"Aku sudah menunggumu."
Suara itu tenang, namun penuh ketegasan.
Feng Xin menatap pria berbaju hitam di hadapannya. Orang ini tidak menunjukkan tekanan energi seperti Lei Yuan atau Bai Zhen, namun ada sesuatu dalam sorot matanya—sebuah ketenangan yang berbahaya.
Lei Yuan langsung bersiaga, tangannya bersiap mengeluarkan petir kapan saja.
"Siapa kau?" Lei Yuan bertanya tajam.
Pria berbaju hitam itu tidak langsung menjawab. Ia menatap Feng Xin selama beberapa saat sebelum akhirnya tersenyum tipis.
"Liu Bai," katanya pelan. "Itulah namaku."
Ia menyilangkan tangan di dadanya dan menghela napas.
"Sepertinya kau benar-benar bukan dari dunia ini," lanjutnya, matanya menelusuri Feng Xin dari kepala hingga kaki.
Feng Xin masih tetap diam, namun dalam pikirannya, ia mulai waspada.
"Dia tahu? Bagaimana?"
Melihat Feng Xin tidak bereaksi, Liu Bai hanya tersenyum dan melanjutkan, "Aku tahu banyak hal. Seperti bagaimana seseorang sepertimu—seseorang yang tidak terikat dengan hukum dunia ini—akan mengacaukan segalanya."
Lei Yuan semakin tidak nyaman. "Hei, kau bicara seolah kau dewa atau peramal. Bagaimana bisa kau tahu semua itu?"
Liu Bai meliriknya sebentar, sebelum menatap kembali Feng Xin.
"Bukan karena aku peramal," katanya. "Tapi karena aku sudah pernah melihat seseorang sepertinya sebelumnya."
Kali ini, bahkan Feng Xin pun sedikit terkejut.
"Menarik," katanya akhirnya. "Dan apa yang terjadi pada orang itu?"
Liu Bai tersenyum lebih lebar, namun matanya dipenuhi ketajaman.
"Dia dihancurkan oleh dunia ini."
Sejenak, keheningan menyelimuti mereka.
Namun, bukannya terguncang, Feng Xin justru tersenyum tipis.
"Kau pikir aku akan mengalami nasib yang sama?"
Liu Bai menggeleng. "Tidak, aku rasa kau berbeda."
Ia menoleh ke arah kota yang sibuk, di mana para pedagang dan kultivator masih berlalu lalang, sama sekali tidak menyadari bahwa pembicaraan di sini bisa menentukan masa depan dunia mereka.
"Aku tidak akan menghalangimu," kata Liu Bai akhirnya. "Aku hanya ingin melihat ke mana langkahmu akan membawamu."
Ia berbalik, bersiap pergi.
Namun sebelum itu, ia menambahkan satu hal.
"Oh, satu lagi."
Ia menoleh sedikit, ekspresinya lebih serius.
"Berhati-hatilah dengan Para Kaisar Dewa. Mereka sudah mulai memperhatikanmu."
Lalu, seperti bayangan yang tertiup angin, Liu Bai menghilang ke dalam keramaian kota.
Feng Xin memperhatikan punggungnya yang menghilang, lalu menoleh ke Lei Yuan yang masih terlihat bingung.
"Apa tadi itu?" Lei Yuan menggaruk kepalanya. "Bagaimana dia tahu semua itu?"
Feng Xin tidak menjawab.
Namun, dalam pikirannya, ia mulai menyusun gambaran besar.
Dunia ini mulai bergerak lebih cepat dari yang ia kira.
Dan itu berarti...
Ia harus mulai bergerak juga.
Di Dalam Istana Kaisar Dewa
Jauh di atas dunia manusia, di tempat di mana hanya para dewa yang bisa berdiri, Istana Kaisar Dewa bersinar dengan cahaya keemasan yang ilahi.
Di dalam ruang utama yang megah, para Kaisar Dewa telah berkumpul.
Di antara mereka, duduk seorang pria dengan rambut perak yang menjuntai hingga ke lantai. Jubahnya bercahaya seperti bintang di malam hari, dan matanya penuh kebijaksanaan serta ketakutan.
Ia adalah Mo Tian, Kaisar Dewa Tertinggi.
Dengan suara berat, ia berbicara.
"Feng Xin."
Satu nama itu bergema di dalam ruangan, dan para Kaisar Dewa lainnya langsung terdiam.
"Kekuatan yang ia miliki tidak berasal dari dunia ini."
Ia menatap ke bawah, ke dunia fana yang tampak kecil dari tempat mereka berdiri.
"Kita telah mengabaikan keberadaannya, tetapi sekarang... kita tidak bisa lagi berpura-pura bahwa ia bukan ancaman."
Seorang Kaisar Dewa berjubah merah—Jin Wu, Kaisar Dewa Api—menghentakkan tangannya ke meja besar di tengah ruangan.
"Jika dia bukan bagian dari dunia ini, maka kita harus menghapusnya! Sebelum kekuatannya tumbuh lebih besar!"
Beberapa Kaisar Dewa mengangguk setuju, namun yang lain tetap diam, memikirkan keputusan ini dengan hati-hati.
Salah satunya, seorang wanita dengan jubah putih bersih dan aura yang sangat tenang, akhirnya berbicara.
"Kita belum tahu niatnya," katanya. "Jika kita menyerangnya terlebih dahulu, kita mungkin justru membuatnya menjadi musuh."
Namun Jin Wu hanya mendengus. "Apa kau pikir orang seperti itu bisa dikendalikan? Kau sendiri tahu betapa berbahayanya mereka yang berasal dari luar dunia ini!"
Mo Tian menutup matanya sejenak, lalu membukanya kembali.
"Aku akan menguji dia sendiri," katanya akhirnya.
Semua Kaisar Dewa terdiam.
"Jika dia benar-benar ancaman," lanjut Mo Tian, "maka aku sendiri yang akan turun tangan untuk menghadapinya."
Dengan keputusan itu, pertemuan selesai.
Namun, jauh di dalam pikirannya, Mo Tian tahu...
Feng Xin bukanlah seseorang yang bisa diperlakukan seperti makhluk biasa.
Dan jika ia salah langkah...
Maka bukan hanya dunia fana yang akan hancur—tetapi juga surga itu sendiri.
Di Sebuah Gua Misterius
Sementara itu, di tempat yang jauh dari jangkauan manusia dan dewa, seorang pria tua dengan rambut putih panjang duduk bersila di dalam gua yang gelap.
Ia membuka matanya yang penuh kebijaksanaan.
Dalam keheningan, ia bergumam, "Akhirnya, keseimbangan dunia mulai terguncang lagi..."
Ia menghela napas panjang.
"Feng Xin... Aku ingin melihat apakah kau akan menjadi penyelamat atau penghancur dunia ini."
Angin bertiup lembut di dalam gua, membawa bisikan-bisikan masa depan yang tidak bisa diprediksi.
Dan di luar sana—
Dunia terus bergerak.
Perang besar antara dewa, iblis, dan manusia akan segera dimulai.
Namun di tengah semua itu...
Feng Xin tetap melangkah maju.
Tanpa ragu.
Tanpa takut.
Karena pada akhirnya, jika dunia ini mencoba menghancurkannya—maka ia akan menghancurkan dunia itu terlebih dahulu.
Feng Xin berdiri diam di tengah kota Tianlu, membiarkan angin malam menyapu rambut hitamnya. Kata-kata Liu Bai masih terngiang di benaknya, seperti suara halus yang mengusik pikirannya.
"Seseorang sepertimu telah muncul sebelumnya... dan dunia ini menghancurkannya."
Namun, ia bukan orang itu.
Ia bukan seseorang yang bisa dihancurkan begitu saja.
"Hei, Feng Xin!" Lei Yuan menepuk pundaknya, suaranya penuh energi meskipun ada sedikit ketegangan di matanya. "Orang itu… Liu Bai, aku tidak yakin harus percaya padanya atau tidak. Tapi satu hal yang jelas—kau sudah menarik perhatian orang-orang kuat di dunia ini."
Feng Xin hanya mengangguk pelan. Itu bukan hal yang mengejutkan.
"Apa yang akan kita lakukan sekarang?" Lei Yuan bertanya lagi.
Feng Xin menatap ke arah langit yang gelap.
"Kita akan menunggu."
Lei Yuan mengernyit. "Menunggu apa?"
Feng Xin tersenyum tipis.
"Menunggu dunia ini menunjukkan taringnya."
Istana Kaisar Dewa – Sebuah Rencana yang Disusun dalam Bayangan
Di puncak langit, tempat di mana para Dewa bersemayam, sebuah pertemuan rahasia berlangsung.
Mo Tian, Kaisar Dewa Tertinggi, duduk di singgasananya. Di sekelilingnya, enam Kaisar Dewa lainnya berdiri dalam keheningan yang tegang.
"Kita tidak bisa membiarkan ancaman ini tumbuh lebih besar," Jin Wu, Kaisar Dewa Api, berkata dengan nada penuh kemarahan. "Kita harus menghapusnya sebelum ia menjadi sesuatu yang di luar kendali."
"Apa kau ingin menyerang langsung?" tanya seorang Kaisar Dewa dengan jubah biru langit—Qing Lian, Kaisar Dewa Air.
Jin Wu mengangguk. "Ya. Kita turunkan kekuatan kita dan—"
"Tidak."
Suara Mo Tian memotong dengan ketegasan mutlak.
Semua Kaisar Dewa menoleh kepadanya.
"Kita tidak tahu seberapa besar kekuatan yang ia miliki," lanjut Mo Tian. "Jika kita menyerang secara gegabah dan gagal… itu hanya akan membuatnya semakin waspada."
Ia memejamkan matanya sesaat, sebelum membukanya kembali dengan tatapan penuh strategi.
"Ada cara lain."
Ia menoleh ke seorang wanita berjubah ungu yang selama ini hanya berdiri dalam diam.
"Ye Ling, aku ingin kau mengamati Feng Xin dari dekat."
Wanita itu—Ye Ling, Kaisar Dewa Bayangan—tersenyum tipis.
"Dekat seperti apa?" tanyanya dengan nada main-main.
"Sejauh yang diperlukan untuk memahami bagaimana pikirannya bekerja," jawab Mo Tian. "Kita harus tahu apakah dia benar-benar ancaman yang harus dihancurkan… atau seseorang yang bisa digunakan."
Ye Ling tertawa kecil, lalu mengangguk.
"Baiklah. Aku akan melihat sendiri seperti apa 'monster' yang kalian semua takutkan ini."
Di Kota Tianlu – Bayangan Mulai Bergerak
Malam itu, Feng Xin dan Lei Yuan menginap di penginapan kecil di tengah kota.
Meskipun kota Tianlu penuh dengan sekte dan kultivator, mereka memilih tempat yang sederhana—penginapan tua yang hanya dihuni oleh para pedagang dan petualang biasa.
Lei Yuan sudah tertidur lelap, dengkurannya terdengar jelas. Namun, Feng Xin tetap terjaga.
Ia bisa merasakan sesuatu.
Seseorang mengawasinya.
Mereka sudah mulai bergerak.
Dengan santai, ia bangkit dari tempat tidurnya dan keluar ke balkon. Angin malam bertiup lembut, membawa aroma dupa dan sisa-sisa energi spiritual yang memenuhi kota.
Dan di sana—di atap salah satu bangunan di seberang jalan—ia melihatnya.
Seorang wanita berjubah ungu, duduk dengan santai sambil memainkan belati kecil di tangannya.
Ketika mata mereka bertemu, wanita itu tersenyum.
"Kau cepat menyadarinya," katanya dengan nada santai. "Menarik."
Feng Xin tidak menunjukkan ekspresi. "Kau mengikutiku."
Ye Ling mengangkat bahu. "Bisa dibilang begitu. Aku penasaran dengan orang yang membuat para Kaisar Dewa gelisah."
Ia melompat turun dari atap dengan lincah, mendarat di pagar balkon Feng Xin.
"Kau bukan dari dunia ini, bukan?" tanyanya langsung.
Feng Xin tetap diam.
Ye Ling tersenyum lebih lebar. "Diam berarti benar. Sepertinya mereka tidak berlebihan saat mengatakan kau 'berbeda'."
Ia mengayunkan belatinya dengan santai, lalu menyelipkannya kembali ke pinggangnya.
"Aku punya satu pertanyaan," katanya. "Apa yang sebenarnya kau inginkan dari dunia ini?"
Feng Xin menatapnya dalam-dalam.
Apa yang ia inginkan?
Ia tidak datang ke dunia ini karena keinginan sendiri. Ia tidak memiliki tujuan besar seperti ingin menguasai dunia atau menjadi Kaisar Dewa.
Namun, satu hal yang pasti—
Ia tidak akan membiarkan siapa pun mengatur nasibnya.
"Aku ingin berjalan sesuai keinginanku sendiri," jawabnya akhirnya. "Dan siapa pun yang mencoba menghalangiku… akan menyesalinya."
Ye Ling terkekeh.
"Kau percaya diri sekali."
Ia melompat turun dari pagar balkon dan mulai berjalan pergi.
Namun sebelum menghilang ke dalam kegelapan, ia menoleh ke belakang.
"Aku akan menontonmu, Feng Xin," katanya dengan suara lembut, namun mengandung bahaya. "Dan aku ingin tahu… seberapa jauh kau bisa pergi sebelum dunia ini mencoba menghancurkanmu."
Ia menghilang dalam sekejap, meninggalkan Feng Xin sendiri di balkon.
Feng Xin menghela napas.
Dunia benar-benar mulai bergerak.
Namun, jika dunia ini ingin menantangnya—
Maka ia akan menunjukkan kepada mereka kekuatan yang sesungguhnya.