Chereads / Bebaskan Penyihir Itu / Chapter 45 - Konspirasi (Bagian I)

Chapter 45 - Konspirasi (Bagian I)

Ketika bulan mulai muncul, Gerald Wimbledon melihat siluet yang berkerlap-kerlip di tembok di Kota Raja.

Setelah beberapa bulan lamanya, Gerald akhirnya kembali ke kota ini. Memikirkan hal itu, ia merasa kepenatan setelah perjalanan panjang sudah jauh berkurang. Namun Gerald tetap berjaga-jaga, dan ia menarik tali kekang kudanya, Gerald memberi isyarat kepada asistennya untuk berjalan di depannya dan mengecek situasinya.

Jika rencananya tidak berubah, Sang Peramal Ansger seharusnya sudah mengganti penjaga kota dengan seorang anak buah Gerald. Setelah asistennya memberikan sinyal, Ansger akan menurunkan jembatannya.

Gerald membuka matanya lebar-lebar, seolah-olah ia takut tidak dapat melihat sinyalnya.

Gerald tidak perlu menunggu lama, tetapi ia merasa waktu telah berhenti bergerak. Ketika kelopak matanya sudah terlalu lelah, Gerald akhirnya melihat kerlipan dari kejauhan — dua kali berkerlip di bawah tembok kota, dan tiga kali berkerlip di atas tembok kota, tepat seperti yang sudah direncanakan. Gerald menarik napas dalam-dalam dan melambaikan tangan kepada pasukannya agar bergerak maju.

Sambil melihat sekelilingnya, Gerald merasa ia hanya berada satu langkah lagi menuju singgasana.

Gerald menungggangi kudanya melalui pintu samping tembok kota, bersama asisten yang mendampinginya di sisinya.

Di belakang Gerald terdapat lebih dari dua puluh kavaleri. Mereka semua dengan diam-diam menarik tali kekang kudanya, dan mengendalikan kuda mereka untuk maju dengan perlahan-lahan.

Tembok kota di Kota Raja terbuat dari bahan-bahan yang diperoleh dari Bukit Naga Tumbang. Batu yang berwarna abu-abu memiliki kilauan berwarna merah gelap jika dilihat menggunakan cahaya api obor seolah-olah batu itu berlumur darah. Seluruh tembok kota memiliki lebar sekitar 6 meter. Dan untuk membangun tembok sebesar ini, lebih dari seribu orang budak dan tukang batu mati di tempat ini.

Sebuah pasukan yang terdiri dari sepuluh ribu prajurit tidak bisa menghancurkan tembok yang tidak ada tandingannya ini, tetapi Gerald bisa melewatinya dengan mudah. Gerald memiliki pikiran dalam dirinya sendiri bahwa setiap celah yang terbuka pasti berasal dari dalam. Tiba-tiba, Gerald ingat akan Kota Suci yang Baru. Apakah dinding Kota Suci yang Baru yang kelihatannya lebih megah dan tidak bisa dihancurkan itu juga dapat dibobol dari dalam?

"Yang Mulia, aku telah lama menunggu kedatangan Anda." Sambil berbaris melewati pintu gerbang, Gerald melihat Sang Peramal Ansger dan sebuah pasukan kecil sudah menunggu di sana. Melihat Gerald tiba, Sang Peramal Ansger bergegas turun, membungkukkan tubuh dan memberi hormat kepada Gerald.

Gerald mengesampingkan gangguan di pikirannya. Ia mungkin sangat bersemangat sehingga tanpa sadar Gerald membiarkan imajinasinya berkembang dengan liar. "Kamu telah melakukannya dengan baik. Apakah kamu juga telah menukar para penjaga di istana?"

"Yang Mulia, ada sedikit perubahan dalam rencana. Ksatria Perak yang berjanji akan melayanimu, ia telah dikirim ke Wilayah Selatan sejak tiga hari yang lalu. Jadi sekarang kita hanya punya waktu untuk menukar para penjaga kamar yang ada di istana."

Gerald merengut, ini berarti ia tidak bisa membawa kedua puluh orang yang ia bawa ke dalam istana. Para penjaga tidak akan berusaha menghentikan Gerald, tetapi para penjaga itu juga tidak akan mengizinkan begitu banyak orang bersenjata untuk memasuki wilayah kerajaan.

"Baiklah, berikan kepadaku dua orang penjaga dari pasukan penjaga kamar. Sisanya bisa berjaga di pintu masuk, dan pastikan tidak ada orang dari luar yang masuk dan menggangguku." Gerald merasa ragu sejenak sebelum akhirnya memutuskan. Meskipun rencananya sedikit berubah, situasinya masih tetap terkendali. Para penjaga Raja biasanya akan menginap di dalam kamar-kamar yang berada di luar. Selama seseorang bisa menahan mereka sejenak, Gerald yakin ia bisa mendapatkan kemenangan.

Memasuki bagian kota yang terdalam, Gerald melihat semua orang yang ia kenal. Meskipun hari sudah malam, Gerald masih bisa mengenali setiap jalan. Ini benar-benar wilayahnya. Semua orang melompat turun dari kuda mereka, dan dengan cepat menuju ke istana. Ketika pasukan itu tiba di pintu, mereka menyebar sesuai dengan rencana yang baru, membentuk formasi untuk menyergap di luar istana. Seperti yang dikatakan Sang Peramal Ansger, meskipun para penjaga merasa terkejut karena Gerald kembali ke kota raja di malam hari seperti ini, mereka pasti akan membiarkan Gerald masuk dengan menggunakan alasan bahwa ia memiliki sesuatu yang penting untuk dilaporkan kepada Raja.

Lagipula, Gerald adalah putra sulung di Kerajaan Graycastle, dialah yang pertama dalam antrian menuju singgasana.

Sang Pangeran dan Sang Peramal Ansger pergi ke taman dan ke aula istana, dan tepat di depannya adalah tempat kediaman Raja Wimbledon III. Sang Peramal mengangkat obor di tangannya dan menggoyangkan obor itu ke kiri dan ke kanan.Segera, ada penjaga-penjaga yang berjalan keluar dari balik kegelapan, dan mereka langsung berlutut di hadapan kedua pria itu. "Yang Mulia, ikutlah denganku."

Gerald mengendus dan ia mencium bau darah.

Bukankah para penjaga kamar telah diganti semua? Gerald melihat seorang penjaga dalam cahaya obor, dan orang itu adalah seseorang yang ia kenal — Ksatria seorang Earl yang mendukung rencananya. Melihat penjaga itu membuat Gerald merasa sedikit lebih tenang.

"Apakah ada orang masuk ke dalam istana?"

"Yang Mulia, Raja memanggil seorang pelayan di malam hari. Dan ketika pelayan itu keluar dari kamar Raja, ia melihat kami sedang bertukar tempat," jawab penjaga yang lain. "Tenanglah. Kami sudah menanganinya."

[Memanggil seorang pelayan? Ayah belum pernah menyentuh seorang wanita untuk waktu yang lama — sejak Ibu meninggal.] Gerald merasa sedikit terkejut, tetapi sekarang ini bukan saat yang tepat untuk memikirkan hal tidak penting seperti itu. Gerald mengangguk dan tidak mengatakan apa-apa. Gerald mengikuti para penjaga masuk ke dalam istana, dan yang lainnya mengikuti di belakang.

Gerald sangat mengenal istana ini, dan ia bisa berjalan dari satu ujung ke ujung yang lain dengan mata tertutup. Gerald telah tinggal di istana selama lebih dari dua puluh tahun, dan ia tahu persis di mana letak terowongan rahasia atau pintu tersembunyi berada. Tetapi tujuannya sekarang adalah untuk membujuk ayahnya agar menyerahkan singgasana kepada dirinya. Menyelinap ke kamar Raja tidak sulit. Gerald juga harus menyingkirkan para penjaga yang berada di luar, sehingga ayahnya bisa sepenuhnya memahami situasi yang sedang terjadi. Kemudian mereka bisa duduk dan berbicara dengan serius mengenai pemindahan kekuasaan.

Jika Gerald tidak bisa membujuk ayahnya…

Gerald Wimbledon menarik napas dalam-dalam, mengulurkan tangan dan memberi isyarat kepada semua orang untuk berhenti. Kemudian Gerald akan mengeluarkan sebuah pedang dari balik punggungnya.

Pintu perunggu yang berada di ujung koridor adalah satu-satunya pintu masuk menuju kamar-kamar di dalam istana. Di belakang pintu ada ruangan lagi di luar, tetapi ruangan itu berfungsi sebagai garis pertahanan terakhir. Dua hingga tiga penjaga biasanya ditempatkan di sana, sehingga mereka bisa bergegas ke kamar Raja untuk melindungi Sang Raja jika ada tanda-tanda bahaya.

Pertama-tama Gerald mendorong pintu untuk membuka sebuah celah kecil. Kemudian ia menggunakan bahunya untuk mendobrak pintu, ia berlari ke dalam ruangan, sambil memegang pedangnya dalam posisi menyerang, tetapi ruangan di luar kamar sunyi senyap, tidak ada seorang pun. Pada saat yang sama, bau berdarah yang menyengat menyeruak di hidungnya.

Jantungnya berdebar memikirkan firasat yang terlintas di pikirannya, dan Gerald langsung berlari menuju kamar tidur ayahnya.

Sesudah itu, Gerald menyaksikan sebuah pemandangan yang sulit ia percayai…

Raja Wimbledon III sedang duduk di tempat tidurnya dengan masih mengenakan jubahnya, dan bagian atas tubuhnya bersandar di sebuah bantal. Jubahnya terbuka, dan sebuah gagang pedang tertancap di dadanya. Darah menetes ke perutnya yang buncit dan membasahi selimutnya.

Yang berdiri di samping ayahnya adalah adik laki-lakinya, Timothy Wimbledon.

"Bagaimana….bagaimana ini bisa terjadi?" Gerald berdiri dengan kaku.

"Sama sepertimu, Kakak." Timothy menghela nafas. "Aku tidak ingin melakukan ini."

Timothy menepuk tangannya, dan sejumlah prajurit berbaju zirah dengan cepat memasuki pintu untuk mengelilingi Sang Pangeran. "Ini adalah sebuah permainan catur, dan pada awalnya aku ingin mengikuti aturan. Kakak, apakah kamu tahu? Garcia tidak mematuhi aturan sejak awal, tentunya… kamu juga. Jika tidak, mengapa Garcia terburu-buru datang ke Kota Raja setelah mendengar ramalan dari Sang Peramal Ansger? Sejujurnya, jika kamu tidak muncul di sini, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan."

"Peramal!"

Gerald menggertakkan gigi dan menoleh ke belakang. Sang Peramal Ansger melangkah mundur dan berkata, "Aku tidak berbohong kepada Anda. 'Bintang Kiamat jauh dari hari yang terang' adalah metafora bahwa orang yang tersesat telah menyimpang dari jalan yang benar, tetapi itu juga bisa berarti sebuah kehancuran."

Sekarang Gerald akhirnya mengerti. Ia telah masuk ke dalam perangkap yang telah dirancang dengan baik sejak awal. Bau darah di pintu gerbang istana itu tidak ditinggalkan oleh pelayan dan Ksatria Perak tidak dipindahkan ke wilayah selatan. Fakta yang paling mengecewakan adalah, Sang Peramal Ansger, yang telah merawatnya selama lebih dari satu dekade, dan yang telah mengajarinya membaca dan menulis sejak masih kecil, ia tetap memilih Pangeran kedua — sama seperti ayahnya.

"Timothy Wimbledon! Kita berdua adalah putra-putranya, tetapi ayah telah memberikan begitu banyak hal kepadamu dan memberikan wilayah terbaik untuk kamu. Namun, kamu malah menjadi orang pertama yang mengkhianatinya! Kamu benar-benar Iblis dari neraka!"

Mata Timothy berkilat dengan kemarahan tetapi dengan cepat menghilang. "Apakah kamu benar-benar berpikir begitu? Kakakku sayang, jika kamu gagal membujuk ayah untuk memberikan kamu singgasana, apakah kamu benar-benar akan menerimanya dengan lapang dada? Jangan menyangkal dirimu sendiri."