Malam musim dingin di suatu tempat bernama Mohana. Simon Yira yang hanya mengenakan kaos dan celana panjang hitam tengah bersantai di atas sebuah atap Kafe yang ada disana. Bukan tanpa alasan dirinya berada di tempat itu keberadaannya disana adalah untuk mencari tahu sebuah legenda dimana adanya sebuah kekaisaran yang menjadi awal mula terciptanya tiga jalan sumpah di dunia. Tak lama Simon merasakan sesuatu mulai mendekat ke arahnya membuatnya langsung menghilangkan keberadaannya. Seseorang dengan jaket berbulu tebal mendekat ke arahnya sembari menenteng senjata api.
Orang itu memiliki wajah layaknya berlian, rambut panjang berwarna gelap yang dalam, mata tajam berwarna coklat redup, dan di bibirnya terdapat sebuah bekas luka kecil. Ia dengan santai mengangkat salah satu lengannya untuk menyapa Simon. "Yo, kau masih ada di sini kah?" Simon tanpa disadari telah bersandar di punggung orang itu sembari membalas sapaannya dengan menodongkan pisau di lehernya.
"Santai saja, aku masih ada disini kok, apa kau sudah dapat info nya atau belum? Samantha~." Tanya Simon mengungkap nama orang itu. Tampak orang itu kesal dan dalam sekejap senjata yang di genggamnya telah berada di dagu Simon. "Iya aku sudah mendapatkannya, tapi bisakah kau memanggilku Sam saja?"
Perlahan Simon menarik tangannya dan mengajak orang itu untuk pergi ke markasnya. "Ya, ya~ Samantha kenapa kau ingin sekali di sebut Sam padahal kau itu seorang wanita. Haha, dasar wanita tomboy." Ujarnya sembari tertawa dan berlari dari kejaran Samantha yang menembakkan pistol padanya. Beberapa waktu berlalu mereka telah sampai di markas Simon yang ternyata berada di sebuah lapangan softbol.
"Tunggu! Ha~... ha~.... aku-... cape sialan!" Simon langsung pergi ke tengah lapangan dan memasukkan kode akses ke tombol yang mirip dengan tombol brankas. Sementara, Samantha yang kelelahan duduk di salah satu bangku penonton. Setelah kode akses di terima sebuah lift muncul dari dalam tanah yang segera di masukinya, Simon kemudian berseru memanggil Samantha yang duduk di kejauhan. "Oi!!! Kau ikut tidak?!!"
Samantha yang baru melirik ke arah Simon tersentak kaget dan dengan segera melesat ke arah lift yang akan segera menutup itu. Dan secara mengejutkan dirinya berteleportasi masuk kedalam Lift itu. Simon yang melihatnya begitu terkejut karena tak dapat bereaksi dengan kecepatan Samantha begitupula dengan Samantha yang tak percaya dengan apa yang baru saja dirinya lakukan. "Apa-apaan itu? Kau sudah bisa menggunakan teleportasi 'Voltu' di umurmu yang baru menginjak dua puluh lima tahun! Itu hebat."
Simon mengungkapkan rasa kagumnya pada Samantha yang telah berhasil menggunakan salah satu kemampuan menengah jalan sumpah 'Voltu'. Namun, Samantha malah menarik kerah baju Simon dan menggigit lehernya hingga berdarah. "Haha, aku bisa mencapai tingkat menengah sementara kau belum dasar payah." Simon hanya tertawa mendengar cemoohan Samantha. "Jadi sekarang kau yang ingin menjadi pemimpin? Kan sudah kubilang kau tak bisa menjadi pemimpin kecuali kau bisa mengalahkanku."
Simon dengan tenang memprovokasi Samantha, membuatnya semakin bersemangat mengalahkan Simon dan saat akan menyerangnya. Pintu lift terbuka dan menunjukkan tiga orang yang membuat pesta kejutan untuk Samantha. "Selamat ulang tahun yang kedua puluh lima, Kak Samantha!!!"
Sontak hal tersebut membuatnya terhenti dan menoleh ke arah ketiga orang itu. Suasana menjadi canggung ketika mereka bertiga melihat leher Simon yang berdarah dan Samantha yang menarik kerah bajunya. "Umm... M-mungkin kami akan tunggu kalian di ruang tengah. Silahkan lanjutkan."
"T-tunggu ini tidak-." Saat ingin meluruskan apa yang terjadi dengan lembut menutup mulutnya dari belakang lalu berkata dengan nada halus yang menggoda. "Tenanglah lagipula mereka sudah tahu kalau aku ini kekasihmu~." Perkataannya membuat Samantha terdiam sesaat. Ia lalu berteriak pada Simon.
"Kau dasar mulut ember, sialan!!!" Setelahnya semua orang berkumpul di ruang tengah dan menyambut kembali Samantha dan Simon yang baru datang. "Selamat datang kak, ayo kemari lah." Dua orang kembar lelaki dan perempuan, Miguel dan Sora. Menarik salah satu lengan Simon dan Samantha mengarahkan mereka duduk di sofa yang berada di dekat seorang anak laki-laki yang berdiri di sampingnya, bernama Nyarga.
Setelah membuat keduanya duduk di sofa, mereka dapat melihat secara langsung wajah Simon yang bahagia dan Samantha yang memerah tersipu malu. Membuat mereka bertiga sedikit canggung saat akan menyanyikan lagu ulang tahun pada Samantha tapi untungnya mereka dapat menyanyikannya dengan baik dan menjadikan pestanya berjalan dengan baik. Seusai makan-makan dan bermain permainan video, mereka segera bersantai bersama di sofa itu sembari menonton televisi yang terpasang di dinding depan mereka.
Tanpa sadar waktu telah menunjukkan jam sebelas malam dan anak-anak tertidur saat menonton Televisi bersama. "Hmm... astaga mereka sudah tidur saja. Meski umur mereka telah menginjak usia lima belas tahun tapi mereka masih belum terbiasa bergadang ya." Ujar Simon ke Samantha yang menaruh kepalanya di bahu Simon.
"Mau bagaimana lagi, mereka tadi terlihat sangat bahagia bahkan hampir membuatku menangis." Kata Samantha sembari memasang senyuman hangat. "Menangis ya? Mungkin itu adalah hal pertama yang ingin ku lakukan saat pertama kali bertemu dengan mereka." Simon dengan lembut meraih kepala Samantha yang ada di bahunya kemudian membelainya dengan lembut.
Dua belas tahun yang lalu, Simon yang berusia delapan tahun sedang berjalan-jalan bersama ibunya dan juga Samantha saat masih menjadi teman baik saja. Di sebuah taman yang berada di pinggiran kota Mohana disana samar-samar Simon mendengar suara tangisan bayi yang saling tumpang tindih dari sebuah gang kecil yang gelap, ia mencoba menghiraukannya tapi hati Simon tergerak saat mendengar bayi tersebut batuk membuatnya tanpa sadar berlari ke arah sumber suara tersebut meski Ibunya dan Samantha menyuruhnya untuk tidak pergi ke sana. Di dalam gang itu terdapat banyak sekali serangga dan binatang tapi ia tetap berlari melewati semua itu dan disana lah ia melihat seorang tunawisma yang memegang pisau berniat untuk membunuh kedua bayi yang menangis tersebut.
"Setidaknya, kalau kalian sudah dibuang jangan ganggu orang lain! Sialannnn!!!" Simon yang melihat tunawisma itu akan menusuk bayi-bayi itu. Dalam sekejap ia telah berada didekat orang itu dan menabrakkan tubuhnya dengan tubuh orang itu. Tunawisma itu segera menoleh ke arah Simon yang meraih kedua lalu dengan amarah yang menjadi-jadi akan ikut membunuh Simon. "Dasar kau bajingan pengganggu!!!"
Simon yang memiliki reflek tinggi dapat menghindarinya dengan mudah lalu berlari menjauh sembari menggendong kedua bayi di masing-masing tangannya. Namun, dibenaknya ia sangat ketakutan saat melihat pria di hadapannya benar-benar berniat untuk membunuhnya. 'Oh, tuhan, aku mohon buatlah pria itu tak melihatku.'
Pria itu berlari mengejar Simon layaknya orang gila dan saat hampir mencapai Simon, secara mengejutkan kawanan kupu-kupu muncul menganggu pandangan pria itu dan membuat Simon dan kedua bayi di tangannya menghilang bak ditelan bumi. Tunawisma itu segera menoleh kesana kemari mencari keberadaannya. Namun, tak dapat menemukan ketiga anak tersebut dan semakin lama ia mencari semakin tidak ingat pula ia sedang melakukan apa, membuatnya kembali ke dalam gang gelap itu dengan tenang.
Sementara itu Simon yang sejak tadi bersandar di tembok tepat di samping pria itu sedang gemetar ketakutan berharap dirinya tak dilihat oleh pria itu. Melihat pria itu kembali perasaan lega terasa di hati Simon saat melihat bayi yang di gendongnya tertidur dengan tenang. 'Syukurlah, tapi aku baru sadar kenapa aku bisa menggendong kedua bayi ini dengan mudah? ...Ah! Aku sudah menemukan jalan sumpahku sendiri!'
Disaat yang sama Ibunya dan Samantha berhasil menyusul ke dalam gang itu setelah melewati berbagai binatang dan serangga berbahaya itu. Ibunya yang khawatir segera berlari melewati Simon yang masih dalam kemampuan tak terlihatnya. "Aku ada disini, ibu."
Seru Simon memanggil Ibunya. Ibu dan Samantha yang melihat Simon perlahan muncul seperti kabut merasa lega dan terkejut saat melihat Simon yang baru berumur delapan tahun dapat menggunakan salah satu kekuatan 'Zenith' dan juga membawa dua bayi di masing-masing lengannya.
Segera setelahnya ibunya membantu menggendong kedua bayi itu. Sementara Samantha menarik bagian belakang kerah baju Simon lalu menyeretnya keluar bersama mereka. Sesampainya dirumah Simon, Samantha dan ibunya memarahi habis-habisan Simon membuatnya merasa ketakutan dan terus meminta maaf. Namun, Ibunya dan Samantha juga merasa senang karena Simon memiliki hati yang baik lagipula dengan kejadian itu Simon telah menemukan jalan sumpahnya sendiri tanpa perlu ke sekolah khusus, lalu mereka bertiga pun sepakat menamai bayi-bayi itu dengan nama Miguel dan Sora.
Kembali ke masa sekarang, Simon dan Samantha yang sudah membawa ketiga anak itu ke kamar mereka masing-masing dan mengganti lampu ke lampu tidur. Mereka berjalan menuju kamar mereka, di sana terdapat satu kasur berukuran besar dan dua kursi kecil yang lembut. Samantha melepaskan jaketnya dan hanya mengenakan kemeja yang diselipkannya ke dalam celana nya sementara itu Simon melepaskan kaosnya menunjukkan lekukan tubuhnya yang berotot Keduanya yang kelelahan langsung duduk di kursi masing-masing sembari bersantai mereka saling bertukar informasi yang telah di dapatkan tentang Kekaisaran mitos itu.
Sembari memandangi langit-langit, Simon mengungkapkan kalau dirinya telah menemukan sesuatu yang cukup besar. "Aku sudah menemukan lokasi terakhir kekaisaran itu dari seorang alien bernama Sith, dan itu ternyata berada di planet yang sangatttt jauh bernama Ryun tiga belas." Samantha yang juga memandangi langit-langit merasa senang dan ikut mengungkapkan sesuatu yang besar. "Yah, aku juga dapat info dari seorang alien bernama Toru, kalau kekaisaran itu memiliki julukan sebagai 'Wanderer Of Galaxy' jadi kemungkinan kekaisaran itu adalah sebuah pesawat luar angkasa yang super besarrrr."
"Begitu kah? Kalau begitu bukankah kita harus membeli pesawat luar angkasa yang dapat melakukan hyper jump antar galaksi." Ujar Simon menanggapi informasi tersebut.
"Memangnya apa masalahnya lagipula kita bisa membeli satu miliar pesawat luar angkasa itu tanpa sedikitpun mengurangi uang kita." Balas Samantha tanpa pikir panjang.
Simon kemudian termenung sesaat lalu bangkit dari kursi nya dan berjalan ke hadapan Samantha yang sedang merebahkan tubuhnya di kursi itu. "Samantha, aku sekarang penasaran kenapa kita sampai sejauh ini hanya karena kita rasa ingin tahu ku saja? Apakah kamu tak punya tujuan yang ingin kamu capai di hidupmu? Kenapa kamu masih mengikuti ku dan bahkan bersedia untuk menjadi kekasihku?" Tanya nya sembari berjongkok di hadapan Samantha.
Samantha yang mendengarnya hanya bisa tersenyum sinis dan menepuk-nepuk kepala Simon yang sedang berjongkok. "Astaga, kau ini bodoh atau bagaimana, tidak biasanya kau menunjukkan ekspresi memelas seperti ini. Yah kalau kau benar-benar penasaran akan kuberitahu dua hal saja." Ujarnya sambil membenarkan posisi duduknya dan menatap mata Simon yang terlihat sedikit takut.
"Pertama, aku sudah mencapai hampir setiap hal dalam hidupku, entah itu prestasi, kekuasaan, kekayaan maupun kekuatan. Kedua pencapaian terakhir yang ingin kudapatkan adalah menjadi istri terbaik dari pria yang kucintai." Ungkap Samantha perlahan mendekatkan bibirnya dengan milik Simon. Dengan kasar Samantha menciumnya dan menggigit bibir Simon dengan cukup keras membuatnya berdarah. Suasana canggung di antara mereka berubah menjadi suasana romansa yang merangsang.
Setelahnya tanpa aba-aba, Samantha bangkit dari kursinya sambil menggendong Simon yang pasrah menerima nasibnya dengan tersenyum ke kasur. "Sepertinya ini akan menjadi malam yang panjang dan menyakitkan untukku. Bukankah begitu? Pangeran kejamku~." Kata Simon memandangi Samantha yang perlahan melepas pakaiannya.
"Inilah yang kamu suka, iyakan? Tomboy dan mendominasi seperti itulah karakter yang kubuat hanya untuk mu. Dasar tuan putriku yang manja." Mereka berdua yang telah telanjang bulat segera memadu kasih di atas ranjang sampai esok hari.
Keesokan harinya, Simon membuka matanya, ia terbangun lebih awal daripada semua orang. Di sebelahnya ada Samantha yang tertidur pulas dengan separuh badan yang tertutup selimut, Simon dengan lembut membelai kepalanya. ia lalu bangkit dari tempat tidur dan melapisi seluruh tubuh Samantha menggunakan selimut yang dipakai mereka berdua. Simon yang juga tak mengenakan pakaian segera menuju kamar mandi untuk menyegarkan diri. Setelahnya ia segera memakai celana panjang nya dan langsung menuju dapur untuk menyiapkan sarapan untuk semuanya.
"Mungkin kali ini aku akan masak, sup jagung dan daging kambing asap saja." Sembari bersenandung, ia menggunakan celemek lalu membuka kulkas dua pintu di belakangnya dan mengeluarkan bahan yang diperlukan. Dengan lihai ia memasak bahan-bahan itu menjadi masakan hotel bintang tujuh.
Matanya perlahan melirik ke arah jam dinding yang ada di atas televisi dan saat jarum jam hampir menunjukkan jam enam pagi, ia segera menaruh celemeknya di atas meja dapur lalu mengambil sebuah peyumbat telinga dan segera menuju ke kamarnya dimana Samantha sedang tertidur lelap. Beberapa detik sebelum jam enam pagi, Simon kembali merebahkan tubuhnya di samping Samantha yang tertidur lelap dengan menggunakan tangan kanannya untuk menopang kepalanya.
Saat jarum jam menunjuk angka enam dan dua belas, sebuah suara terompet terdengar keras meski singkat suara itu benar-benar memekik di telinga. Suara terompet itu adalah alarm yang di gunakan Simon setiap harinya untuk membangunkan semua orang yang sulit dibangunkan. Terutama Samantha yang sangat sulit dibangukan jika tubuhnya tidak menganggap itu adalah waktunya bekerja.
Tak lama Samantha membuka matanya dan langsung duduk di tempat tidur yang kemudian menoleh ke arah Simon yang tersenyum sinis memandangnya. "Yo, sudah bangun?"
Ia dengan santai membalas senyuman Simon lalu berteriak. "Bisakah kau lebih... TENANG!!!"