1 Pertemuan Pertama dengan Coach Indra
beberapa Bulan telah berlalu setelah kejadian memilukan yang dialami jati, ia masih berkabung,namun ia harus melangkah maju
Tibalah waktunya masa SMA dimulai, hari penerimaan siswa baru telah dibuka, Jati dan ayahnya sedang mendatangi SMA-SMA besar yang ada dimadiun, Wijaya memilih sekolah yang sesuai dengan kriterianya dan bisa mendukung mimpi sang anak, Wijaya tahu jika jati mencari Sekolah yang mampu mendukung mimpinya untuk berjuang di Archa-Boi ini. ia sudah menentukan beberapa pilihan SMA yang telah ia datangi apakah ada Club Archa-Boi nya atau tidak, dan akhirnya Jati Memilih SMA 3 Madiun atau orang-orang biasa menyebutnya SMA Madiun Wengker sebagai Sekolahnya untuk melanjutkan masa sekolahnya dan mengejar mimpinya.
beberapa hari berlalu, masa MOS juga sudah digalakkan, Disini Jati melihat pameran Ekskul yang eksis, dia mencari Club Archa-Boi dipameran itu tapi nihil ,ia tidak menemukan Booth yang mengenalkan Club Archa-Boi disana, Jati menghela nafas tanda kecewa akan SMA yang ia pilih ternyata tidak ada Club Archa-Boi disini.
Seminggu berlalu setelah Acara MOS tersebut diadakan, Jati masih penasaran dengan Sekolahnya , ia beranjak pergi dari kelasnya dan Keluar menuju area Belakang melihat-lihat seluruh area Ekskul yang ada
Langit sore berwarna jingga ketika Jati berjalan menyusuri lorong sekolah, melewati beberapa siswa yang masih berkumpul di kantin dan lapangan. Sekolah sudah mulai sepi, tetapi dia punya satu tujuan yang belum selesai—menemukan ruang klub Archa-Boi.
Bangunan itu terletak di pojok sekolah, dekat lapangan olahraga yang tampak sepi. Gedung tua dengan cat dinding yang mulai memudar, jendelanya berdebu, dan papan nama di atas pintu hampir tak terbaca. Pintu kayunya terbuka sedikit, memperlihatkan cahaya redup dari dalam ruangan. Pintu ruang klub terbuka sedikit. Dari dalam, terdengar suara seseorang berbicara dengan nada serius.
Jati melangkah masuk. Ruangan itu jauh dari kata rapi. sangat berantakan seperti tak terurus, Meja kayu penuh dengan papan strategi lama yang warnanya mulai pudar. Di rak-rak, beberapa piala lama tertutup debu, nyaris terlupakan. Beberapa Boi-Ball tergeletak di sudut ruangan, tampak usang dan tak terawat.
Di tengah ruangan, seorang pria duduk di kursi kayu, menatap tiga pemuda di depannya. Rambutnya pendek dengan beberapa uban di sisi, posturnya tegap meskipun matanya terlihat sedikit lelah. Coach Indra Wibawa—mantan pemain profesional yang kini menjadi guru olahraga di SMA 3 Madiun ini.
Di depannya, tiga orang berdiri dengan ekspresi serius.
Bayu Prasetyo – Sang Shooter sekaligus kapten ditim ini, bersedekap dengan ekspresi tajam.
Seno Kusumo – Defender berperawakan besar, tangannya dimasukkan ke saku celana.
Andi Wiratama – Builder, terlihat paling tenang di antara mereka.
Mereka semua menoleh ke arah pintu saat mendengar langkah Jati memasuki ruangan. Percakapan mereka langsung terhenti.
Coach Indra menatapnya tajam, matanya menyipit seolah menilai anak baru ini dengan seksama.
Coach Indra: "Ada perlu apa?"
Suara pria itu tegas, berat, tapi tidak kasar.
Jati tidak mundur. Dia melangkah masuk lebih dalam, menatap Coach Indra dengan percaya diri.
Jati mengangkat dagunya, tidak gentar. "Saya ingin bergabung dengan klub ini."
----
2 Keadaan Klub yang Hampir Mati
Bayu, kapten tim sekaligus Shooter senior, menghela napas panjang. "Kau yakin? Klub ini hampir mati."
Andi, sang Builder, menyilangkan tangan. "Kami tidak bercanda. Tahun lalu, kami kalah beruntun di turnamen lokal. Hampir semua senior kelas 3 menyerah. Yang tersisa cuma kami bertiga."
Seno, sang defender, menambahkan dengan nada getir, "Kami bahkan gagal lolos ke Merdeka-Championship 2 tahun lalu"
Jati tetap berdiri tegap. "Saya tidak peduli berapa kali kalian kalah. Saya ingin bermain dan membawa tim ini ke Merdeka-Championship."
Coach Indra menatap Jati dalam-dalam. "Apa alasanmu ingin bermain Archa-Boi?"
Hening sejenak. Mata Jati menerawang, mengingat masa kecilnya, kakeknya, dan sahabat-sahabatnya.
"Karena ini bagian dari hidup saya."
Andi menatap Jati lama sebelum akhirnya menghela napas.
Andi: "Kau yakin?"
Nada suaranya datar, tetapi penuh makna.
Jati mengangguk.
Bayu: "Kami tidak bercanda, anak baru."
Bayu mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, tatapannya penuh skeptisisme.
Bayu: "Kami memang masih bermimpi ingin meninggalkan legasi ditahun terakhir kami, tapi dengan hanya sisa kami bertiga itu MUSTAHIL "
Seno mengangguk pelan, suaranya terdengar getir.
Seno: "tahun ini... yah, harapan terakhir kami hampir habis."
Jati tetap berdiri tegap, tidak tergoyahkan oleh kata-kata mereka.
Jati: "Kita Cari Pemain lagi saja, Saya yakin pasti banyak di angkatanku sekarang yang tertarik ikut masuk kesini"
----
3 Harapan yang Nyaris Padam
Andi tersenyum kecil, seolah teringat dirinya sendiri saat masih muda.
"Kau bicara besar, anak baru. Tapi kami kekurangan pemain. Bahkan, senior kelas 2 yang tersisa sudah menyerah."
Jati mengerutkan dahi. "Senior kelas 2?"
Bayu menghela napas. "Bimo, blocker kami, dan Randu, runner. Mereka seharusnya jadi tulang punggung tim untuk tahun ini. Tapi setelah kekalahan telak dari Malang Lions di babak penyisihan Merdeka-Championship tahun lalu, mereka berhenti datang ke klub."
Seno menambahkan, kali ini suaranya terdengar lebih emosional.
Seno: "Setelah pertandingan itu, mereka bilang tak ada gunanya bertahan. Kami hanya tim yang selalu kalah."
Coach Indra menyandarkan punggungnya di kursi. "Jadi kalau kau benar-benar ingin bermain, kau harus melakukan sesuatu. Klub ini butuh pemain baru. Kalau kau bisa mengumpulkan mereka, mungkin ada harapan."
" ok Coach, saya akan coba yakinkan Senior kelas 2 untuk kembali ke klub dan berjuang bersama"
suasana diruangan klub hening mendengar jawaban optimis jati, tidak ada satu katapun keluar dari 3 senior dan Coach Indra yang sedang berada diujung harapan antara keputus asaan atau kah ada secerca harapan dari anak baru yang tiba-tiba datang dihadapan mereka ini
jati pergi meninggalkan mereka menuju lapangan dengan mengambil boiball didekat pintu keluar
Jati mengepalkan tangan. Dia tahu, jalan menuju Merdeka-Championship tidak akan mudah, tapi dia siap berjuang. Dia paham ini bukan sekadar tentang bergabung. Ini tentang membangkitkan sesuatu yang hampir mati.
Dan dia siap menerima tantangan itu.
4: Langkah Pertama Menuju Kebangkitan
Sore itu, langit mulai berubah menjadi ungu keemasan ketika Jati berdiri di tengah lapangan sekolah yang kosong. Angin sepoi-sepoi mengibarkan seragamnya.
ia memegang Boi-Ball di tangannya yang sudah agak lusuh karna sering dipakai bermain.
Dia menatap langit senja, teringat janji yang dibuatnya bersama 7 Sekawan sebelum mereka berpisah.
"Kita akan bertemu lagi di Merdeka-Championship.bukan lagi sebagai teman seperjuanhan tapi Sebagai rival.
dan.. Sebagai pemain yang lebih kuat."
Kenangan itu terlintas begitu saja difikirannya
Perkataan 7 sekawan seolah terdengar kembali
"aku tunggu di puncak jat" sahutan juna terlintas
"kita akan bentrok di merdeka-Championship jat, aku janji " respon sona bersemangat juga terdengar jelas
"Oke gaes, kita akan berjanji disini untuk bertemu kembali di puncak "
" aku ngg pintar bikin semangat hahah tapi aku janji gaes kita akan bertemu lagi dan bertarung disana" sahutan danu yang juga terdengar
"kita akan tentukan siapa yang paling kuat disana, aku akan kalahkan kalian semua dengan keahlian lariku ini " jawaban rudi tegas yang masih terngiang begitu saja
"mari bersaing skor jun jat , jangan remehkan aku ya "jelas reza optimis
"hahhahaha kalian membuatku iri, tapi juga membuatku ingin berjuang sekali lagi entah bagaimanapun caranya nanti, pasti aku juga akan datang disana gaes "sahutan joko yang lugas tertular semangat mereka yang membuat jadi gemetar mengingat kembali ucapan itu
"sudah diputuskan ya, mari kita berjuang masing dengan jalan yang kita pilih sendiri, aku akan berjuang disini ,tunggu aku disana ya"
"Suatu hari nanti, kita akan bertanding di Merdeka-Championship."
ia mengingat jelas ucapan itu
Dia menarik napas dalam-dalam, lalu mengepalkan bola itu di tangannya.
"Baiklah… Mari kita mulai dari nol."
Jati tahu bahwa membangkitkan tim ini bukan hanya soal mengumpulkan pemain. Ini adalah perjalanan untuk menghidupkan kembali semangat Archa-Boi di SMA Madiun Wengker.
Dan dia tidak akan menyerah.
.....BERSAMBUNG