Sebuah Strategi yang Menakutkan
Setelah sesi strategi militer selesai, para siswa mulai meninggalkan kelas dengan berbagai ekspresi. Beberapa tampak puas dengan diskusi mereka, sementara yang lain masih terkejut dengan apa yang baru saja terjadi.
Di sudut ruangan, Ariana von Eisenwald berdiri diam, matanya terpaku pada satu sosok yang berjalan santai keluar dari kelas—Riven Aldevar.
"Apa yang barusan itu…?"
Strategi yang ia ajukan bukan hanya sekadar taktik perang biasa. Itu adalah sesuatu yang lebih licik, lebih mengerikan—sebuah metode yang menghancurkan musuh dari dalam tanpa harus mengangkat pedang.
"Bangsawan seharusnya tidak berpikir seperti itu. Tetapi rakyat jelata…"
Ariana menggigit bibirnya.
"Dia sudah terlalu terbiasa menghadapi penindasan."
Dan itu membuatnya semakin ingin tahu: siapa sebenarnya Riven Aldevar?
---
Darius: Sahabat atau Penghalang?
Di sisi lain akademi, Darius Valtzheim berjalan di samping Riven, menatap sahabatnya dengan rasa ingin tahu yang jelas.
"Hei, Riven… Aku tidak tahu kau begitu ahli dalam strategi semacam itu."
Riven hanya tertawa kecil, mengangkat bahu.
"Kau tahu aku suka membaca, kan? Aku hanya mengambil inspirasi dari sejarah. Lagipula, ini hanya teori. Aku tidak bilang itu cara terbaik untuk menangani pemberontakan."
Darius tetap menatapnya dengan curiga, tapi ia tidak ingin terlalu memikirkan hal itu.
"Aku hanya berharap kau tidak berpikir untuk benar-benar menggunakan strategi seperti itu di dunia nyata."
Riven tertawa lebih keras.
"Aku? Melakukan hal seperti itu? Mana mungkin!"
Padahal itulah yang sedang ia lakukan sekarang.
Darius mungkin adalah orang paling pintar yang ia kenal, tetapi ada satu hal yang membuatnya tetap mudah dibodohi: keyakinannya bahwa Riven tetaplah teman masa kecilnya yang polos.
Namun, Riven tahu tidak ada rahasia yang bisa disimpan selamanya.
Dan ketika hari itu tiba, ia harus siap menghadapi kenyataan.
"Tapi untuk sekarang… Aku akan menikmati kebodohanmu dulu, Darius."
---
Malam yang Sunyi, Bayangan yang Bergerak
Malam di Akademi Lux Aurea selalu penuh dengan kemewahan. Para bangsawan berkumpul di taman, berbincang tentang politik dan bisnis keluarga mereka, sementara para pelayan akademi bekerja tanpa henti untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Namun di balik gemerlap itu, ada bayangan yang bergerak di dalam kegelapan.
Sosok berjubah hitam melompat dari atap ke atap, nyaris tanpa suara. Ia bergerak dengan kecepatan dan ketangkasan yang tidak wajar, seolah bayangan itu sendiri adalah bagian dari dirinya.
Crimson Phantom telah kembali berburu.
Targetnya malam ini: Alfred Langenheim, seorang bangsawan muda yang dikenal sebagai salah satu penguasa kecil dalam akademi.
Langenheim adalah tipikal bangsawan yang menggunakan pengaruh keluarganya untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Ia bukan sekadar siswa biasa—ia adalah seorang yang berada dalam daftar bangsawan yang perlu dihilangkan oleh Riven.
"Langkah selanjutnya dari revolusi dimulai malam ini."
Riven mengintai dari kejauhan, memperhatikan targetnya yang tengah berbincang dengan beberapa teman dekatnya di taman akademi.
"Terlalu banyak saksi. Aku harus menunggu."
Dan saat kesempatan itu datang, ia akan menyerang tanpa meninggalkan jejak.
Namun, sebelum ia bisa bergerak lebih jauh…
"Aku akhirnya menemukanmu."
Riven terhenti.
Suara itu berasal dari belakangnya, dari seseorang yang tidak seharusnya ada di tempat ini pada jam seperti ini.
Ia menoleh perlahan.
Dan di sana, berdiri dengan mata penuh rasa curiga, adalah Ariana von Eisenwald.
"Crimson Phantom… atau lebih tepatnya, Riven Aldevar?"
Senyum Riven perlahan memudar.
Permainan telah berubah.