Pak Bagus (wali kelas kami) dan juga Lian memasuki kelas.
Setelah salam, baru saja Pak Bagus dan Lian tepat berada di papan tulis, pandangan Pak Bagus mengarah ke arahku. Dia menatapku dengan pelototan matanya.
"Anli! Kenapa gak ke Kantor, hah?!" sentaknya padaku
seketika aku mengernyit bingung, "Lah, emang saya dipanggil, Pak? Kan tadi cuman Lian" balasku
Mata Pak Bagus semakin melotot saja. Rasanya seperti hendak keluar tuh mata.
"Kamu sama Lian kan udah sepaket! Kalau Lian dipanggil, otomatis kamu juga!"
Nyebelin banget, sumpah!.
"Kenapa gak wakilnya aja, Pak?" ptotesku
Kini Pak Bagus berkacak pinggang, "Yang namanya ketua kelas butuh pendamping sekretaris kelas. Selain gantiin ketua, wakil juga ada kerjaan sendiri. Gimana sih, katanya mau jadi sekretaris, kok gak becus banget!"
Sial! Waktu itu kan aku ngiranya Keiv yang bakal jadi ketua kelas, karena anak itu ketos. Otomatis aku gak mau lah nanti sekretarisnya sembarang! Bisa-bisa aku ditikung! Eh... gak taunya anak tukang bikin ulah modelan Lian yang malah jadi ketua kelas. Emang yah, Pak Bagus tuh gak mencerminkan namanya banget. Pemikirannya bener-bener deh!. Tu guru emang nyebelin banget.
"Tau ah! sebel saya, Pak!" rajukku
"Dih, malah gak jelas kamu Anli!"
"WAJAR, PAK! BARU DIPUTUSIN ITU!" teriak Putra.
Asli, nyebelin banget!.
"Butuh pelukan saya itu, Pak!" ini, lagi. Si Hans ikut-ikutan
"Diem lo, berdua!" kesalku
"Beneran putus kamu, An? Alhamdulillah, bener Keiv, kamu emang gak cocok sama cewe modelan Anli, gini" ucap Pak Bagus, sialan banget.
"Bapak diem deh!" kesalku
"Dih, emang bener Anli. Gak cocok!" balas Pak Bagus, seakan-akan ingin menambah kekesalanku
"Cocokan sama saya ya, Pak?" sambar Hans
Pak Bagus langsung berlagak seperti orang yang tengah berfikir, "Eummm... kamu mah kayanya cocok deh!"
Hans langsung heboh, "Tuh kan, An! Dibilang juga apa, kita tuh co-"
"Cocok sama cabe-cabean di lampu merah, maksudnya Hans. Kan sama-sama tukang goda-goda itu" sela Pak Bagus. Otomatis semua anak di kelas langsung tertawa, termasuk aku.
"Jahat banget si, Bapak!" ujar Hans, pura-pura merajuk
"Udah-udah! Anli, sini kamu!"
Mau tak mau, akupun maju ke depan. Tak lupa memelototi Putra yang udah buat aku malu tadi. Tapi si Putra malah masang muka-muka ngejek, gak peduli. Nyebelin!
Jangan tanya Keiv, dia gak akan peduli.
Curang! Aku doang yang kena ejek. Sedangkan dia engga!.
Aku sama Lian udah berdiri tepat dihadapan Pak Bagus yang enak-enakan duduk sambil mengutak-atik buku semacam jurnal gitu.
"Anli, tadi dari guru piket dibagiin jurnal kelas gini. Jadi nanti kalau ada guru yang ngajar suruh ngisi sama tanda tangan. Terus yang gak masuk juga diisi. Nanti habis itu, Lian kamu tanda tangan dibawah, terus serahin ke saya buat ditandatangani." jelas Pak Bagus panjang lebar dan aku cuman ngangguk-ngangguk doang. Gak sopan emang.
Kini Pak Bagus menatap ke arahku, "Awas Anli, harus inget! Jangan mentang-mentang habis diputusin, galau, lupa sama tugas"
"Apaan sih, Bapak! Berasa sadgirl banget akunya"
"Emang fakta, kan?"
Asli, kalau bukan guru udah ku robek mungkin mulut nyebelinnya itu!
"Bodo Pak, bodo"
"Kami ngatain saya bodo? Berani banget ya kamu"
"Serah Pak, serah" Nyerah aja udah!.
"Udah-udah. Kalian kembali ke tempat duduk masing-masing."
Aku dan Lian pun kembali ke tempat duduk kami masing-masing. Sedangkan Pak Bagus, udah kembali lagi di depan kelas hendak memulai materi. Btw, tahun ajaran baru ini baru satu mingguan. Jadi, wajar aja kalau baru nguruin jurnal kelas.
"Di papan ini Bapak udah nulisin singkat materi-materi kita di kelas 12 ini. Sebenernya materi musik masih lama. Tapi, biar gak kepentok sama ujian-ujian praktek nantinya, jadi Bapak mau ngasih tugasnya sekarang.
Nanti kalian buat Vidio nyanyi sambil mainin alat musik. Terserah, bebas. Entar filenya kirim ke Bapak. Diedit sekreatif mungkin. Yang bagus bakal Bapak post dichannel YouTube Bapak, entar" jelas Pak Bagus panjang lebar
"Kelompok apa gimana nih, Pak?" tanya salah satu anak di kelas kami
"Kelompok. Enaknya berapa orang yah?"
"4 aja, Pak!"
"Oke-oke. Entar baris 1 sama baris 2. Baris 3 sama baris 4"
"Siap, Pak!"
Ben dan Putra langsung menoleh ke belakang. Gitu-gitu mereka duduknya di depan. Ngakak sih!
"Separtner kita" celetuk Putra, sumringah
"Dih, ngarep banget ya lo sekelompok sama gue" balasku
Putra langsung menjitak kepala ku, "Pede lo!" balasnya
"Jangan lupa dicatat anggota tiap-tiap kelompoknya, abis itu dikumpulin." suara Pak Bagus mengintrupsi kami semua
"Perkelompok pakai lembaran kertas apa gimana, Pak?" tanya Lian
"Iya, betul!"
"Oke, Pak!"
"Lu aja An, yang nulis" ucap Ben
Aku cuman mengangguk, lalu membuka bukuku dibagian tengah, mulai mencatat nama kami berempat. Setelah itu aku menariknya, lalu ku serahkan lembaran kertas itu pada Lian untuk diserahkan ke Pak Bagus.
Pak Bagus mulai memberi nama kelompok pada masing-masing kelompok.
"Kelompok 4. Ben, Putra, Anli, Lian. Loh?" Pak Bagus mengangkat kepalanya memandang kami berempat, tepatnya dimejaku dan Lian.
"Kok Anli duduknya sama Lian, sekarang?" bingungnya.
Lah, baru nyadar Pak?
"Kalian ini, efek putus gini banget. Padahal dari kelas 10 semeja terus. Giliran putus pisah meja. Hadeh... hadeh... Untung kalian gak ada kerjasama dalam kepengurusan kelas. Lian, Anli! Kalau nanti musuh-musuhan jangan sampai pisah meja. Kalian harus selalu kompak pokoknya!" Pak Bagus berucap lagi
Aku mah ngangguk-ngangguk doang. Lagian aku sama Lian kan juga gak akrab. Profesional terus lah pasti, maybe.
Pada akhirnya pembacaan kelompok sampai juga ke 8 kelompok. Zura dan Keiv satu kelompok. Gak bayangin gimana canggungnya tuh entar. Selama ini aku gak pernah melihat keduanya tampak dekat. Kalau Hans mah, santai-santai aja sekelompok sama siapa aja.
"Ya udah, Bapak keluar. Kalian habiskan jam Bapak untuk diskusi."
Saat Pak Bagus mau berdiri, dia kembali duduk. "Ini kan banyak kesenian musik. Gimana kalau Bapak tantang kalian paduin musik tradisional + modern. Keren tuh pasti!" ucapnya
"Pak, kalau kaya gitu mah waktu pengumpulannya harus panjang. Kan kita juga harus nyari alat musiknya. Belum latihan, ngerekam, ngedit. dll." ucap Putra
Tumben waras. Tapi dimusik dia emang jago sih. Ketuanya!
"Oke-oke Bapak kasih waktu 3 Minggu. Pertengahan bulan Agustus harus sudah kumpul! Eh, tapi sebelum 17 Agustus itu. Biar pas 17 san bisa ditampilin, oke?"
"Oke, Pak! Siap!"
"Sip!"