Di dalam aula utama keluarga Yun, para tetua duduk berderet dengan tatapan tajam, mengamati Yun Xiao yang berdiri di hadapan mereka.
Keheningan menyelimuti ruangan sebelum akhirnya senyuman kepuasan terlihat di wajah mereka.
Bakat Yun Xiao melebihi semua yang mereka perkirakan. Jika dibimbing dengan benar, tidak perlu diragukan lagi kejayaan keluarga Yun akan bertahan setidaknya seribu tahun ke depan.
Yun Xiao membungkukkan badan dengan hormat. "Xiao memberi hormat kepada para tetua."
Meski sebagian dari mereka adalah wajah yang asing baginya, Yun Xiao tetap menghormati mereka.
Mereka adalah pilar yang menjaga keluarga, memastikan generasi muda sepertinya bisa berlatih tanpa beban.
Salah satu tetua, dengan aura yang bahkan melampaui ibunya, Luo Luosi, berbicara. "Kudengar kau memiliki sesuatu yang ingin disampaikan?"
"Iya," jawab Yun Xiao dengan suara tenang. "Tahun ini, Xiao telah berusia dua belas tahun. Xiao berharap para tetua memberikan izin untuk pergi keluar."
Tatapan para tetua sedikit berubah. Salah satu dari mereka mengangguk pelan. "Mengapa? Bukankah berlatih di dalam lingkungan keluarga jauh lebih aman?"
"Tetua benar. Namun, dikatakan bahwa para pahlawan lahir di medan perang. Jika demikian, Xiao ingin masuk ke medan perang itu."
"Oh?" Para tetua semakin tertarik. Ucapan Yun Xiao bukan sekadar keinginan biasa.
Tetua yang berbicara pertama kali menatapnya lebih dalam. "Kau ingin menjadi pahlawan?"
Yun Xiao menggeleng. "Tidak. Xiao tidak pernah bercita-cita menjadi pahlawan. Namun, Xiao ingin memiliki kekuatan seperti para pahlawan itu. Dengan kekuatan itu, meskipun langit runtuh, keluarga tetap bisa terlindungi."
"Hahaha!" Suara tawa memenuhi aula.
"Sejak zaman dahulu, keluarga Yun telah melahirkan banyak sosok hebat. Meski bukan pahlawan, dalam hal kekuatan, kami tidak kalah dari siapa pun."
Para tetua saling bertukar pandang. Mereka paham bahwa di dunia ini, jumlah orang kuat yang bisa mendominasi sebuah dunia memang banyak. Namun, yang bersedia menggunakan kekuatan mereka untuk melindungi rakyat sangatlah sedikit.
Keluarga Yun tidak pernah mencari kejayaan demi dunia. Mereka hanya menjaga kepentingan keluarga.
"Kalau begitu, pergilah." Tetua itu berbicara dengan penuh keyakinan. "Keluarga Yun, meski bukan yang terkuat, tidak bisa diremehkan begitu saja!"
Yun Xiao mengangguk, memberi hormat, lalu berbalik meninggalkan aula.
Setelah kepergiannya, salah satu tetua tampak ragu. "Apa ini tidak berbahaya?"
Dunia luas dan penuh monster. Yun Xiao belum pernah meninggalkan keluarga sebelumnya. Jika ia gagal, itu akan menjadi kehilangan yang tak tergantikan.
"Tak perlu khawatir," jawab seorang tetua lain. "Ini perintah leluhur. Leluhur akan menjaganya secara langsung."
Mendengar hal itu, kekhawatiran mereka sedikit mereda. Dalam dunia ini, leluhur keluarga Yun adalah sosok yang tak bisa diremehkan.
Yun Xiao berjalan menuju kediaman ibunya. Begitu masuk, ia melihat Luo Luosi berdiri di dekat jendela, menatap langit dengan ekspresi yang sulit diartikan.
"Izin telah diberikan, Ibu," katanya pelan.
Luo Luosi menoleh. Wajahnya tidak menunjukkan kebahagiaan maupun kesedihan, hanya perasaan yang bercampur aduk.
Ia tahu bahwa kepergian Yun Xiao adalah langkah yang diperlukan, tetapi sebagai seorang ibu, sulit baginya untuk merelakan anak satu-satunya.
Setelah beberapa saat, Luo Luosi mengulurkan sesuatu. "Bawalah ini bersamamu, Xiao'er."
Yun Xiao menerima benda itu, sebuah kertas yang dipenuhi cahaya ilahi. "Ini?"
"Itu adalah jimat yang ditinggalkan ayahmu. Sejak sebelum kau lahir, ayahmu telah memperkirakan hari ini akan tiba. Jimat ini disiapkan khusus untukmu."
Mata Yun Xiao sedikit melebar. Ayahnya?
Sejak lahir, ia belum pernah melihat sosok ayahnya secara langsung. Ia hanya mengetahui bahwa sebelum kelahirannya, ayahnya pergi ke suatu tempat yang sangat berbahaya.
Namun, karena lampu kehidupannya masih menyala, keluarga yakin bahwa ia belum mati meskipun selama dua belas tahun tak ada kabar darinya.
Luo Luosi lalu mengambil sebuah pedang dan menyerahkannya kepadanya.
"Ibu tidak tahu apa senjata utama Xiao'er. Namun, pedang ini akan melindungimu. Ingat, meski ayah dan ibu tidak berada di sisimu, kami selalu menjagamu."
Yun Xiao menggenggam pedang itu erat. "Ayah…"
Ia tak tahu harus berkata apa. Hanya saja, saat mendengar namanya, ada perasaan hangat yang muncul di dadanya.
Namun, ibunya belum selesai. Ia kembali mengeluarkan sesuatu, sebuah token.
Satu sisi token bertuliskan "Kaisar", sementara sisi lainnya bertuliskan "Zen".
"Token Istana Kaisar," jelas Luo Luosi. "Jika suatu saat kau pergi ke tempat di mana keluarga Yun tak memiliki pengaruh, gunakan ini."
Yun Xiao menatap token itu dengan perasaan rumit. Ia tahu bahwa benda ini memiliki status luar biasa. Namun, yang lebih menarik baginya adalah nama yang terukir di sana.
"Zen…" gumamnya pelan.
Ia ingat nama itu. Itu adalah nama yang berada di posisi pertama pada Monumen Bakat keluarga Yun sejak entah berapa generasi yang lalu.
Apakah mungkin ini orang yang sama?
Selain itu, di pinggir token, ada nama lain, nama ibunya sendiri, "Luo Luosi".
Yun Xiao merasa ada sesuatu yang ibunya sembunyikan.
'Istana Kaisar… apakah mereka memiliki hubungan dengan ibu?'
Namun, ia tak bertanya lebih lanjut.
Ia menyimpan token itu dengan hati-hati, lalu kembali memberi hormat.
"Ibu berharap Xiao'er bisa mencapai puncak, melihat para leluhur, dan membawa kejayaan bagi keluarga."
Yun Xiao mengangguk dengan mantap. Ia tahu bahwa leluhur yang dimaksud bukanlah para tetua yang ada di rumah mereka, melainkan para leluhur jauh yang telah pergi sejak lama, sosok yang kekuatannya tak dapat dibayangkan.
Ketika Yun Xiao tiba di gerbang keluar, puluhan keturunan keluarga Yun telah berkumpul di sana.
Mereka menatapnya dengan penuh hormat.
Mereka telah mendengar kabar bahwa Yun Xiao akan pergi keluar untuk berlatih.
Saat ia melangkah, suara mereka terdengar serempak.
"Semoga perjalanan Tuan Muda lancar dan dapat mencapai puncak!"
Yun Xiao tersenyum tipis, tetapi tidak berhenti.
Tanpa ragu, ia melangkah melewati gerbang keluarga Yun.
Di luar sana, dunia yang luas telah menantinya.