"Kompor induksi, bukan tungku? Yang dipakai untuk memasak, kompor induksi itu?" Sungai Utara si Pendekar Kelana merasa tekanan darahnya meroket.
"Ya." jawab Song Shuhang dengan ragu-ragu.
"Haha, seperti yang diharapkan dari Senior Song," kata si Bulu Lembut.
"Bagaimana dengan panci? Jenis panci apa yang kau pakai?" tanya Sungai Utara si Pendekar Kelana.
"Uh, kalau panci, itu panci untuk masak." Song Shuhang merasa agak malu. Bayangannya tidak cocok dengan gaya Xianxia, jadi ia merasa agak sadar diri.
"Panci untuk masak? Jenis panci apa itu? Tidak… Tunggu, biarkan aku tenang. Kau tidak bermaksud kau memakai panci masak yang untuk memasak makanan, kan?" Sungai Utara si Pendekar Kelana mengetik dengan paksa.
"Ya, itu yang kupakai." tegas Song Shuhang
"…" Sungai Utara si Pendekar Kelana mengirimkan titik-titik.
Sungai Utara si Pendekar Kelana berpikir selama ia mencoba membuat ramuan obat, ia selalu gagal. Orang ini berhasil di percobaan pertamanya walaupun hanya menggunakan kompor induksi dan panci, sedangkan dia masih gagal 2 kali dari 10 percobaan.
Setelah sekian lama, ia menulis, "bisakah aku mengutuk?"
"Apa apaan ini!" Pedang Gila Super Ceroboh mengutuk duluan.
"Apa apaan ini!" Peramal Trigram Abadi langsung menyusul.
"Apa apaan ini!" Ilmuwan Mabuk Bulan mengikuti. Omong-omong tentang Ilmuwan Mabuk Bulan, ia terlihat seperti ia sering muncul, jadi ia salah satu senior yang aktif. Song Shuhang tidak tahu mengapa, tapi ia merasa akrab setiap kali melihat pesan Ilmuwan Mabuk Bulan. Tapi ketika ia berpaling, ia akan melupakannya.
"Kurang ajar kalian bertiga! Sekarang bagaimana aku mengutuk?" kata Sungai Utara si Pendekar Kelana putus asa, "Lihatlah kartu andalanku, @Tabib, waktunya kau muncul, Adik Tabib!"
"Disini." Tabib muncul- selama ini ia membaca log obrolan.
Setelah menghapus dan menulis, ia berhasil membuat kalimat. "Teman, bisa kau jelaskan proses meramu obatmu? Khususnya bahan ke 41 yang tadi kau bilang ada kecelakaan."
Mata si Bulu Lembut berbinar, "Oooh! Senior Song, aku benar-benar ingin tahu tentang langkah ini juga. Aku gagal beberapa kali di langkah ini!"
Dengan si Bulu Lembut di sini, Song Shuhang dengan mudah membaur di grup Sembilan Provinsi Nomor Satu tanpa rasa canggung.
"Tidak masalah, aku akan menjelaskan secara singkat." lanjut Song Shuhang, "Pertama-tama aku memasukkan potongan ginseng, lalu menambahkan sesendok air."
"Tunggu, kau tambahkan air?" tanya Tabib, "Mengapa tambah air?"
"Jika air tidak ditambahkan, lalu potongan ginseng akan kering, kan?" kata Song Shuhang, tapi ia mengerti- orang-orang di grup ini tidak menambahkan air ketika meramu ramuan obat.
"Oh, benar juga. Kau pakai kompor induksi dan panci." desah Sungai Utara si Pendekar Kelana. Mengapa setelah mengetahui kebenaran, aku merasa semakin sakit hati?
Tabib diam-diam mengangguk, "Masuk akal. Kau boleh lanjutkan. Menambahkan air di awal seharusnya tidak terlalu berefek nanti."
Selagi Song Shuhang mulai menjelaskan, semua senior di grup melihat bayangan muncul di pikiran mereka.
Lelaki pintar bernama 'Tertekan oleh Tumpukan Buku' duduk tegak… di sebelah kompor induksi, lalu menaruh panci di atasnya, dan dengan sungguh-sungguh memasukkan bahan-bahan ramuan obat seraya membuat ramuan.
Mengapa ada rasa canggung?
Apa hubungannya kompor induksi dan panci!?
Song Shuhang tidak berpikir panjang; dengan singkat ia menjelaskan proses meramu ramuan obat,menambahi dengan pengertiannya dan pengaturan suhu dan waktu. Saat itu juga, ia juga menjelaskan masalah-masalah yang ia dapat saat membuat ramuan itu.
Mengikuti akun Song Shuhang, dan melihat dia pelan-pelan menganalisa resep yang ia buat, Tabib merasa puas dan kasihan.
"Sampai di bahan ke 41 ramuan itu panci terlempar dan mengeluarkan aroma busuk yang tajam. Ramuan itu terus menerus meluap dan sekejap, hanya ada 1/5 saja," Song Shuhang melanjutkan. "Di tahap ini, aku tidak mengerti mengapa. Aku hanya bisa mengira ini bahan istimewa?"
"Aku juga mengalami situasi itu, ramuan itu meluap setelah itu." seru si Bulu Lembut.
"Aku juga begitu." Peramal Trigram Abadi mengangguk. mereka bukan peramu obat, tapi pendekar, meramu ramuan obat seharusnya tidak sulit.
"Karena bahan ini istimewa- ketika di masukkan, bahan itu langsung mulai pemurnian. Ketika kalian membuat, pengaturan suhu dan waktu tidak memadai, hasilnya seperti ini. Jika kalian ingin menghindari ini, pengalaman harus ditingkatkan, tidak ada jalan lain," balas Tabib.
Begitu juga, jika situasi seperti ini terjadi, hanya bisa diselesaikan dengan pengalaman dan pertimbangan yang cerdas.
"Song Shuhang, bagaimana kau mengatasinya?" tanya Tabib dengan penasaran.
"Aku lihat ramuan itu meluap, jadi pertama-tama aku tambahkan sesendok besar air, berharap meredakan luapan." jawab Song Shuhang sambil mengingat.
"Kau tambahkan air lagi? Oh… mungkin itu cara untuk meredakannya. Lalu? Menambahkan air itu hanya bisa menguranginya, itu menyelesaikan masalah tapi bukan penyakit." tanya Tabib. Saat itu juga, ia berpikir menambah air, tapi ia merenung-jika menghadapi situasi seperti itu, mengganti air untuk ramuan khusus mungkin bisa meringankan penguapan ramuan.
"Lalu, aku hanya memasukkan 4 bahan terakhir sekaligus, dan menaikkan suhu kompor. akhirnya, tutup panci itu terbuka, dengan sekitar 5 sendok penuh dari setengah panci.
"5 sendok penuh, jika kau tidak menggunakan sendok yang anak-anak pakai, 5 sendok itu banyak." desah Sungai Utara si Pendekar Kelana. Biasanya, meramu ramuan obat menghasilkan 3 sendok penuh.
Seberapa ampuh obatnya dibandingkan dengan yang sebelumnya? Oh… aku lupa ini pertama kalinya kau membuat ramuan obat," kata Tabib dengan sedih. "Aku akan mencoba membuatnya menggunakan caramu, dan akan kuberitahu setelah mendapatkan hasil."
Dengan itu, Tabib menghilang.
"Haha, ketika sedang membahas ramuan, Tabib selalu tidak sabar. Ayo bicarakan itu setelah ia selesai mencoba. Jika ia berhasil, lalu caramu akan menjadi resep ramuan obat yang baru. Mulai sekarang, semuanya yang ada di grup yang memakai caramu akan berterima kasih padamu. Bagimu, kebaikan yang kau berikan kepada mereka itu sangat penting 😄." kata Sungai Utara si Pendekar Kelana.
Penampilan Song Shuhang di grup ini berarti ia berharap untuk membuka diri kepada 'pengembangan diri'. Kenyataannya, saat ia mencoba membuat ramuan obat dan meminumnya, ia sudah satu langkah ke dalam dunia pengembangan diri.
"Jadi, Shuhang, selamat datang di grup Sembilan Provinsi Nomor Satu," kata Sungai Utara si Pendekar Kelana. "Aslinya, hal ini dijelaskan oleh Raja Sejati Gunung Kuning. Lagi pula, ia yang mengundangmu dan dia juga yang menahanmu untuk tetap di sini, merasakan takdir di antara dirimu dan dia. Namun, anjingnya kabur lagi, jadi aku yang menggantikannya."
Anjing Raja Sejati Gunung Kuning agak berperasaan? renung Song Shuhang.
"Sejak kau sudah memutuskan untuk memulai jalan untuk mengembangkan diri, ada beberapa hal yang harus kau tahu. Perjalanan pengembangan diri tidak se santai yang kau pikirkan. Di sini banyak malapetaka yang menghancurkanmu setiap saat.
"Aku agak tahu itu. Aku melihat badai petir di Kota H dari kejauhan." jawab Song Shuhang.
Si Bulu Lembut menjelas lebih lanjut, "Tempat Senior Song berdiam dekat dengan Kota H dan Kota J."
"Jadi bahkan kau tahu tentang badai petir yang Enam Belas alami. Sepertinya kau memperhatikan kami sejak kau masuk di grup?" kata Sungai Utara si Pendekar Kelana bercanda.
"Haha." balas Song Shuhang dengan malu-malu. Ia tidak bisa bilang bahwa ia memperlakukan semua yang ada di grup seperti penderita penyakit Chuuni, melihat mereka setiap hari untuk kesenangan karena mereka terlihat lucu baginya, kan?
"Sejak secara mental kau sudah siap, jadi aku langsung ke intinya."lanjut Sungai Utara si Pendekar Kelana, "Sejak Shuhang memutuskan untuk tetap di grup ini, rupanya, kau perlu cara pengembangan diri dari kami. Jadi berdasarkan tradisi grup ini, kau punya dua pilihan. Menjadi pendekar kelana atau bergabung di salah satu sekte senior di grup ini.
Grup Sembilan Provinsi Nomor Satu memiliki banyak anggota-tentu saja akan ada peraturan-peraturan untuk mengatasi sebuah masalah. Tapi, pendatang baru yang tidak punya pengertian tentang pengembangan diri sama sekali adalah yang pertama kalinya.