Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Sampah keluarga Nestern

Brannzz_Zero
--
chs / week
--
NOT RATINGS
290
Views
Synopsis
Noerd Nestern adalah putra dari keluarga bangsawan terhormat, tetapi dirinya jauh dari kata mulia. Mesum, malas, dan tak berguna—itulah julukan yang melekat padanya. Di mata keluarganya, ia hanyalah sampah yang tidak memiliki harapan. Namun, hidupnya berubah drastis ketika suatu hari ia jatuh dari tangga dan mengalami penglihatan tentang masa depannya—sebuah nasib tragis di mana ia mati dalam kehinaan di akademi yang akan ia masuki tiga bulan lagi. Tak ingin menghadapi kematian yang menyedihkan, Noerd memutuskan untuk mengubah hidupnya. Jika ingin bertahan, ia harus menjadi seseorang yang lebih baik... atau setidaknya cukup baik untuk menghindari akhir yang mengerikan itu. Bisakah Noerd menghindari takdirnya? Ataukah ia hanya menunda yang tak terelakkan?
VIEW MORE

Chapter 1 - Prolog:Sampah Keluarga Nestern(Remake)

Kesenangan, kekayaan, kenyamanan, dan kekuasaan—semua itu bisa mengubah seseorang menjadi bajingan.

Aku adalah buktinya.

Lahir dalam keluarga Nestern, salah satu bangsawan paling terpandang di kerajaan, aku seharusnya menjadi kebanggaan mereka. Tapi kenyataannya? Aku hanyalah noda dalam nama besar keluarga ini. Sejak kecil, aku hidup dalam kemewahan. Pelayan selalu siap memenuhi keinginanku, segalanya bisa kudapatkan tanpa usaha, dan aku menjalani hidup tanpa beban. Semua orang memandangku dengan satu kesimpulan: manja, malas, dan tidak berguna.

Dan mereka benar.

Aku tidak memiliki ambisi. Tidak punya impian. Hidup bagiku hanyalah permainan tanpa konsekuensi. Mengapa harus berusaha jika segalanya bisa kudapatkan dengan mudah?

Sementara saudara-saudaraku… mereka adalah kebanggaan keluarga. Kakakku seorang pendekar berbakat yang diakui kerajaan, adikku memiliki kecerdasan luar biasa yang dihormati para akademisi. Dan aku? Aku hanyalah sampah yang tidak berkontribusi apa pun.

> "Noerd, kau benar-benar sampah," kata ayahku suatu hari. Tatapannya penuh kebencian, seolah aku bukan anaknya—melainkan aib yang harus ia tanggung.

Tapi aku tidak peduli. Tidak peduli berapa kali aku dihina, diremehkan, atau bahkan dianggap bukan bagian dari keluarga ini—aku tetap menjalani hidupku sesuka hati.

Hingga hari itu tiba.

Hari ketika aku jatuh dari tangga dan melihat sesuatu yang mengubah segalanya.

Aku melihat masa depanku.

Dalam penglihatan itu, aku berdiri di tengah lapangan akademi, dikelilingi siswa yang menertawakanku. Pakaianku compang-camping, tubuhku penuh luka, dan sorot mata mereka penuh penghinaan. Mereka tidak hanya melihatku sebagai pecundang—tetapi sebagai seseorang yang bahkan tak pantas hidup.

Lalu, kematianku datang. Sendirian. Penuh hinaan. Tanpa ada seorang pun yang peduli.

Aku terbangun dengan tubuh gemetar, keringat dingin membasahi punggungku. Itu hanya mimpi, bukan? Tapi kenapa terasa begitu nyata?

Aku tidak tahu bagaimana atau mengapa aku bisa melihat masa depan itu. Tapi satu hal yang pasti—jika aku tidak mengubah hidupku, aku akan mati dengan cara yang mengenaskan.

Aku tidak ingin mati.

Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku merasa takut.

Dan untuk pertama kalinya, aku sadar bahwa jika aku ingin bertahan hidup… aku harus berubah.

Atau setidaknya, aku harus berpura-pura menjadi seseorang yang lebih baik.