Chereads / CINTAKU MENJADI BENCI / Chapter 2 - BAB 2: PAGI YANG BERBEDA

Chapter 2 - BAB 2: PAGI YANG BERBEDA

Bab 2: Pagi yang Berbeda

Mentari pagi mulai menembus jendela besar kamar Angel dan Abraham, menyinari ruangan dengan cahaya hangat. Di meja makan, Angel sibuk menyiapkan sarapan untuk keluarganya. Aroma kopi yang baru diseduh bercampur dengan wangi roti panggang memenuhi ruangan. Kedua buah hati mereka, Nathan dan Alana, duduk di kursi masing-masing, sibuk menikmati roti selai favorit mereka.

Nathan, anak pertama mereka yang berusia tujuh tahun, adalah anak yang cerdas dan aktif. Ia selalu bersemangat saat bercerita tentang sekolahnya. Sementara itu, Alana, adik perempuannya yang baru berusia lima tahun, lebih pendiam tapi memiliki senyum yang selalu membuat hati Angel hangat.

Namun, pagi ini terasa berbeda. Angel menyadari sesuatu yang tidak biasa dari Abraham. Biasanya, suaminya akan menyambut anak-anak dengan hangat sebelum berangkat kerja, tapi pagi ini ia tampak terburu-buru. Sambil menyeruput kopinya dengan cepat, Abraham terus melihat layar ponselnya, seolah ada sesuatu yang lebih penting dari kebersamaan mereka.

"Pa, antar aku ke sekolah, ya?" pinta Nathan dengan penuh semangat.

Abraham mengangkat wajahnya sekilas, lalu tersenyum kecil. "Maaf, Nak. Papa harus berangkat lebih awal hari ini. Ada urusan penting di kantor."

Angel yang sejak tadi mengamati suaminya mulai merasa ada yang janggal. Abraham memang sibuk, tapi tidak biasanya ia tergesa-gesa seperti ini.

"Kamu jarang berangkat sepagi ini, ada meeting mendadak?" tanya Angel, mencoba terdengar santai.

Abraham tersentak sesaat, lalu dengan cepat mengangguk. "Iya, mendadak. Ada proyek besar yang harus aku urus."

Angel hanya diam, memperhatikan gelagat suaminya. Tangannya yang terbiasa menggenggam cangkir dengan santai, kini tampak kaku. Tatapan matanya seperti menyembunyikan sesuatu. Dan yang paling aneh, setiap kali ponselnya berbunyi, Abraham buru-buru membalikkan layar atau meletakkannya di kantong jasnya.

Tepat saat Abraham bersiap pergi, sebuah pesan masuk ke ponselnya. Angel secara refleks melirik sekilas ke layar yang masih menyala di meja. Satu nama terpampang jelas di sana: Sarah.

Dada Angel berdesir. Ia mencoba menepis pikirannya, tapi firasatnya mulai mengusik. Siapa Sarah? Kenapa Abraham terlihat begitu gelisah setiap menerima pesan darinya?

Angel hanya bisa menatap punggung suaminya yang semakin menjauh, meninggalkan perasaan tak nyaman yang mulai menggerogoti hatinya.

(Bersambung...)