Zell dan timnya akhirnya sampai di ujung terowongan bawah tanah. Di depan mereka, sebuah pintu baja raksasa berdiri kokoh, dihiasi simbol Zenith yang bersinar merah. Shiki menekan earcom-nya. "Skyy, bisa buka ini?"
Skyy mengeluarkan perangkat hackernya, menyalakan layar holografik berisi kode-kode rumit. "Kasih aku waktu… Sistem keamanannya gila banget."
Zia berjaga di belakang, memegang plasma riflenya, matanya tajam mengawasi sekitar. Zell merasakan dadanya berdebar. Ini bukan sekadar misi—ini pertempuran untuk kebebasan.
Beberapa detik kemudian, pintu baja bergetar lalu perlahan terbuka. Di dalamnya, sebuah koridor panjang dengan dinding metalik dan lampu neon biru menyambut mereka. Lantai kaca di bawah kaki mereka memperlihatkan kabel-kabel energi yang berdenyut, seolah markas ini memiliki nyawa sendiri.
Mereka berjalan dengan hati-hati, suara langkah mereka nyaris tak terdengar. "Hati-hati," bisik Shiki, "kamera pengawas di setiap sudut."
Skyy mengetik cepat di perangkatnya. "Sebentar… Oke, sistem pengawas offline untuk lima menit."
Zell mengangguk, memberi isyarat untuk maju. Mereka menyelinap masuk lebih dalam, menuju pusat kontrol Zenith. Namun, saat mereka berbelok di sebuah persimpangan, tiba-tiba suara alarm menggema di seluruh koridor.
"Mereka tahu kita di sini!" teriak Zia sambil mengangkat senjatanya.
Dari balik dinding, deretan robot penjaga dengan mata merah menyala muncul, senjata otomatis terangkat. Zell mengepalkan tangan. "Bersiap! Kita nggak bisa mundur sekarang!"
Pertempuran pertama mereka di dalam sarang musuh pun dimulai.
--