Pagi-pagi sekali Kayora membangunkan diriku, menggerak-gerakkan tubuhku dan berucap " Rembulan, ayo bangun! Kamu mau pulang apa gak?". Seketika aku mendengar kata pulang, mataku langsung terasa segar dan berucap "Ya mau, kapan aku akan pulang?".
"Hari ini dan segera! Ayo cepat bangun, kita mencari pohon ruang waktu yang membawamu kemari. Akan banyak pohon yang harus kita temukan"
"Benarkah? Memang ada pohon ruang waktu? Aneh sekali"
"Ada, kalau tidak ada mana mungkin kamu bisa datang sampai ke sini. Sejak awal aku bertemu denganmu, aku sudah berprasangka kalau kamu bukan warga sini", Kayora sambil menarik tanganku hingga keluar dari rumah Kek Putih.
Kemudian melepaskan tanganku, lalu kami sama-sama pergi mencari pohon ruang waktu. Kayora berjalan sambil membaca buku di tangannya, she membaca buku petunjuk mengenai pohon ruang waktu.
"Disini dikatakan pohonnya kembar, berseberangan, akarnya terikat ke satu pohon ke pohon kembarnya, daunnya lebat, ada cahaya ditengah-tengahnya" ucap Kayora.
Kudengar ucapannya, " Apa ada petunjuk lain selain di buku itu, Kayora? Coba kamu lihat pohon-pohon di sini semua bisa dikatakan pohon ruang waktu".
"Ya tentu saja ada cara lain", Kayora mengayunkan tongkat sihirnya, cahaya warna biru keluar dari tongkat, "Tunjukan dimana pohon ruang waktu berada".
Begitu diucapkan cahayanya terbang dan kami mengikuti cahayanya. Cahaya itu tepat berhenti di depan dua pohon yang tumbuh berseberangan lalu menghilang.
"Ini dia jalan pulangmu, Rembulan. Kamu bisa datang dan kembali kemari melalui jalan ini"ucap Kayora.
"Terima kasih banyak Kayora, aku tak percaya pohon ruang waktu benar-benar ada. Kalau begitu aku pulang dulu, sampai jumpa" jawabku.
Kayora langsung memeluk erat diriku, " Datang lagi ya, aku hanya punya teman kamu!".
"Ya jika Kakek tak masalah aku jalan-jalan di sini" jawabku.
Kemudian ku langkahkan kaki memasuki pohon ruang waktu. Aku tak merasakan hal yang aneh ketika melewati pohon ruang waktu dan tiba di kebun Kakek.
<
Kulihat Kakek sedang beristirahat di gubuk. Kudekati he dengan malu-malu dan takut kena marah karena aku tak pulang beberapa hari.
Kakek melihatku datang, he tersenyum manis dan berucap " Rembulan, ayo duduk di dekat kakek. Kakek mau bercerita padamu", lalu aku duduk di samping kakek.
"Dengar cucuku, aku pernah membaca buku. Buku yang sangat lama, buku yang bisa mengetahui apa yang terjadi pada cucuku ini. Tapi tidak selamanya benar, buku hanya mengatakan apa yang sedang dihadapinya di sana. Seorang yang engkau temui, Medusa. Itu adalah Yobi. She sangat tertekan karena kedua orang tuanya dibunuh. Dan she sangat mencintai Sasuke, kamu jangan terlalu dekat dengan Sasuke jika tidak ingin mencari masalah dengan Yobi ya?".
Aku hanya menganggukkan kepala, lantas berpikir " Kakek, tahu ya apa yang aku hadapi?".
"Kamu kembali lah setiap sore ke negeri itu bawa apa yang kamu perlukan. Tapi jangan bilang Kakek memberi izin padamu ke Nenek. Nanti Nenek marah pada Kakek. Nenekmu tak ingin sesuatu terjadi padamu, hanya kamu yang kami punya. Tapi mungkin sudah saatnya kamu dipanggil dan berhadapan dengan kenyataan. Bukankah begitu cucukku?"
"Entahlah kek!" jawabku ragu-ragu.
Kakek tertawa, lalu berdiri mengenakan sandal dan berucap "Ayo kita pulang! Nenek pasti sedang menunggu kedatangan kita. Kamu tahu Kekek menunggumu berapa lama hingga kamu keluar dari pohon ruang waktu?"
"Tidak, Kakek tahu pohon ruang waktu juga? Mengapa tak masuk Kek? Menjemputku, aku tersesat!."
"Kamu tersesat? Bagaimana bisa? Langkahmu selalu tetap disana. Kakek tak bisa masuk karena darah Kakek mengalir di dunia ini bukan di duniamu".
Kemudian kulangkahkan kaki pulang ke rumah beriringan dengan langkah kakek sambil berpikir " Hah, syukurlah kakek tak marah".
<
Tiba di rumah, aku segera pergi ke kamar mandi. Sedangkan Kakek mencuci kakinya di halaman rumah ditemani Nenek.
"Kek, kamu membawanya ke pohon ruang waktu ya?"
"Tidak, aku tak membawanya. She sudah mengetahuinya, Nek!"
"Bagaimana itu bisa terjadi? Kamu membiarkannya masuk ke sana? Disana berbahaya Kek!"
"Tapi tidak untuknya, nenek. She bukan sedarah dengan kita. Apa kamu lupa siapa she sebenarnya? Kita hanya diminta menjaganya bukan mengurungnya"
"Hah, Kakek selalu saja seperti itu. Aku hanya khawatir sesuatu terjadi padanya seperti malam saat bulan tak pernah muncul di langit dan badai menghiasi negeri kita dua hari. Menenggelamkan beberapa kota dan desa. Aku khawatir Kek, kegelapan semakin berkuasa. Jika itu terjadi, kita tak akan tinggal disini. Kita tak akan pernah ada"
"Jangan terlalu khawatir, she akan baik-baik saja. She anak baik"
<
Malam hari, seusai makan malam. Kubantu Nenek membersihkan peralatan makan. Setelah itu pergi ke kamar untuk belajar. Membuka buku dan mulai mengerjakan tugas. Setelah selesai, pikiranku kembali pada Hastin dan Kayora. "Hah, apa iblis itu masih mengganggunya? Seharusnya manusia tak diganggu oleh iblis seperti itu. Medusa, yang diceritakan Kakek hampir sama dengan apa yang aku alami. Akan lebih baik jika aku kembali menemui Kayora dan mengatakan yang sebenarnya" gumanku sambil melihat bintang-bintang di jendela luar.
<
Pagi hari, udara terasa sejuk. Seperti biasa mengayuh sepeda ke sekolah. Parkirkan sepeda dan menunggu kedatangan Hastin yang kuperhatikan sepedanya tak ada di parkir sekolah. Tapi tiba-tiba saat aku menunggu, entah mengapa tanganku terasa gatal. Aku menggaruk hingga tak sadar darah keluar. Tanganku terluka, segera saja kuambil tisu di dalam tas dan menyekanya. Hal aneh pun terjadi, tanganku berhenti berdarah dan menimbulkan tanda berbentuk bulan. Kupikir tisuku mengenai tanda hingga ketika aku menyekanya menimbulkan bekas. Tapi setelah kuperiksa ternyata tisu yang kugunakan bersih, tidak ada tinta. Kubiarkan saja tanda itu terus di tanganku, tapi semakin lama membiarkannya aku merasa aneh. Kuperban tanganku hingga tanda itu tertutupi, dan orang-orang tak akan melihatnya.
Ketika Hastin datang bersama Razel, aku masih melihat makhluk itu mengikut Hastin dari belakang. Tapi kali ini bukan makhluk yang menyeramkan, tapi seorang pria tampan yang memiliki sayap seperti malaikat. Aku hanya diam dan terus melihat ke arah Hastin.
"Pagi Rembulan? Kamu menatapku lagi, apa ada yang aneh?" ucap Hastin.
Sambil tersenyum manis aku berucap "Tidak ada apa-apa kok. Kamu kok baik sekali, pagi-pagi sudah menyapaku"
"Hah, aneh kamu Rembulan. Kita kan teman kamu lupa?"
Nyengir-nyengir sendiri, " E, gak kok aku gak lupa. Yuk kita ke kelas!. Oya Razel, Hastin kemarin ngapain sih kok jadi diikuti malaikat?"
"Oh, Hastin diikuti malaikat ya!" kata Razel.
Tak beberapa lama kemudian Hastin dan Razel sadar. Mereka berteriak lalu diam, karena teman-teman melihat ke arahnya. Menahan rasa malu dan penasaran, Hastin dan Razel menarik tanganku menuju ruang kelas. Bicara dua mata alias enam mata dengan mereka, eh lupa jadi delapan mata dengan malaikat.
"Apa benar ada malaikat mengikutiku?" tanya Hastin.
"Iya, ada. He sangat tampan tapi sayang bagaiku menyeramkan", mendengar hal itu malaikat yang mengikuti Hastin merenggut seakan-akan marah.
"Benarkah? Andai saja aku bisa melihatnya" harap Hastin.
"Iya aku juga"sambung Razel.
"Emang apa yang kamu lakukan kemarin, Hastin?"
"Ya biasalah, setelah diikuti makhluk menyeramkan. Aku bicara sama mama, dan mama bilang aku harus membuang sikap burukku. Jadi ketika mau kemana pun aku selalu berdoa"
"Oh, jadi berdoa. Aku juga ah, biar diikuti malaikat tampan" sambung Razel.
Aku hanya tersenyum melihat malaikat di belakang Hastin, he sepertinya mau bicara denganku. Tapi he menahan rasanya untuk bicara.
"Sudahlah yang penting sekarang kamu baik-baik saja dan lebih baik, Hastin" kataku.
"Iya aku juga merasa senang sekarang, tidak takut lagi".
<
Dalam pikiran teman-teman yang mendengar percakapan Razel, Hastin dan Rembulan yang membicarakan tentang malaikat tampan yang mengikuti Hastin.
"Alah paling-paling cuman omong kosong, Rembulan tuh. She kan memang cwek aneh, aneh banget!"
"Eh, jangan percaya! Mana ada malaikat tampan yang mengikuti Hastin yang ada tuh Rembulan yang aneh"
"Iya, jangan percaya!"
Kudengar percakapan itu, aku hanya tersenyum menanggapinya.
"Razel, Hastin. Kalian mau melihat he ngak?"
"He siapa Rembulan?" tanya Razel
"Iya he siapa?" tanya Hastin
"Malaikat, si tampan. Tapi aku bicara dulu ya dengan malaikat Hastin, boleh apa nggak?"
"Oke!"
Berdiri dan mendekati Hastin, lalu berucap " Malaikat yang baik, apa kamu bersedia untuk melihat kedua temanku? Mereka ingin melihatmu. Kamu duduk saja di depan Hastin bersampingan denganku"
"Aku datang untuk menjaganya, bukan untuk bicara!" jawabanya
"Kok kamu pelit sekali? Kamu menjaganya kan? Kalau menjaganya juga harus bicara"
"Baiklah cuman sekali aja!"
Mendengar jawaban malaikat itu aku langsung memberitahu pada Hastin dan Razel, " Kata malaikat, boleh tapi cuma sekali".
"Lalu bagaimana cara untuk melihatnya?" tanya Hastin.
Aku kembali duduk di kursi, sedangkan malaikat duduk disampingku berhadapan dengan Hastin.
"Baiklah ulurkan tangan kalian berdua. Pejamkan sebentar dan buka kembali" ucapku.
Mereka berdua mulai melakukan perintahku, dan aku mencoba membuka hati mereka. Begitu mata mereka terbuka. Hastin dan Razel langsung histeris kesukaan.
"Hai, namamu siapa malaikat ganteng?"tanya Hastin
"Iya namamu siapa?"
Malaikat menjawab " Aku penjaga Hastin"
Teman-teman yang memperhatikan sikap Hastin dan Razel yang mendadak berubah berbicara dengan seseorang yang tak dikenal, berbisik " Apa benar mereka berbicara dengan malaikat?".
"Mana mungkin? Pasti itu bohong"
"Ah, tapi Hastin dan Razel tak seperti biasanya bersikap seperti itu"
"Ya iyalah, mereka kan sudah tertular dengan gadis aneh itu. Jadi aneh dech!"
"Eh, tapi rasanya asik deh. Mereka berbicara dengan malaikat katanya!"
"Aku juga mau donk, kalau saja Rembulan lihat di belakang aku malaikat ganteng"
"Malaikat cantik juga!".
Entah kenapa teman-teman mendadak mendekati kami bertiga,
"Rembulan, kalian sedang apa?"
"Melihat malaikat ganteng di depan ini, rasanya pengen deh jadi pacar he" jawab Razel.
"Tapi sayangnya malaikat ini punya aku!"
"Malaikat apaan sih?" tanya mereka
"Ini loh malaikat penjaga Hastin" jawab Razel.
"Apa itu benar? Sungguh?" tanya mereka.
"Tentu saja ada, kalian ngak lihat sih!"
Teman-teman yang melihat Razel, Rembulan dan Hastin semakin kebingungan. Apa lagi yang melihat tingkah Razel dan Hastin yang selalu mengatakan dan bicara pada makhluk yang tak terlihat. Hari yang membingungkan sekali.