Mereka berlari tanpa henti.
Lorong sempit itu dipenuhi debu.
Beterbangan.
Mengaburkan pandangan.
Elric sesekali menoleh ke belakang.
Bayangan-bayangan itu masih mengejar.
Semakin dekat.
Semakin ganas.
---
Napasnya tersengal.
Keringat dingin membasahi tubuhnya.
Di depannya, Karsa hampir tersandung beberapa kali.
Namun, ia tetap berusaha.
Aroma kayu lapuk dan lembap memenuhi udara.
Bercampur dengan bau amis darah yang samar.
Lalu—
Mereka berhenti mendadak.
---
Dinding.
Jalan buntu.
---
Karsa tersentak.
Tubuhnya hampir roboh.
Elric segera memeriksa dinding.
Mencari celah.
Tidak ada.
Bayangan-bayangan itu sudah sangat dekat.
Geraman mereka menggema, menggetarkan udara.
---
"Ada apa?"
Suara Karsa gemetar.
Ketakutan tergambar jelas di wajahnya yang pucat.
Elric menghela napas.
Ia harus berpikir cepat.
---
"Kita harus menemukan jalan lain," katanya.
Suaranya tegas.
Tapi dalam hatinya, keputusasaan mulai merayap.
---
Ia kembali mengamati dinding.
Matanya tertuju pada sesuatu.
Ukiran batu.
Hampir tak terlihat.
Tersembunyi di balik lapisan debu tebal.
---
Ia mengulurkan tangan.
Menyentuh ukiran itu.
Dingin.
Licin.
---
"Ini..." gumamnya.
Jari-jarinya mengelus perlahan.
Ada sesuatu yang berbeda.
Sebuah getaran samar.
---
"Sepertinya ini..."
Ia menekan ukiran itu.
Hati-hati.
Klik.
---
Sebuah bagian dinding bergerak.
Terbuka perlahan.
Mengungkapkan lorong lain.
Lebih sempit.
Lebih gelap.
---
Harapan menyala di dada Elric.
Tapi ia ragu.
Apakah ini jalan keluar?
Atau perangkap yang lebih berbahaya?
Di belakang mereka, geraman bayangan semakin dekat.
---
Elric mendorong Karsa masuk lebih dulu.
Tubuhnya menyusul.
Lorong itu gelap.
Dingin.
Lembap.
Bau tanah basah menyengat hidung.
---
Lampu senter Elric hanya mampu menembus beberapa meter ke depan.
Sisanya—kegelapan pekat.
Langkah kaki mereka terdengar nyaring.
Memantul di dinding lorong yang sempit dan berkelok.
Detak jantung Elric berpacu.
Terdengar jelas di tengah napas Karsa yang tersengal-sengal.
---
"Ini... Ini seperti..."
Karsa menelan ludah.
"Kuburan."
---
Tangannya gemetar.
Ia meraih ujung baju Elric.
Tapi Elric tidak menjawab.
Matanya fokus mengamati sekeliling.
---
Lorong ini buatan manusia.
Tua.
Lapuk.
Di dindingnya, ukiran-ukiran aneh tersembunyi di balik debu dan lumut.
Beberapa berbentuk simbol yang tak dikenalnya.
Yang lain—
Makhluk-makhluk menyeramkan.
---
Tiba-tiba—
Suara gesekan batu.
Disusul langkah kaki berat.
Dari belakang.
---
Mereka sudah sampai.
Bayangan-bayangan itu.
---
"Mereka mengejar kita," ujar Elric.
Datar.
Tanpa menoleh ke belakang.
"Kita harus keluar dari sini."
---
Lorong berbelok tajam ke kanan.
Elric melangkah lebih dulu.
Hati-hati.
Batu-batu berserakan di lantai.
Karsa mengikutinya.
Ragu-ragu.
Sesekali tersandung.
---
Bau amis darah.
Semakin kuat.
Elric mengerutkan hidung.
Ini bukan hanya darah dari perkelahian tadi.
---
Mereka berlari lagi.
Kegelapan semakin pekat.
Lorong semakin menyempit.
Lalu—
---
Sesuatu menyentuh tangan Elric.
Dingin.
---
Ia berhenti.
Menyalakan lampu senter lebih kuat.
Cahayanya mengenai dinding.
---
Di sana.
Sebuah ukiran batu.
Memancarkan cahaya redup.
Hijau zamrud.
---
Mirip dengan cahaya batu zamrud yang telah ia serahkan pada Respati.
Tapi cahaya ini berbeda.
Lebih dingin.
Lebih... hidup.
---
"Apa itu?"
Karsa terpaku.
Matanya melebar.
Suaranya bergetar.
Takjub.
Namun juga ketakutan.
---
Cahaya hijau zamrud berdenyut perlahan.
Seakan bernapas.
Elric menatap ukiran batu itu lekat-lekat.
Energi yang sama seperti di gudang tua—
Kuat.
Misterius.
---
"Aku tidak tahu," gumamnya, suaranya tenang meskipun jantungnya berdebar.
"Tapi sepertinya ini... pintu."
---
Ia menyentuh ukiran itu dengan hati-hati.
Dingin.
Halus.
Namun terasa... hidup.
Seolah merespons sentuhannya.
---
Karsa mendekat.
Matanya terpaku pada cahaya hijau.
Pucat.
Takut, namun terpesona.
"Apakah ini... aman?" bisiknya.
---
Langkah kaki semakin dekat.
Geraman samar menggema di lorong.
Bayangan-bayangan itu sudah hampir sampai.
Elric tidak menjawab.
Jari-jarinya mengelus pola-pola di batu.
---
Getaran itu semakin kuat.
Cahaya zamrud menyala lebih terang.
---
Elric merasakan tekanan lembut.
Seakan ada sesuatu di dalam batu itu.
Sebuah titik yang... menunggu untuk ditekan.
---
Ia ragu.
Lalu—
Menekan titik itu.
---
Klik.
---
Desisan dingin terdengar.
Dinding bergerak.
Menyingkapkan ruangan kecil di baliknya.
---
Gelap.
Lembap.
Bau tanah.
Dan sesuatu yang lain—
Manis.
Menyengat.
Asing.
Mengancam.
---
Di dalam kegelapan itu—
Sesuatu berkilauan.
---
Seperti batu zamrud.
Namun lebih besar.
Lebih terang.
---
Kemudian—
Bisikan.
Lirih.
Namun menusuk telinga.
---
Karsa tersentak.
Tubuhnya bergetar hebat.
---
"Apa itu?" suaranya hampir tak terdengar.
Ketakutan menguasainya.
---
Elric tetap diam.
Matanya terpaku pada cahaya misterius itu.
---
Langkah kaki di belakang semakin dekat.
Geraman semakin jelas.
---
Mereka harus memutuskan.
Masuk ke dalam—
Atau tetap berlari.
Dan menghadapi kegelapan yang mengejar.
---
Elric menarik napas dalam-dalam.
Jantungnya berdebar kencang.
Langkah kaki di belakang semakin dekat.
Tak ada waktu untuk ragu.
---
"Karsa, di belakangmu," perintahnya.
Suaranya tegas, meskipun rasa cemas menggumpal dalam dadanya.
Tanpa menunggu jawaban, ia mendorong Karsa masuk ke dalam ruangan kecil itu.
Kemudian, ia menyusul.
---
Ruangan itu sempit.
Lebih kecil dari yang terlihat dari luar.
Dinding-dindingnya batu tua—dingin, lembap.
Tak ada jalan keluar lain.
Hanya ada satu hal di dalam ruangan itu.
---
Kristal.
Besar.
Hijau zamrud.
Memancarkan cahaya lemah, berdenyut pelan.
Seperti jantung yang hidup.
---
Elric merasakan hawa dingin yang menusuk tulang.
Aroma busuk memenuhi ruangan.
Manis, menyengat.
Seperti bunga yang membusuk.
Dan sesuatu yang logam.
---
Racun?
---
Kepalanya mulai pusing.
Karsa berdiri kaku di sampingnya.
---
"Apa... apa ini?"
Suaranya bergetar.
Matanya membelalak.
Ketakutan, namun... penasaran.
---
Elric tidak langsung menjawab.
Matanya tetap tertuju pada kristal itu.
Ia merogoh sakunya, mengeluarkan kamera inframerah.
---
Klik.
---
Layar menunjukkan sesuatu yang mengerikan.
Kristal itu bukan sekadar batu.
Energinya sangat kuat.
Lebih kuat dari batu zamrud sebelumnya.
Dan denyutnya—
Seirama dengan detak jantung Elric sendiri.
---
Bisikan itu kembali.
Lebih jelas.
Lebih dekat.
Seperti angin yang berdesir di telinganya.
Lembut.
Namun penuh kekuatan.
---
Tiba-tiba—
Dingin.
Basah.
Lengket.
---
Elric menunduk.
Tangannya tenggelam dalam genangan cairan hijau.
Warnanya sama dengan kristal itu.
Dingin menusuk.
Dan meninggalkan sensasi geli yang aneh.
---
Di luar, langkah kaki berhenti.
Geraman terdengar samar.
Bayangan-bayangan itu sudah sampai.
Mereka tahu Elric dan Karsa ada di dalam.
---
Mereka tak bisa tinggal di sini selamanya.
Mereka harus memutuskan.
Sekarang.
---
Elric menepis cairan hijau lengket dari tangannya.
Rasa geli itu masih tersisa.
Bau busuk dan logam semakin menyengat.
Mual menjalar ke tenggorokannya.
---
Ia mengamati kristal raksasa di hadapannya.
Kamera inframerah masih merekam.
Denyut cahaya hijau itu terus berdenyut, seirama dengan sesuatu yang tak kasatmata.
Bisikan itu tetap ada.
Lirih.
Seperti mantra kuno yang hampir tak terdengar.
---
Di luar, geraman dan desisan terdengar lebih jelas.
Bayangan-bayangan itu semakin dekat.
Mereka tidak punya banyak waktu.
---
"Kita harus keluar dari sini," kata Elric.
Suaranya serak, nyaris tenggelam dalam kegaduhan yang mengancam dari luar.
Ia tidak menoleh ke Karsa.
Fokusnya hanya pada kristal.
Dan suara-suara di balik dinding.
---
"Tapi bagaimana?"
Suara Karsa nyaris tak terdengar.
Matanya berkaca-kaca.
Tangannya gemetar saat merogoh sesuatu dari sakunya.
Sebuah batu zamrud kecil.
---
Elric meliriknya sekilas.
Energinya lemah.
Redup dibandingkan dengan kristal raksasa di hadapan mereka.
Namun, masih ada kekuatan di dalamnya.
Kuno.
Misterius.
---
Ia berpikir cepat.
Tak ada jalan keluar.
Dinding batu kokoh, tanpa celah.
Di luar, suara semakin liar.
Mereka akan menerobos masuk.
Sebentar lagi.
---
"Kita harus memanfaatkan ini."
Elric menunjuk kristal.
"Kekuatannya... bisa jadi kunci."
---
Ia menatap cairan hijau yang masih menetes dari permukaannya.
"Atau mungkin, ini."
---
Dengan hati-hati, ia mengeluarkan sepotong kain.
Mencelupkannya ke dalam cairan.
Dingin.
Licin.
Bau busuknya menusuk tajam.
---
Karsa tidak bergerak.
Tatapannya penuh ketakutan dan kebingungan.
Ia menunggu.
Menunggu Elric mengambil keputusan.
---
Di luar, geraman semakin keras.
Gema langkah kaki mengguncang dinding batu.
Sebentar lagi—
Mereka akan masuk.
---
Detik-detik terasa lambat.
Mencekam.
Elric merasakan tekanan di dadanya.
Ketakutan.
Dan adrenalin.
---
Waktunya hampir habis.
---
Elric mengamati kain yang telah terendam cairan hijau.
Cahaya redupnya berdenyut perlahan.
Seirama dengan kristal raksasa di hadapannya.
---
Ada sesuatu yang aneh.
Sebuah resonansi samar.
Kain itu… merespon energi kristal.
---
"Karsa," kata Elric pelan.
Suaranya tenang, tapi tegas.
"Pegang batu zamrud itu erat-erat. Aku akan mencoba sesuatu."
---
Karsa mengangguk.
Jari-jarinya mencengkeram batu zamrud kecil itu hingga memutih.
Matanya tak lepas dari cahaya hijau yang menyeramkan.
---
Elric melangkah lebih dekat.
Ia menghindari genangan cairan hijau yang semakin luas.
Jantungnya berdetak cepat.
Tangannya gemetar sedikit saat ia meletakkan kain basah itu ke permukaan kristal.
Hati-hati.
Tanpa menyentuh cairan yang masih menetes.
---
Sekejap kemudian, kristal bergetar hebat.
Cahayanya menyala terang.
Menyilaukan.
---
Gelombang energi meledak keluar.
Menerpa Elric dan Karsa.
Mereka terhuyung ke belakang.
Dingin.
Seperti aliran es yang menusuk tulang.
---
Keheningan mendadak menyelimuti ruangan.
Geraman di luar lenyap.
Hanya tersisa dengungan rendah dari kristal.
Dan napas mereka yang memburu.
---
Kemudian, suara itu terdengar.
Sebuah retakan.
Dalam.
Bergaung di dalam dinding batu.
Bukan suara biasa.
Seperti sesuatu yang terbuka.
Sesuatu yang besar.
Dan kuno.
---
Karsa tersentak.
Ia menjerit kecil.
Tubuhnya mundur ke belakang.
---
Elric tetap diam.
Matanya terpaku pada dinding yang mulai retak.
Jantungnya berdegup kencang.
Menunggu.
Apa yang akan muncul?
---
Bau busuk dan logam menghilang.
Digantikan aroma tanah.
Dan sesuatu yang lain.
Asing.
Namun tidak mengancam.
Atau… setidaknya, itulah yang ia harapkan.
---
Retakan di dinding melebar.
Batu-batu kecil runtuh, membentuk celah.
Cukup besar untuk dilalui.
---
Di balik celah itu, terbentang sebuah terowongan.
Gelap.
Lembap.
Hawa dinginnya berbeda.
Tidak seperti kristal.
Lebih dalam.
Lebih tua.
---
Bau tanah basah memenuhi udara.
Lumut dan kelembapan menyerap sisa aroma busuk sebelumnya.
Karsa memeluk erat batu zamrudnya.
Tubuhnya masih gemetar.
"Apa itu?" bisiknya.
Nyaris tak terdengar.
---
Elric mengangkat kamera inframerah.
Ia mengarahkannya ke dalam terowongan.
Layar menampilkan bayangan samar.
Lorong panjang.
Berliku.
Tanpa tanda-tanda bahaya.
Tapi… sesuatu terasa salah.
---
Kristal di belakang mereka meredup.
Cahaya hijaunya melemah.
Denyutannya pelan.
Seperti jantung yang kehilangan tenaga.
Elric merasakan kejanggalan.
---
"Aku tidak tahu," katanya akhirnya.
Suaranya rendah.
Serius.
"Tapi kita tidak punya pilihan lain."
Ia menoleh ke belakang.
"Bayangan-bayangan itu mungkin kembali."
---
Karsa menelan ludah.
Matanya berkaca-kaca.
Takut.
Tapi tidak mundur.
Elric ragu-ragu.
"Kau bisa menunggu di sini," katanya pelan.
"Aku akan pergi sendiri."
---
Karsa menggeleng cepat.
"Tidak!"
Suara itu lebih kuat dari yang ia duga.
"Aku akan ikut. Aku tidak mau sendirian."
---
Sejenak, Elric hanya menatapnya.
Ada sesuatu yang berbeda dalam sorot mata Karsa.
Bukan sekadar ketakutan.
Tapi tekad.
Keinginan untuk bertahan.
Untuk menghadapi apa pun yang ada di depan.
---
Terowongan menganga di hadapan mereka.
Gelap.
Tanpa kepastian.
Tapi hanya itu satu-satunya jalan.
Dan mereka harus memilih.
Sekarang.
---
Elric mengangguk.
Menerima keputusan Karsa.
Hening.
Hanya suara tetesan air dari langit-langit terowongan yang terdengar.
Udara semakin dingin.
Menusuk kulit.
---
Elric memeriksa perlengkapannya.
Kamera inframerah—siap.
Perekam suara—aktif.
Pistol di pinggangnya—penghiburan kecil di tengah ketidakpastian.
Angin tipis bertiup dari dalam terowongan.
Membawa aroma tanah basah.
Dan sesuatu yang lain.
Sesuatu yang asing.
Seperti bau sesuatu yang telah lama terkubur.
---
Karsa menarik napas panjang.
Tangannya erat menggenggam batu zamrud.
Dingin.
"Semoga saja ini jalan keluar," gumamnya.
Suaranya bergetar.
---
Elric melangkah pertama.
Melewati celah sempit di dinding batu.
Bebatuan tajam bergesek dengan kulitnya.
Karsa mengikuti.
Lebih kaku.
Lebih hati-hati.
---
Terowongan lebih luas dari yang terlihat.
Cukup tinggi untuk berdiri tegak.
Tapi gelap.
Hanya cahaya infra merah dari kamera Elric yang menerangi jalan.
---
Tetesan air jatuh.
Langkah kaki mereka menggema.
Bau lumut semakin kuat.
Bercampur aroma lain.
Manis.
Menjijikkan.
---
Elric mengangkat kameranya.
Dinding terowongan muncul di layar.
Ada ukiran.
Hampir tak terlihat oleh mata telanjang.
Simbol-simbol aneh.
Huruf-huruf kuno.
---
"Lihat ini," bisik Elric.
Ia menunjukkan layar kameranya.
Karsa menyipitkan mata.
Mencoba memahami.
"Aku… aku tidak tahu," katanya pelan.
"Bukan bahasa yang kukenal."
---
Elric menyimpan kameranya.
"Terowongan ini…"
Ia terdiam sejenak.
Matanya menyusuri kegelapan di depan mereka.
"Terasa salah."
Firasat buruk merayapi pikirannya.
---
Mereka melangkah lagi.
Hati-hati.
Langkah kaki mereka menggema di lorong batu.
Hening.
Lalu, sesuatu bergerak.
Jauh di dalam kegelapan.
---
Suara itu semakin dekat.
Samar.
Berubah menjadi derit panjang yang menusuk telinga.
Elric mempercepat langkah.
Karsa mengikutinya, napasnya tersengal.
Jantung mereka berdegup kencang.
---
Penerangan infra merah hanya menjangkau beberapa meter ke depan.
Sisanya tetap tenggelam dalam kegelapan yang mencekam.
Udara semakin dingin.
Semakin berat.
Seperti ada sesuatu yang menekan dada mereka.
---
"Apa itu?" bisik Karsa.
Tangannya menggenggam erat batu zamrud.
Seolah berharap benda itu bisa melindunginya.
---
Elric diam.
Matanya terpaku ke depan.
Derit itu semakin jelas.
Ia mengeluarkan pistol.
Jari-jarinya siap di pelatuk.
---
Layar kamera infra merah berkedip.
Bayangan samar muncul di kejauhan.
Besar.
Bergerak cepat.
Bentuknya kabur.
Tapi jelas lebih besar dari manusia.
---
"Kita harus siap," gumam Elric.
Suaranya rendah.
Tenang.
Berusaha menyembunyikan kegelisahan.
Ia melirik Karsa.
Pucat.
Matanya penuh ketakutan.
---
Derit itu berhenti.
Tiba-tiba.
Keheningan menggantung.
Terlalu hening.
Hanya napas mereka yang terdengar.
Bercampur dengan tetesan air dari langit-langit terowongan.
---
Elric menelan ludah.
"Mungkin… hanya hewan?" bisiknya.
Ia sendiri tidak yakin.
Penjelasan itu terlalu sederhana.
Terlalu normal.
---
Karsa tidak menjawab.
Ia hanya menggeleng pelan.
Tatapannya terpaku pada kegelapan.
Jari-jarinya semakin erat menggenggam batu zamrud.
Seperti mencari perlindungan.
---
Hening.
Ketegangan menekan udara.
Seperti tali yang siap putus.
---
Lalu…
Dari dalam kegelapan…
Cahaya muncul.
Hijau.
Terang.
Menyilaukan.
Berasal dari ujung terowongan.
Dan semakin dekat.
---
Cahaya hijau semakin terang.
Menyorot dinding terowongan.
Menyilaukan.
Elric menyipitkan mata.
Ia menurunkan intensitas kamera infra merahnya.
Sedikit demi sedikit, bentuk di ujung terowongan mulai terlihat.
---
Sebuah ruangan besar.
Di tengahnya—
Kristal zamrud raksasa.
Jauh lebih besar dari yang mereka temukan sebelumnya.
Berkilauan.
Denyut cahayanya perlahan mengembang dan mengecil, seirama dengan sesuatu yang tak terlihat.
Energi memancar darinya.
Hangat.
Berbeda dengan hawa dingin yang menyelimuti terowongan.
---
Ukiran memenuhi dinding ruangan.
Detail.
Lebih jelas daripada yang mereka lihat sebelumnya.
Simbol-simbol kuno mengitari kristal, seolah membentuk pola tertentu.
Elric menelusuri ukiran itu dengan pandangan tajam.
Sebuah kisah yang belum terungkap.
---
"Kristal… lebih besar," bisik Karsa.
Suaranya masih bergetar.
Namun kini ada sesuatu yang lain dalam nadanya.
Kekaguman.
---
Elric mengangkat kamera.
Mengamati lebih jauh.
Ada patung-patung tua di sekitar kristal.
Batu mereka sudah retak, dimakan waktu.
Dan di lantai—
Jejak kaki.
Besar.
Jauh lebih besar dari jejak manusia.
---
"Ada sesuatu… di sana," gumam Elric.
Ia menunjuk ke sudut ruangan.
Sebuah bayangan gelap.
Nyaris tak bergerak.
Terlalu lambat untuk terlihat dengan mata telanjang.
Namun kamera infra merah menangkapnya dengan jelas.
---
Sosok reptil besar.
Ekor panjang.
Sayap terlipat di sisi tubuhnya.
Makhluk itu bernafas.
Pelan.
Tapi kuat.
---
"Apa itu?" Karsa berbisik.
Suaranya hampir tak terdengar.
Ketakutan kembali menguasainya.
Elric tak segera menjawab.
Matanya tetap terpaku pada sosok itu.
---
Ancaman nyata.
Bukan sekadar bayangan gelap seperti yang mereka temui di pabrik tekstil.
Bukan sesuatu yang terkontaminasi.
Makhluk ini—
Lebih besar.
Lebih tua.
Dan jauh lebih berbahaya.
---
Denyutan kristal terasa di udara.
Elric bisa merasakannya.
Seperti jantung dunia.
Berdetak lambat.
Kuat.
Karsa menggenggam batu zamrudnya erat.
Seolah ada hubungan antara batu kecil itu dengan raksasa yang berdiri di hadapan mereka.
---
Elric menarik napas dalam.
"Kita harus berhati-hati," katanya pelan.
Sangat berhati-hati.
---
Langkah mereka pelan.
Hampir tak bersuara.
Udara semakin berat.
Bertekanan.
Seperti berada di bawah air.
---
Kamera infra merah Elric tetap terarah.
Bayangan itu masih di sana.
Besar.
Misterius.
Gerakannya lambat, seolah menunggu.
---
Aroma tanah dan lumut masih terasa.
Tapi kini bercampur sesuatu yang lain.
Bau musky.
Kental.
Seperti darah tua yang mengering.
---
Di tengah ruangan, kristal zamrud raksasa berdenyut.
Cahayanya hijau menyilaukan.
Menyinari ukiran di dinding.
Simbol-simbol yang rumit.
Mungkin peta.
Mungkin kisah lama.
Tak bisa mereka pahami.
---
"Apa yang kita lakukan?" bisik Karsa.
Suaranya nyaris tenggelam dalam keheningan.
Matanya masih dipenuhi ketakutan.
Tapi di balik itu—
Penasaran.
---
Elric tak langsung menjawab.
Pandangannya menyapu ruangan.
Bayangan besar itu.
Kristal yang berdetak seperti jantung.
Ada sesuatu di sini.
Sesuatu yang lebih dari sekadar ruangan tersembunyi.
Ini tempat dengan kekuatan.
Sejarah.
Dan bahaya.
---
"Kita harus mencari tahu," jawabnya akhirnya.
Suaranya tetap tenang.
Tapi jauh di dalam dirinya, kecemasan mulai tumbuh.
---
Denyutan kristal semakin kuat.
Batu zamrud di genggaman Karsa bergetar halus.
Beresonansi.
Seperti terhubung dengan sesuatu yang lebih besar.
---
Mereka bergerak perlahan.
Menghindari jejak kaki besar di lantai.
Mendekati bayangan di sudut ruangan.
Elric menggenggam pistolnya erat.
Siap menghadapi apapun.
---
Bayangan itu tetap di sana.
Bergerak sedikit.
Tapi tidak menyerang.
Menunggu.
---
Ketegangan menggantung di udara.
Waktu terasa berhenti.
Tak ada suara.
Hanya napas mereka.
Dan denyutan kristal yang semakin kuat.
---
Sesuatu akan terjadi.
Mereka hanya perlu menunggu.