1: PENGUMUMAN DI SEKOLAH
Suasana sekolah siang itu ramai seperti biasa. Siswa-siswi bergerombol di lorong-lorong, bercanda, membahas pelajaran, atau sekadar mengeluhkan tugas yang menumpuk. Namun, sesuatu yang berbeda tertempel di papan pengumuman dekat aula. Sebuah kertas besar bertuliskan:
REKRUTMEN TERBUKA KLUB ARCHA-BOI MADIUN WENGKER!
"Kami mencari pemain baru dari kelas 1 dan kelas 2. Siapapun yang ingin mencoba, datanglah ke lapangan setelah sekolah!"
Beberapa siswa yang lewat berhenti membaca.
"Klub Archa-Boi? Bukannya klub itu sudah mati?" bisik salah satu siswa.
"Iya, terakhir mereka ikut turnamen, mereka dipermalukan habis-habisan," sahut yang lain.
Beberapa hanya tertawa kecil dan menggelengkan kepala. Namun, di antara mereka, ada dua pasang mata yang menatap pengumuman itu dengan penuh ketertarikan.
2: LAPANGAN KOSONG, HARAPAN YANG TUMBUH
Langit mulai berwarna jingga saat sekolah usai. Angin sore berembus pelan, menggoyangkan daun-daun di sekitar lapangan olahraga.
Di sana, Jati, Coach Indra, dan para senior menunggu. Lapangan masih kosong.
Seno menyilangkan tangan. "Sepertinya tidak ada yang mau datang."
"Kurasa kita memasang ekspektasi terlalu tinggi," tambah Bayu.
Coach Indra tetap bersandar santai di pagar. "Sabar. Kita lihat saja nanti. kita akan tetap pasang pengumuman itu dan kita tunggu disini selama seminggu"
Beberapa menit berlalu tanpa tanda-tanda kedatangan siapa pun. Namun, tiba-tiba, suara langkah terdengar dari gerbang.
Dua siswa muncul.
Yang pertama, seorang anak bertubuh atletis dengan wajah serius. Ia berjalan dengan postur tegap, tatapannya tajam seperti sedang mengamati sesuatu yang menarik perhatiannya.
Yang kedua, lebih santai. Ia memasukkan tangannya ke dalam saku, matanya meneliti lapangan dengan santai, seolah-olah tempat ini hanyalah salah satu dari sekian banyak pilihan yang bisa ia ambil.
Jati langsung mengenali mereka dari kelas satu.
Coach Indra menyeringai kecil. "Jadi, hanya kalian berdua?"
Anak bertubuh atletis itu maju. "Nama saya Bagas. Aku atlet bela diri. Aku ingin mencoba permainan ini."
Jati mengangkat alis. "Bela diri? Menarik."
Bagas mengangguk. "Aku terbiasa bertahan dan membaca gerakan lawan. Mungkin aku cocok sebagai defender."
Anak kedua terkekeh. "Aku Raka. Aku nggak punya posisi tetap, tapi aku bisa main apa saja."
Bayu menyipitkan mata. "Serba bisa, ya?"
Raka mengangkat bahu. "Aku suka mencoba banyak hal. Kalau ada kesempatan, kenapa tidak?"
Seno masih ragu. "Hanya dua orang? Bukannya kita butuh lebih banyak?"
Jati tersenyum. "Dua orang sudah cukup untuk memulai., daripada tidak ada sama sekali"
Raka mengambil BOi-Ball yang ada di tanah dan memantulkannya di telapak tangan. "Aku nggak sabar menunjukkan kemampuanku."
Bagas menyeringai. "Aku ingin lihat seberapa keras duel Fisik dan sekeras apa lemparan di permainan ini."
Raka hanya tersenyum kecil, tapi matanya berbinar penuh semangat. "Aku hanya ingin bermain, jika ok mungkin aku akan lebih serius disini."
Coach Indra mengamati mereka sebentar, lalu tersenyum puas. "Baiklah. Selamat datang di klub Archa-Boi Madiun Wengker."
3: MENGUJI TEKAD
Namun, sebelum mereka benar-benar diterima, Seno melangkah ke depan, menyeringai. "Sebelum kalian resmi bergabung, bagaimana kalau kita lihat kemampuan kalian?"
Bagas menegakkan tubuhnya. "Bagaimana caranya?"
Seno melempar Boi-Ball ke Jati, yang menangkapnya dengan mudah. "Sederhana. Kalian harus bisa bertahan dari serangan kami selama satu menit. atau kalo kalian bisa melewati kami dan menangkap builder yang kami lindungi dan berhasil menyingkirkan kami dari lapangan ,kalian menang, bagaimana?"
Bagas dan Raka saling pandang. Raka menyeringai. "Kedengarannya seru."
Bagas mengepalkan tangannya. "Baik. Kami siap."
Jati melempar Boi-Ball ke udara dan pertandingan kecil pun dimulai...
Matahari mulai meredup, mewarnai langit dengan semburat jingga. Angin sore berembus lembut, membuat suasana di lapangan sekolah terasa lebih damai. Namun, suasana itu kontras dengan ketegangan yang perlahan muncul di antara mereka.
Bagas dan Raka berdiri di tengah lapangan, sementara para senior Madiun Wengker membentuk lingkaran di sekitar mereka.
Jati melirik keduanya. "Ingat, kalian harus bisa bertahan tanpa kehilangan boi-ball selama satu menit, maka kalian resmi masuk ke tim. Tapi kalau kami berhasil merebut boi-ball dari kalian atau kami berhasil menumbangkan kalian, maka kalian harus mencoba lagi besok."
Bagas dan Raka saling pandang.
Raka menyeringai. "ok noted, let's start the game"
Bagas mengepalkan tangan. "Baik. Kami siap."
Jati tersenyum. "Kalau begitu, ayo kita mulai."
SCENE 4: UJIAN MASUK ARCHA-BOI
Jati melempar bola ke udara dan permainan dimulai.
Raka, yang lebih cepat bereaksi, langsung menangkap bola. Gerakannya mantap, tidak ragu-ragu. Namun, Bayu-shooter terbaik tim-langsung menerjang dengan kecepatan yang mengejutkan.
Bagas, yang terbiasa menghadapi serangan di bela diri, menghindar dari hadangan Block Bimo dengan gerakan tubuh yang efisien. Ia memutar tubuhnya, lalu menunggu operan Boi-ball dari Raka yang sudah bersiap di sisi kanan untuk melempar Bayu untuk menyingkirkan nya dari lapangan .
"Bagus," gumam Coach Indra dari pinggir lapangan, memperhatikan gerakan mereka.
Namun, baru beberapa detik berlalu, Randu menerjang ke arah Raka.
Raka tak punya banyak waktu berpikir. Dengan cepat, ia melakukan gerakan tipuan, berpura-pura ingin berlari ke kiri, tapi secepat kilat memutar balik ke kanan. Gerakannya lincah, seperti sudah terbiasa menghadapi situasi seperti ini.
Seno, yang mengamati dari belakang, mendengus. "Anak ini punya insting bagus."
Raka tertawa kecil. "Kalian serius hanya menekan segini?"
Belum selesai ucapannya, Randu langsung meluncur dari samping. Raka yang tidak menduga itu, terpaksa melompat ke belakang untuk menghindar. Dalam posisi tidak stabil, ia buru-buru melempar bola kembali ke Bagas.
Bagas menerimanya, tapi kali ini Seno sudah menunggu di depannya.
"Jangan berpikir aku akan semudah itu membiarkanmu lewat," kata Seno dengan tatapan tajam.
Bagas tidak gentar. Ia menggenggam bola erat, lalu menekuk lututnya sedikit.
Sepersekian detik kemudian, ia melesat maju.
Seno berusaha menahan dengan tubuhnya, tapi Bagas memanfaatkan teknik bela dirinya-ia menipu pergerakan tubuhnya, membuat Seno kehilangan keseimbangan sesaat.
Dengan celah yang terbuka, Bagas mengoper bola kembali ke Raka.
"Sisa 20 detik!" teriak Jati.
Bimo, Randu, dan Bayu semakin agresif. Mereka menyerang tanpa henti, memaksa Raka dan Bagas terus bergerak menghindari tekanan.
Raka mulai kehabisan napas. Ia mencoba mencari celah untuk melepaskan diri dari kejaran Randu, tapi sulit.
"Sisa 10 detik!"
Tiba-tiba, Seno menyerang dari belakang, menyambar bola dari tangan Raka.
Namun, sebelum bola benar-benar lepas, Bagas melompat ke depan dan mencoba menangkap Seno.
Bola kembali ke tangan Raka.
"SISA 5 DETIK!"
Raka mengertakkan gigi.
Ia tahu satu hal-kalau ia hanya bertahan, mereka pasti akan kehilangan bola lagi.
Jadi ia mengambil keputusan nekat.
Dalam satu gerakan cepat, ia memantulkan bola ke tanah dengan keras, lalu berlari lurus ke depan dengan kecepatan tinggi.
Randu yang sudah bersiap menghadang, terkejut dengan kecepatan Raka. Ia terlambat bereaksi.
Dalam sekejap, Raka sudah melewati garis tengah dan melesatkan tembakannya kepada randu, randu tersingkir dari lapangan.
"1 DETIK!"
Bagas mengejar dan menangkap Boiball yang terpantul setelah mengenai randu dan ia dekap didadanya tepat saat peluit dibunyikan.
Hening.
Semua mata tertuju pada mereka.
Jati tersenyum lebar. "Waktu habis. Kalian berhasil bertahan."
Bagas menghela napas panjang, sementara Raka tertawa kecil sambil menatap langit. "Sial, itu lebih melelahkan dari yang kupikirkan."
Seno mendengus, tapi kali ini ia tersenyum kecil. "Oke, anak-anak ini tidak buruk."
Coach Indra melangkah ke tengah lapangan, menatap Bagas dan Raka.
"Lalu, setelah merasakan pertandingan ini... apakah kalian masih ingin bergabung?"
Bagas langsung menjawab, "Ya. Aku ingin bermain."
Raka mengangkat bahu. "Aku nggak suka kalah. Jadi, ya, aku akan tetap di sini."
Jati mengangguk puas.
"Nice Game gaes,Congrats yaaaa Welcome to the Tim, kalian berdua."
Para senior lainnya akhirnya tersenyum. Satu langkah lagi telah mereka lalui.
Tapi Jati tahu, perjalanan mereka masih panjang.
Mereka masih butuh lebih banyak pemain.
Dan masih ada banyak tantangan yang harus mereka hadapi.
----- BERSAMBUNG