Untuk menjadi seorang asisten yang baik, kau perlu mengenal bosmu dengan baik, dan kau perlu mengenal dia lebih baik daripada orang lain.
Bekerja di bidang bisnis selama bertahun-tahun, Lin Mochen lebih memahami hal ini daripada Lin Qian. Sehingga ketika Lin Qian pulang ke rumah malam itu, dia mendapat sebuah email dari kakaknya.
Di dalam email itu terdapat semua informasi pribadi Li Zhicheng. Pengalamannya sederhana dan semuanya dituliskan hanya dalam beberapa baris.
Dia adalah putra kedua dari Xu Yong, Presiden komisaris Aida, dan cucu termuda dari seorang komandan prajurit di distrik militer barat daya. Tiba-tiba semua menjadi jelas.
Dia terlahir dengan sendok perak di mulutnya. Tidak mengherankan dia bergabung dengan tentara. Memiliki karir bisnis mungkin bukan hal yang semula ingin dilakukannya.
Dia memiliki rekor yang cemerlang dalam beberapa tahun pertamanya. Di universitas, dia mendapatkan penghargaan seperti "Kinerja militer terbaik" dan "Penghargaan kepemimpinan di Forum Mahasiswa Militer Global." Setelah bergabung dengan ketentaraan, dia memenangkan lebih banyak penghargaan, seperti "Jasa personal Kelas
Juga terdapat informasi yang tidak begitu penting mengenainya di dalam email. Lin Qian pun penasaran bagaimana bisa Lin Mochen mendapatkan informasi tersebut.
Misalnya, dia telah memberikan bantuan finansial kepada sejumlah anak-anak putus sekolah menggunakan dana gaji militernya tetapi dia menolak untuk bertemu dengan anak-anak itu secara langsung. Itu mengingatkan Lin Qian akan peristiwa yang mereka hadapi di dalam kereta. Li Zhicheng telah meminjamkan ruang tidurnya kepadanya, namun menolak untuk berbicara kepadanya. Seberapa dia membenci berbicara dengan orang lain? Dia sangat aneh!
Sepotong informasi lain adalah dia tidak memiliki seorang pacar dan kelihatannya tidak pernah mempunyai seorang pacar pun. Hal itu mengejutkan Lin Qian. Dia sudah berusia 25 tahun! Kehidupan militer pasti sarat dengan berpantang dan membosankan.
Dalam perjalanannya untuk bekerja di hari berikutnya, Lin Qian masih memikirkan tentang informasi baru itu. Dia lajang. Itu bagus karena aku tidak akan perlu berurusan dengan kehidupan pribadinya yang kemungkinan rumit seperti yang dilakukan oleh sejumlah asisten dan sekretaris. Dia tidak memiliki seorang sekretaris, suatu hal yang harus kupertimbangkan. Aku sebaiknya meminta departemen SDM untuk merekrut seorang sekretaris untuknya. Seseorang yang cerdas dan berkompetensi, tetapi tidak terlalu cerdas dan berambisi sehingga dapat mengancam keberadaanku di masa yang akan datang.
Hari menjelang siang ketika Lin Qian tiba di kantor.
Dia sengaja datang lebih awal. Seorang asisten harus, tentu saja, datang sebelum atasannya. Sebagai seorang veteran, Li Zhicheng pasti memiliki sebuah kebiasaan untuk bangun pagi. Siapa yang tahu dia akan muncul pada jam-jam aneh.
Hari sebelumnya, segera setelah rapat mereka, dia menerima notifikasi pengangkatan dirinya sebagai Asisten Presiden Direktur dari departemen SDM. Lin Qian segera membereskan barangnya dan memindahkannya ke sebuah bilik kerja diluar kantor Presiden Direktur di lantai paling atas. Walaupun enggan berpisah dengannya, kedua gadis itu, Song Xianxian dan Yang Xiru, sangat iri terhadapnya. Namun berdasarkan pesan dari SDM, posisinya masih berada di bagian Staf Kantor Kepresidenan, sehingga kedua gadis itu masih akan berada dibawah bimbingannya untuk saat ini.
Membuka pintu kantor dengan lembut, Lin Qian menemukan ruangan yang gelap dan kosong. Sepertinya tidak ada seorang pun di dalam.
Lin Qian kemudian menyalakan lampu.
Ditinggalkan oleh Presiden Direktur sebelumnya, ruang kantor itu telah dilengkapi dengan perabot yang elegan dan mewah,dengan penerangan yang cerah. Kini setelah pemilik yang baru datang, Rak buku hitam yang tinggi hampir dikosongkan seluruhnya. Kabinet dokumen yang ada di sebelahnya juga kosong. Ruangan yang luas itu tampak lenggang.
Sejumlah surat kabar tersebar diatas meja. Lin Qian merapikannya, dan mengembalikan kursi pada posisinya dibalik meja. Dia kemudian mengeluarkan teh yang terbaik dari lemari dan mencari cangkir-cangkir.
Hmm, dimanakah cangkir-cangkir itu? Ketika aku masuk kemarin, kupikir aku melihat satu diatas meja. Oh tunggu, itu sebenarnya hanya sebuah termos militer besar yang berwarna hijau. Yah, itu tidak ada disini sekarang.
Dia mencari cangkir teh ke sekeliling ruangan, sambil bergumam, namun tidak berhasil. Dia akhirnya membuka pintu yang menuju ke balkon.
Menengadah, dia terkejut.
Balkon itu juga dibangun atas kehendak Presiden Direktur sebelumnya yang menyukai kemewahan. Terdapat lapangan golf mini di satu sisi dan sebuah payung pantai dengan beberapa kursi patio di sisi lainnya.
Li Zhicheng sedang duduk di salah satu bangku kayu, dengan busana setelan jas. Dia tidak menggunakan sebuah dasi dan kerah kemejanya sedikit terbuka. Dia terlihat tenang dan santai, penampilan yang jarang tampak padanya. Dia memegang sebuah buku yang terbuka di satu tangan dan tangan lainnya tersandar di sandaran lengan kursinya.
Mendengar pintu terbuka, dia meletakkan bukunya dan berpaling.
Segera setelah Lin Qian tiba di tempat itu, pikiran pertama yang terlintas di benaknya adalah, Sial! Pukul berapa kemungkinan dia sudah bangun? Apakah ini berarti aku harus bangun lebih pagi untuk mendahuluinya di sini?
Reaksinya berikutnya adalah melihat ke sekelilingnya dengan cepat.
Yah, bukan hal yang mengejutkan termos militer raksasanya ada di atas meja kopi di sampingnya. Sepertinya ada teh yang gelap dan harum didalamnya. Jadi dia suka minum teh fermentasi Pu-erh. Dan buku di tangannya adalah...huh? Seni Perang Sun Tsu? dia memiliki edisi klasik yang telah usang.
Di dekat lututnya ada beberapa lembar kertas, dengan catatan yang ditulis dengan pena. Lin Qian melirik kearah kertas itu. Tulisan tangannya jelas dan tegas. Lin Qian melihat banyak perkataan dan ungkapan seperti "Bayar kembali seseorang dengan uang koin mereka,""Bertipu muslihat di satu tempat dan menyerang dari tempat lain,""Sesuaikan perbuatan dengan perkataan", dan "Menunggu dengan tenang sampai musuhmu kelelahan," dan sebagainya.
Lin Qian menatap balik ke arahnya dan menemukan pria itu sedang menatapnya dengan matanya yang gelap dan jernih.
Mereka berpandangan satu sama lain. Dia perlahan mulai menutup bukunya, meletakkan lembaran kertas didalamnya, dan berdiri tanpa ekspresi.
Berpikir tentang apa yang sedang dilakukan Li Zhicheng sekarang dan apa yang telah dipelajarinya tentang pria itu tadi malam, Lin Qian segera mengetahuinya.
Apakah dia mempelajari strategi dan taktik militer, sesuatu yang sudah dipahaminya, untuk mencoba mengaplikasikannya dalam medan bisnis?
Li Zhicheng berjalan ke arahnya. Dia langsung tersenyum kepadanya dan berkata, "Selamat Pagi Tn. Li."
"Pagi." Suaranya tenang dan terkendali. Dia berjalan melewati Lin Qian tanpa emosi.
Lin Qian segera membalikkan badan dan mengikutinya kembali masuk ke ruangan.
Sepertinya atasannya mengandalkan taktik perang untuk menyelamatkan bisnisnya. Untuk itu, Lin Qian hanya dapat menyilangkan jari berharap yang terbaik.
Ketika dia memulai karir bisnisnya, Lin Qian juga membeli setumpuk buku mengenai bagaimana mengaplikasikan prinsip perang ke dalam bisnis; dia telah mencoba mengumpulkan ide-ide yang berbeda dan menyimpan ide yang penting sembari membuang yang tidak berguna.
Buku-buku itu seperti 36 Tipu Muslihat Militer yang Diaplikasikan dalam Bisnis, Rahasia Seni Perang dalam Bisnis, dan seterusnya. Namun yang didapatkannya dari buku-buku itu hanyalah sekedar cerita menarik dalam perang-perang kuno. Dia menganggap diskusi panjang mengenai aplikasi ilmu militer dalam bisnis adalah hal yang menjemukan dan membuang waktu. Dia tidak berpikir bahwa seseorang dapat menjadi pelaku bisnis yang sukses hanya dengan membaca sejumlah buku mengenai seni perang. Diantara dua medan itu, masih terdapat jalan panjang yang harus dilalui. Itu akan melibatkan banyak pengalaman di dunia nyata dan perseteruan sengit di dalam medan bisnis.
Namun sebagai seorang asisten yang baru saja memulai pekerjaannya, Lin Qian tidak akan mengatakan pada atasannya bahwa ia melakukan hal yang tidak berguna. Ada banyak kesempatan di masa yang akan datang untuk berbuat demikian.
Untuk saat ini, dia akan melakukan persis seperti apa yang diharapkan darinya.
Melihat Li Zhicheng duduk di belakang meja eksekutifnya, Lin Qian bertanya dengan sebuah senyuman, "Apakah anda sudah sarapan? Restoran di bawah seharusnya sudah buka sekarang. Bubur dan roti isi daging mereka cukup enak. Saya belum sarapan, apakah anda mau saya belikan sesuatu?"
Lin Qian berpikir bahwa dirinya sudah menyusun kalimatnya dengan pantas tanpa menunjukkan perhatian berlebihan kepada atasannya namun masih mempertimbangkan segala kebutuhannya. Li Zhicheng tampaknya seseorang yang terbiasa menyantap sarapan.
Li Zhicheng menengadah dan memandang sekilas ke arahnya. "Tidak usah."
Terdiam sesaat, dia kemudian berdiri dan berjalan keluar dari ruangan.
Lin Qian tidak terusik dengan sikapnya dan melanjutkan merapikan ruangan kantor.
Dua puluh menit kemudian, Lin Qian telah selesai merapikan semua buku dan dokumen. Akhirnya, dia meletakkan sebuah tanaman dalam pot kecil, yang dibawanya sendiri, diujung meja kerjanya. Bertepuk tangan dalam kepuasan, dia pun merasa nyaman di mejanya.
Masih satu jam lagi sebelum jam kerja resmi dimulai, belum ada orang lain di lantai atas. Lin Qian baru saja hendak berdiri dan turun ke lantai bawah untuk sarapan ketika dia mendengar langkah pendek dan mantap berjalan di sepanjang lorong.
Suara langkah kaki itu seperti.....
Lin Qian menengadah dan melihat Li Zhicheng kembali masuk. Sosoknya yang tinggi berdiri tegap. Kulitnya cerah dan ekspresinya terlihat rileks. Dengan satu tangan di dalam saku celananya dan tangan lainnya membawa kantung plastik kecil. Aroma uap panas dari benda di kantung itu tercium di udara.
Lin Qian menahan tawanya.
Yah, dia tidak mau Lin Qian membelikan sarapan untuknya, tetapi dia tetap pergi dan membelinya sendiri.
Dia berjalan melewati pintu kaca yang terbuka. Dengan senyuman sopan di wajahnya, Lin Qian menunggunya untuk masuk ke ruangan kantornya. Tak disangka, dengan mantap dia berpaling untuk meletakkan kantung plastik itu di meja Lin Qian dan kemudian membalikkan badannya untuk masuk ke dalam ruangannya.
Lin Qian menghentikan dia. "Tuan Li, apakah ini....."
"Aku sudah sarapan," dia berkata dengan santai.
Lin Qian sangat terkejut. Jadi ini...
"Lin Qian," dia berkata dengan gagah, "Aku tidak perlu seorang wanita untuk melakukan tugas harian untukku, walaupun dia ajudanku."
Kemudian, sekitar pukul sembilan di pagi hari, Setelah menyantap sarapan besar, Lin Qian duduk di bilik kerjanya dengan suasana hati yang bagus. Dia mulai memilah-milah dokumen yang baru saja diserahkan dari departemen-departemen untuk ditinjau oleh Li Zhicheng.
Pintu ruang kantornya tertutup. Gu Yanzhi sedang berada di dalam rapat dengannya. Sekitar setengah jam kemudian, Gu Yanzhi keluar. Dia tersenyum pada Lin Qian dan memintanya untuk masuk ke dalam ruangan.
Langsung ke pokok permasalahan, Gu Yanzhi berbicara dengan senyum tipis di wajahnya, "Lin Qian, aku tidak akan berbasa-basi. Ini pertama kalinya Presiden Li memimpin di perusahaan ini. Terus terang, dia seharusnya diberikan seorang asisten yang lebih berpengalaman. Namun kami ingin memberimu kesempatan. Lakukan pekerjaanmu dengan baik, dan gunakan akalmu untuk hal-hal yang menjadi perhatiannya."
Gu Yanzhi adalah seseorang yang berpengalaman di medan bisnis. Pesan yang disampaikan olehnya adalah kombinasi dari ancaman dan pujian, serta penghargaan dan sikap meremehkan, yang membuat Lin Qian sedikit khawatir. Dia segera menenangkan dirinya dan menjawab dengan sebuah senyuman, "Baik, Tn. Gu. Akan saya kerjakan."
Terlihat terkejut sejenak, Gu Yanzhi memberikan senyum terakhir kepadanya dan menyuruhnya pergi.