Chereads / Dewa Tanpa Mahkota / Chapter 2 - Bab 2: Dunia yang Belum Pernah Kulihat

Chapter 2 - Bab 2: Dunia yang Belum Pernah Kulihat

Feng Xin melangkah pelan.

Setiap langkahnya seolah membawa dampak pada dunia di sekitarnya. Hutan yang lebat kini terasa lebih sunyi, seakan makhluk-makhluk di dalamnya tidak berani membuat suara sekecil apa pun.

Ia mengangkat kepalanya, menatap langit yang mulai berubah warna seiring dengan datangnya malam.

Bintang-bintang bersinar redup di angkasa, membentuk pola yang tidak familiar baginya.

"Aku tidak mengenal rasi bintang ini..."

Pikirannya masih dipenuhi dengan kebingungan. Ia tidak ingat apa pun tentang masa lalunya—namun tubuhnya bergerak seolah sudah terbiasa dengan kekuatan yang luar biasa ini.

Baru saja ia tiba di dunia ini, namun segala sesuatu terasa begitu kecil.

Kultivator-kultivator yang mengira diri mereka kuat, hewan-hewan mistis yang menguasai langit dan bumi, bahkan hukum alam yang seharusnya mutlak… semuanya terasa rapuh di hadapannya.

Namun, ada satu hal yang menarik perhatiannya.

Dari kejauhan, ada sebuah kota besar.

Cahayanya terang, meskipun malam telah tiba. Benteng-bentengnya menjulang tinggi, dan dari atasnya, Feng Xin bisa merasakan kehadiran ratusan ribu orang yang tinggal di dalamnya.

"Apa tempat ini?" gumamnya.

Dengan satu langkah ringan, tubuhnya menghilang.

Kota Tianlu – Kota Terbesar di Wilayah Timur

Di jantung Kota Tianlu, jalanan masih ramai meskipun malam telah menyelimuti langit. Para pedagang memenuhi pasar dengan suara tawar-menawar yang nyaring, sementara para prajurit berjaga di sudut-sudut jalan dengan wajah serius.

Di tengah keramaian itu, seorang gadis muda berbaju putih melangkah cepat.

Rambut peraknya berkibar di bawah cahaya lentera, dan matanya yang biru berkilauan seperti kristal. Ia tampak gelisah, sesekali menoleh ke belakang, seakan sedang dikejar sesuatu.

"Jangan sampai mereka menemukanku..." gumamnya pelan.

Namun, sebelum ia bisa melangkah lebih jauh—

"Di sana dia!"

Suara teriakan menggema di jalanan.

Dari gang gelap, sekelompok pria berbaju hitam berlarian keluar, masing-masing membawa senjata berkilauan yang memancarkan energi spiritual.

Si gadis menggertakkan giginya.

Tanpa menunggu lebih lama, ia melompat ke atap rumah terdekat dan melesat cepat di antara bangunan-bangunan tinggi. Gerakannya gesit, menunjukkan bahwa ia bukan orang biasa.

Namun, pengejarnya tidak kalah cepat.

"Sial... mereka lebih kuat dari yang kuduga," desisnya.

Ia merogoh kantong kecil di pinggangnya, mengeluarkan benda berbentuk kristal merah yang bersinar redup.

"Aku harus mencari tempat untuk bersembunyi..."

Namun sebelum ia sempat melakukan sesuatu, tubuhnya tiba-tiba berhenti.

Tekanan luar biasa melanda seluruh kota.

Angin yang berhembus tiba-tiba berhenti. Lentera-lentera yang menggantung di jalanan bergetar hebat. Udara terasa lebih berat, seolah sesuatu yang tidak bisa dijelaskan telah muncul di tengah-tengah mereka.

Mata si gadis membelalak.

"Apa ini...?!"

Di saat yang sama, pria-pria berbaju hitam yang mengejarnya juga terdiam. Wajah mereka memucat, tangan mereka gemetar.

Di atas mereka, di langit yang gelap, seorang pria berbaju hitam berdiri di udara.

Feng Xin.

Dengan tangan bersedekap, ia menatap ke bawah dengan ekspresi datar.

Salah satu pria berbaju hitam, yang tampaknya pemimpin dari kelompok itu, mencoba berbicara.

"Siapa kau?!"

Namun sebelum ia bisa melanjutkan kalimatnya, Feng Xin melirik ke arahnya.

BUK!

Tanpa sentuhan, tubuh pria itu langsung terhempas ke belakang, menabrak dinding dengan suara keras. Ia terbatuk darah, wajahnya penuh dengan ketakutan.

Tidak ada yang melihat apa yang terjadi.

Feng Xin hanya melihatnya, dan dalam sekejap pria itu kehilangan kekuatan untuk berdiri.

Seluruh kota menjadi sunyi.

Semua orang, baik penduduk biasa maupun kultivator tingkat tinggi yang merasakan tekanan ini, hanya bisa menahan napas.

Feng Xin menatap gadis itu.

Mata mereka bertemu.

Sesaat, gadis itu merasakan sesuatu yang aneh. Aura pria ini… tidak seperti manusia biasa. Bahkan tidak seperti Kaisar Dewa atau makhluk suci yang pernah ia dengar dalam legenda.

Ia seperti… sesuatu yang jauh lebih besar.

"Apa kau yang mereka kejar?" Feng Xin bertanya dengan nada datar.

Si gadis menelan ludah, lalu mengangguk pelan.

Feng Xin menurunkan tangannya.

"Baiklah," katanya. "Maka aku akan membantumu."

Di sudut kota, di dalam sebuah gedung besar, sekelompok pria tua duduk di sekeliling meja besar yang dipenuhi gulungan kitab dan batu giok bercahaya.

Salah satu dari mereka tiba-tiba berdiri.

"Apa kalian merasakan itu?" suaranya gemetar.

Yang lain saling berpandangan dengan wajah tegang.

Tekanan yang baru saja melanda kota... bukan sesuatu yang bisa diciptakan oleh manusia biasa.

"Seseorang telah tiba di Kota Tianlu..." suara pria itu semakin dalam.

Dan dari auranya…

"Dia bukan dari dunia ini."

Ruangan itu jatuh dalam keheningan.

Para tetua yang duduk di sekitar meja besar saling bertukar pandang. Cahaya lentera yang menerangi ruangan seakan bergetar, seolah merasakan ketegangan yang menyelimuti tempat itu.

Tetua berjubah emas, yang paling dihormati di antara mereka, menghela napas panjang. Dengan tangan gemetar, ia meraih gulungan kitab kuno yang tersimpan dalam kotak kayu di hadapannya.

Ketika ia membukanya, huruf-huruf kuno yang berpendar samar mulai bersinar.

"Ketika langit bergetar dan bumi berlutut, makhluk tanpa asal akan turun..."

"Ia bukan dewa, bukan iblis, dan bukan manusia..."

"Namun di hadapannya, dunia akan membungkuk, dan keseimbangan yang dijaga selama ribuan tahun akan terhancurkan."

Salah satu tetua lain mengepalkan tangannya. "Apa mungkin... dia adalah yang diramalkan dalam naskah kuno itu?"

Tetua berjubah emas menatap ke kejauhan.

Jika memang begitu... dunia berada dalam bahaya.

Di Langit Kota Tianlu

Feng Xin masih menatap gadis berambut perak itu.

Ia tidak bergerak, tidak berbicara. Namun, hanya dengan keberadaannya saja, seluruh kota seolah berada di bawah kendalinya.

Para pria berbaju hitam yang tadi mengejar gadis itu tidak berani melakukan apa pun. Pemimpin mereka masih tergeletak tak sadarkan diri, tubuhnya masih menempel di dinding dengan darah menetes dari sudut bibirnya.

Akhirnya, salah satu dari mereka mencoba berbicara.

"Tuan... siapakah Anda sebenarnya?"

Feng Xin menoleh, matanya hitam pekat tanpa emosi.

"Kenapa aku harus memberitahumu?"

BUK!

Tanpa gerakan yang terlihat, pria itu tersentak ke belakang, tubuhnya menghantam tanah dengan keras. Yang lain menjerit ketakutan dan segera berlutut.

"Maafkan kami! Kami hanya menjalankan perintah!"

Feng Xin melirik gadis itu. "Siapa mereka?"

Si gadis menggigit bibirnya. "Mereka… orang-orang dari Sekte Langit Hitam. Aku tidak tahu kenapa mereka mengejarku, tapi aku tidak bisa membiarkan mereka menangkapku."

Feng Xin menatap kembali ke arah para pria berbaju hitam yang masih berlutut dengan wajah pucat.

"Pergi."

Satu kata keluar dari mulutnya, dan mereka langsung berdiri, melarikan diri secepat yang mereka bisa.

Si gadis menatapnya dengan bingung.

"Kenapa kau tidak membunuh mereka?"

Feng Xin mengangkat bahu. "Tidak ada alasan untuk itu."

Gadis itu masih menatapnya dengan waspada. "Kau… sebenarnya siapa?"

Feng Xin terdiam sejenak, lalu menatap langit.

"Aku pun ingin tahu."

Angin berhembus pelan di antara mereka. Dalam keheningan yang menyelimuti malam, hanya suara napas mereka yang terdengar.

Gadis itu menatapnya lekat-lekat.

Ia bisa merasakan sesuatu yang berbeda dari pria ini. Ia bukan hanya kuat… ia tidak memiliki batas.

Jika ia ingin, ia bisa menghancurkan kota ini dalam satu kedipan mata.

Namun, ia tidak melakukannya.

Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, gadis itu merasa ada sesuatu yang lebih besar dari semua yang pernah ia ketahui.

Feng Xin menatapnya kembali.

"Kau belum memberitahuku namamu."

Gadis itu terdiam sejenak, lalu menghela napas.

"Arya," katanya. "Aku Arya Lin dari Klan Lin."

Feng Xin mengangguk. "Baik, Arya Lin. Sepertinya aku akan mengikutimu untuk sementara waktu."

Arya membelalakkan matanya. "Mengikutiku?"

"Aku tidak punya tujuan lain saat ini," kata Feng Xin dengan santai. "Dan kau terlihat menarik."

Arya tidak tahu apakah ia harus merasa tersanjung atau takut.

Namun, dalam hatinya, ia tahu bahwa sejak malam ini… takdirnya telah berubah selamanya.

Di Balik Bayangan Kota Tianlu

Di dalam ruangan gelap yang hanya diterangi oleh nyala lilin berwarna ungu, seorang pria tua dengan jubah hitam duduk di atas takhta batu yang dihiasi ukiran naga.

Matanya menyipit saat ia mendengarkan laporan dari salah satu bawahannya yang berlutut di hadapannya.

"Dia hanya berdiri di sana… dan pemimpin kita langsung tidak sadarkan diri?"

"Y-ya, Guru Besar…" suara pria yang melapor terdengar gemetar.

Pria tua itu terdiam, lalu tersenyum tipis.

"Menarik."

Ia mengangkat tangannya, dan seberkas cahaya gelap muncul di telapak tangannya.

"Siapkan pasukan. Jika dia benar-benar sehebat itu… maka kita harus mengujinya."

Kilatan dingin melintas di matanya.

"Dan jika dia menjadi ancaman…"

Senyumnya semakin lebar.

"Maka kita akan menghapusnya sebelum ia bisa menghancurkan dunia ini."