, maupun power yang luar biasa. Contoh lainnya adalah pemain sayap kiri yang berbakat di dalam game, Lionel Morgan. Pada kenyataannya, ia pensiun pada usia 21 dan menjadi manajer.
Tang En tidak tahu tentang ini sebelumnya, dan sebenarnya, informasi semacam itu takkan bisa membantunya sama sekali. Satu-satunya hal yang perlu dia ketahui adalah bahwa performa Wimbledon saat ini buruk dan mungkin hal ini terkait dengan kepindahan markas mereka.
Empat pertandingan liga terakhir mereka tidak buruk. Mereka tidak kalah, juga tidak menang. Pertandingan mereka yang ke-23, 24, 28, dan 29 semuanya berakhir imbang. Pertandingan liga ke-26 dan 27 mereka ditunda, yang entah bagaimana turut mempengaruhi peringkat mereka.