Chereads / CINTA DIANTARA LUKA / Chapter 1 - CINTA DIANTARA LUKA

CINTA DIANTARA LUKA

AL_GAMING_1485
  • 7
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 394
    Views
Synopsis

Chapter 1 - CINTA DIANTARA LUKA

Bab 1: Luka di Antara Tawa

Hujan baru saja reda ketika truk militer memasuki halaman rumah sakit lapangan. Bau tanah basah bercampur aroma antiseptik langsung menusuk hidung. Para perawat sibuk mondar-mandir, menyiapkan tempat tidur untuk pasien yang baru datang dari garis depan.

Di antara deretan tentara yang turun dari truk, seorang pria dengan tubuh tegap tapi berantakan melompat turun. Seragamnya kotor bercampur lumpur, beberapa kancing jaketnya terbuka, dan ada luka kecil di alisnya.

Lucio Noil.

Wajahnya tampan, meskipun sedikit urakan. Senyum miringnya muncul begitu kaki menjejak tanah. Bukannya meringis kesakitan, dia malah terkekeh sambil menahan luka di lengannya.

"Masih selamat, lagi." gumamnya dengan bangga.

Di pintu tenda medis, seorang perawat muncul dengan clipboard di tangan. Rambut pirangnya disanggul rapi, bibirnya terkatup tanpa ekspresi. Matanya tajam seperti elang, siap menilai setiap pasien yang masuk.

Claudia Clara.

"Lucio Noil... Kenapa aku nggak heran kamu datang lagi?" suara Claudia datar, tapi ada sedikit nada jengkel yang tak bisa disembunyikan.

Lucio tersenyum lebar, mencoba memperbaiki kerah bajunya yang sudah setengah lepas.

"Aku rindu senyummu, Clara."

Claudia mendelik tajam.

"Aku akan tersenyum kalau kamu pingsan."

Lucio tertawa kecil sambil berjalan mendekat, tapi sebelum dia bisa menjawab, suara langkah kaki tenang terdengar dari dalam tenda.

Dokter Arthur Agrof baru saja keluar dengan jas putih bersih, kancing tertutup rapi, dan wajah yang seperti baru saja keluar dari iklan parfum mahal. Rambut hitamnya selalu tertata sempurna, dan bahkan di tengah medan perang, aroma mint dari tubuhnya selalu terasa.

Dia menatap Lucio sejenak, lalu tanpa berkata apa-apa langsung melihat luka di lengannya.

"Kamu lagi?" Arthur bertanya tanpa ekspresi.

Lucio menyeringai.

"Kalau bukan aku, siapa lagi yang membuat kalian sibuk di sini?"

Arthur menghela napas, tapi ada sedikit senyum tipis yang tertahan di bibirnya.

"Kalau kamu benar-benar ingin mati, Lucio, katakan saja. Aku bisa menyuntikmu dengan dosis morfin yang salah."

Claudia menahan tawa kecil, tapi buru-buru menutup mulutnya.

Lucio menatap keduanya bergantian. Satu dokter tampan yang dingin, satu perawat cantik yang galak. Dalam situasi lain, dia mungkin merasa seperti pasien biasa. Tapi di dalam pikirannya, ini adalah perang yang sesungguhnya.

Perang hati.

Arthur mulai membalut luka Lucio dengan tangan cekatan. Sementara itu, Claudia menulis laporan tanpa melihat sedikit pun ke arah Lucio.

Hening.

Lucio mendelik ke arah Claudia yang pura-pura tidak peduli.

"Clara, jangan pura-pura. Aku tahu kamu khawatir."

Claudia menoleh tajam.

"Aku lebih khawatir kapas habis kalau kamu datang lagi besok."

Arthur menyeringai tipis tanpa menoleh, tetapi Lucio menangkap momen itu.

Oh... ini bakal jadi panjang.

---

Saat malam tiba, rumah sakit mulai sepi. Tapi di salah satu ranjang pasien, Lucio terbaring sambil menatap langit-langit tenda. Tangannya masih dibalut, tapi pikirannya melayang.

Di luar tenda, Claudia terlihat sedang memeriksa stok obat, sementara Arthur berdiri di dekat meja, menyusun laporan.

Lucio mendengus kecil.

Cinta segitiga di medan perang. Siapa yang sangka dia bisa bertarung melawan musuh di siang hari... dan melawan perasaannya sendiri di malam hari?