Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Divine Schism

QiuRegane
--
chs / week
--
NOT RATINGS
404
Views
Synopsis
Bai Ling gadis cerdas memiliki kehidupan yang sulit,dia harus bertahan hidup seorang diri menggunakan kedua tangannya."inikah yang kalian sebut takdir?." "Aku Bai Ling,tidak pernah percaya takdir,Aku adalah Hukum dari segala Hukum didunia ini!."
VIEW MORE

Chapter 1 - Bab 1

Matahari belum sepenuhnya terbit ketika kabut pagi masih menyelimuti puncak Gunung Lingshan, membentuk selubung keperakan yang bergerak lambat seperti napas bumi. Di lereng gunung yang dipenuhi hutan pinus kuno, seekor burung phoenix berekor panjang mengeluarkan kicauan melengking, membangunkan semak-semak liar yang masih basah oleh embun. Di tengah belantara itu, sebuah gubuk kayu sederhana berdiri tegak, atap jeraminya hampir menyatu dengan warna hijau lumut yang menutupi batu-batu di sekitarnya. Di sanalah Bai Ling tinggal—seorang gadis berusia dua belas tahun yang telah menghabiskan separuh hidupnya dalam kesendirian di gunung ini.

Bai Ling membuka pintu gubuknya dengan gerakan halus, kedua tangannya masih menggenggam kantong kain berisi biji-bijian untuk ayam-ayam liar yang biasa berkeliaran di halaman. Rambutnya yang hitam legam diikat longgar dengan pita merah pudar, beberapa helai terlepas dan menari ditiup angin pagi. Matanya, berwarna cokelat keemasan seperti madu yang diterangi sinar matahari, menyapu pemandangan lembah di bawahnya. Dari ketinggian ini, kota Lingzhou hanya terlihat seperti titik-titik samar, dikelilingi sungai yang berkilauan seperti ular naga tidur.

"Sudah waktunya menjemur Yin Chen Hao," gumamnya sambil menatap tumpukan tanaman herbal di bawah teras kayu. Tangannya yang mungil dengan lincah memilah daun-daun kering, memastikan tidak ada serangga atau jamur yang merusak kualitasnya. Aroma pedas Huo Xiang bercampur dengan wangi manis Chrysanthemum morifolium, menciptakan wewangian khas yang selalu melekat di pakaiannya.

Sejak Bai Ling bisa mengingat, hidupnya diisi oleh ritme alam—bangun sebelum fajar, memanen embun dari daun Lingzhi (jamur reishi), meracik obat untuk dijual ke desa terdekat, dan membaca buku-buku usang tentang meridian Qi yang ia temukan di dalam peti kayu tua.

Peti itu, terbuat dari kayu Nanmu yang tahan ratusan tahun, disimpan di bawah tempat tidurnya. Di dalamnya, selain gulungan kitab kuno bertuliskan karakter yang hampir pudar, terdapat sebuah lonceng perunggu kecil bertuliskan mantra perlindungan. Bai Ling tidak pernah memahami sepenuhnya isi kitab-kitab itu, tetapi secara naluriah, tangannya selalu bisa menemukan ramuan yang tepat untuk demam, luka dalam, atau bahkan racun ular berbisa. Seolah pengetahuannya bukan hasil pembelajaran, tapi kenangan yang tertanam dalam darahnya.

"Jiexiao Tang untuk nyeri sendi, Gui Pi Wan untuk anemia…" Ia mengulangi nama-nama formula sambil mengisi botol-botol kecil dengan pil-pil yang ia buat seminggu lalu. Setiap akhir bulan, ia akan menuruni gunung ke desa Xiling, tempat para petani dan pengembara membeli obatnya. Namun sebelumnya, ia harus ke hutan untuk memetik tanaman.

Dengan keranjang rotan di punggung dan pisau kecil terikat di pinggang, Bai Ling melangkah memasuki hutan belantara. Kakinya yang hanya bersandal kayu usang dengan lincah menghindari akar-akar menjalar, sementara jarinya sesekali menyentuh batang pohon untuk merasakan aliran energi alam.

"Rumput Mimpi Ular Bulan… Aku harus menemukanmu hari ini," bisiknya penuh tekad. Tanaman itu, yang hanya mekar sekali setiap sepuluh tahun di bawah sinar bulan purnama, adalah bahan utama untuk Elixir Pemurnian Marrow. Selama tiga bulan terakhir, ia telah mencari di setiap celah batu dan aliran sungai, tetapi selalu gagal. Hingga kemarin, mimpi aneh mengunjunginya: seekor ular putih bermata biru membimbingnya ke tebing barat, di mana bunga perak bersinar seperti bintang jatuh.

Setelah berjalan dua jam, Bai Ling tiba di tepi jurang dalam. Angin berdesir membawa suara gemericik air terjun tersembunyi. Di antara retakan batu basah, sesuatu berkilau lembut. Jantungnya berdebar kencang.

"Ini dia!" Tanaman setinggi lutut itu memiliki daun berbentuk bulan sabit dengan urat keperakan, dan di pucuknya, bunga berkelopak transparan seperti kristal es. Rumput Mimpi Ular Bulan—legenda yang dianggap mitos bahkan oleh para alkemis tua di kota. Bai Ling mengeluarkan pisau kecilnya, siap memotong akar dengan presisi agar Qi tanaman tidak bocor.

Bai Ling terus memetik tanaman hingga menjelang malam. "Sudah hampir gelap, tidak baik untuk berkeliaran di hutan sendirian," pikirnya. Sesampainya di rumah, ia merendam tanaman yang baru dipetiknya tadi, lalu membersihkan diri.

Keesokan harinya, suasana cerah menyambutnya. Kicauan burung terdengar di tepi sungai, sementara seorang pria tua sedang tidur memancing. "Pohon yang dipindahkan akan mati, orang yang pindah akan hidup, tanah yang dipindahkan akan membangun sarang," ucap pria tua itu.

Bai Ling kemudian mulai memilah tanaman dan pil yang akan dijual di kota terdekat. Di perjalanan, banyak orang melintasi jalan setapak sambil membawa barang untuk dijual.

Sesampainya di kota yang ramai, seorang wanita tua memanggilnya, "Bai Ling, kemari sebentar!" Dengan sigap, Bai Ling mendekat. "Aku telah menyiapkan roti kukus untukmu. Makanlah agar kamu cepat gemuk dan besar," ucap wanita tua itu dengan senyum lembut.

Bai Ling melanjutkan jalannya. Di sebelah toko boneka, seorang pria memanggilnya, "Ling'er! Aku punya seikat sayuran dan sepotong daging untukmu." 

"Terima kasih, Paman Zhou," ujarnya sambil memberi hormat. 

"Aiya, tidak perlu sungkan. Kamu sudah kuanggap seperti keluargaku" kata pria itu sambil memegang tangannya untuk membantunya berdiri.

Tiba di Paviliun Zhuiyan, Bai Ling mencium banyak aroma obat-obatan—ada aroma jamur Lingzhi, ginseng, dan bunga Ice Soul. Udara dipenuhi dengan esensi penyembuhan dan misteri, sebuah bukti kekuatan dan transformasi yang menjadi inti dari dunianya.

Bai Ling melangkah mendekati pria yang sedang memeriksa tanaman. "Tuan, aku ingin menjual beberapa tanaman dan pil," ucapnya dengan suara lembut namun tegas.

Pria itu mengangkat kepalanya, matanya berbinar penuh minat. "Baiklah, apa yang kau punya?" tanyanya sambil menyipitkan mata, penasaran.

Bai Ling mengeluarkan kantong kecil dari balik bajunya. "Aku memiliki Rumput Ular Bulan dan satu botol pil kondensasi Qi," katanya sambil menunjukkannya dengan hati-hati.

Pria itu terkejut, matanya membesar. "Apa? Rumput Ular Bulan? Tanaman langka itu? Hari ini benar-benar hari keberuntunganku!" ujarnya dengan suara gemetar, tak percaya. Namun, setelah beberapa saat, wajahnya berubah serius. "Gadis kecil, menurut perhitunganku, aku tidak bisa memberimu uang. Tanaman ini berada di luar jangkaanku. Tapi," ia berhenti sejenak, lalu tersenyum lebar, "aku bisa menukarnya dengan sesuatu yang lain."

Bai Ling mempertimbangkan sejenak, lalu mengangguk. "Bisakah aku menggunakan Paviliun ini untuk membuat pil? Aku tahu beberapa metode pembuatan pil, dan aku ingin mencobanya," ujarnya dengan penuh harap.

Pria itu terkejut lagi, lalu tertawa kecil. "Hanya itu? Baiklah, kau boleh datang kapan pun kau butuh. Paviliun ini terbuka untukmu."

Bai Ling berjalan pulang dengan langkah yang tenang, melewati sungai yang airnya mengalir perlahan. Ia sempat berhenti, duduk di tepian sungai, dan menendang air dengan lembut. Rintik-rintik air yang tercipta seolah mencerminkan kebingungan di hatinya. "Aku tidak tahu siapa kedua orang tuaku, dan mengapa tiba-tiba aku ada di sini," gumamnya dengan suara lirih, terbawa oleh nada sedih yang menggelayuti pikirannya. Pandangannya kosong, menatap air yang terus mengalir.

Setelah beberapa saat, ia bangkit dan melanjutkan perjalanannya. Jalan yang dilaluinya masih basah oleh hujan yang baru saja reda. Langkahnya pelan menuju rumahnya yang sederhana. Di halaman rumahnya ia memperhatikan ayam-ayam yang bertengger di atas kandang. Beberapa di antaranya masih berada di dalam, menjaga anak-anaknya agar tetap hangat. Bai Ling tersenyum getir. "Bahkan ayam memiliki kehangatan seorang ibu dan perlindungan seorang ayah," bisiknya dalam hati, sambil merasakan desiran rindu yang tak terpenuhi.

Di dalam rumah, Bai Ling menuju ke sudut ruangan kecilnya. Di sana, tumpukan buku-buku alkimia tersusun rapi di atas meja kayu yang sederhana. Ia mengambil salah satunya, membuka halaman demi halaman, dan mulai membaca dengan tekun. Buku-buku itu berisi metode-metode alkimia yang rumit, penuh dengan simbol-simbol dan catatan-catatan yang memerlukan ketelitian tinggi. Namun, Bai Ling tak merasa terbebani. Justru, ia merasa terhubung dengan sesuatu yang lebih besar, seolah ada jawaban yang tersembunyi di balik tulisan-tulisan itu.

Lima hari kemudian, Bai Ling sudah berada di dalam kota. Ia menuju Pavilium Zhuiyan, sebuah tempat yang dikenal sebagai pusat pembelajaran alkimia. Di sana, ia akan mencoba teknik alkimia baru yang telah dipelajarinya.