Chereads / Steffanly it's me / Chapter 4 - Chapter 3

Chapter 4 - Chapter 3

"Oke-oke Bapak kasih waktu 3 Minggu. Pertengahan bulan Agustus harus sudah kumpul! Eh, tapi sebelum 17 Agustus itu. Biar pas 17 san bisa ditampilin, oke?"

"Oke, Pak! Siap!"

"Sip!"

 

"Pokoknya harus dari kelas kita yang bagus! Jangan malu-maluin Bapak sebagai guru seni budaya disini!" ucap Pak Bagus, menekankan.

"Jangan gitu dong, Pak! Kelas 12 IPS 2 itu banyak anak musiknya. Kita mah, anak IPA nolep!" celetuk salah satu anak cowo

"Nolep-nolep! Kalian ini IPA jadi-jadian! Kelas doang unggul, kelakuan amburadul! Untung pinter"

"Iya deh, iya. Tapi gak janji ya, Pak!"

"Udah-udah! Saya mau keluar. Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam"

Kami berempat mulai diskusi. Iya, kelihatannya doang sih. Entar mah jalannya entah kapan. Sekarang aja sok serius. Aku pun mulai membuka hp. Pembahasan udah kemana-mana juga, males. Saat lagi gabut liatin instastory orang, gak sengaja aku Nemu kata-kata gini

Gimana mau mertahanin kalau dia maunya ngelepasin.

Tanpa sadar aku membacanya dengan lirih, tapi entah gimana tajemnya telinga si Lian sampai dia bisa denger.

"Bener tuh" celetuknya

Aku seketika terkejut, menoleh ke arahnya.

"Perjuangin lah, kalau cinta mah" balasku, setelah kesadaranku kembali

"Itu bodoh namanya" balasnya. Tuh kan. Sekalinya ngomong nyebelin banget.

" Ya enggaklah. Itu namanya tulus. Mungkin dianya mau lepas karena ada alasan, jadi kita harus berusaha bertahanlah. Itu baru cinta sejati "

"Bego dipelihara. Dasar cewe"

"Ck! Sialan!"

"Ey, Anli, Anli. Gue gak paham ya kalian bahas apaan. Tapi sebagai cowo, gue berada di pihak Lian." celetuk Putra. Nyaut aja!.

"Apaan sih?! Cowo mah gitu, pinternya mainin cewe doang. Gak tau yang namanya tulus"

"Lah lu, An. Mentang-mentang baru diputusin terus mau perjuangin Keiv gitu? Bodoh tau, gak?!" balas Putra sengit

Aku seketika naik pitam, "Apaan sih?! Mentang-mentang gue baru putus, bawa-bawa masalah itu mulu! Gue juga gak sebodoh itu kali buat ngejar-ngejar dia! Harga diri!"

"Nah, itu tau. Kalau kaya gitu hal bodoh, ngapain bahas tulus-tulus segala?" Kali ini Lian yang menyahut

"Ya, kalau bener-bener tulus, udah terlanjur sayang banget, cinta mati. Kadang emang sebodoh itu. Sampai harga diri bahkan sampai nyawapun dipertaruhkan." balasku telak

Lian terdiam, kini cowo itu menatapku, begitu dalam sampai rasanya aku tak bisa berkutik sama sekali. "Apa lo bakal gitu ke Keiv, Steffanly?" ucapnya terdengar begitu mengharapkan suatu jawaban.

Apa-apaan ini?! Aku pun memilih memalingkan muka, tak menghiraukan pertanyaannya. Pertanyaan Lian terlalu sensitif dan pribadi, menurutku. Memang, dia siapa coba?!.

Cittt...

Bunyi suara kursi berdecit. Ternyata Keiv. Entah mau kemana cowo itu. Ah, sial! Kenapa aku masih saja memedulikannya? Rasanya aku makin Badmood aja!

Tiba-tiba aku termenung memikirkan pertanyaan terakhir Lian, tadi. Jujur, aku memang kecewa, marah, sedih, diputuskan Keiv begitu saja tanpa sebab. Tapi kalau untuk ngelakuin hal bodoh gitu juga aku mikir-mikir. Hidup gak berputar sama cinta doang. Banyak hal penting lain yang lebih berharga. Aku terkesan biasa saja, mungkin karena rasa cinta ku ke Keiv belum dalem banget, atau mungkin sebenernya aku gak ada rasa sama sekali. Aku sendiri belum faham tentang perasaan ku saat ini.

Akhirnya hening. Aku merasakan aura dingin menusuk dari arah sebelahku. Tepatnya dibangku Lian. Entah kenapa cowo itu.

Jamnya Pak Bagus usai. Lalu gantilah mapel lain. Tapi malah ada anak entah kelas apa, masuk ke kelas kami memberitahukan untuk Ketua kelas dan Sekretaris kelas untuk ke ruang guru, mengambil tugas. Jujur, aku tuh sebel. Kenapa gak ketua kelasnya aja atau gak sama wakil gitu. Kayanya sekretaris mulu yang suruh dampingin. Gunanya wakil buat apa coba?!

Lian berdiri. Memasukan sebelah tangannya pada saku celananya, lalu berjalan begitu saja. So cool banget deh!.

Aku pun berdiri ikut menyusulnya. Setelah keluar dari kelas, aku masih mendengar sorakan anak kelas yang kesenengan. Jelaslah! Cuman dikasih tugas yang gak ada apa-apanya buat kami. Tinggal kerjain secara singkat, beres. Terus free. Kebahagiaan bagi kebanyakan para pelajar. Sepertinya guru-guru harus memperbanyak tugas untuk kami lain kali.

Aku sedikit mempercepat langkahku karena langkah Lian yang terlalu lebar. Aku gak pendek yah, cuman Lian aja yang ketinggian.

"Lian, tungguin dong! Kebiasaan banget suka ninggalin!" gerutuku

Ku kira Lian malah akan mempercepat langkahnya, namun ternyata cowo itu malah berhenti, menoleh ke belakang lalu menarik tanganku dengan lembut dan menautkan jari-jari kami.

Dia menggandengku untuk berjalan disisinya. Astaga, aku benar-benar tak menyangka dengan sifatnya ini, tapi aku membiarkannya saja. Dia itu benar-benar tak bisa ditebak. Untung koridor sepi, jadi tidak ada yang melihat kami.

Sesampainya di ruang guru, Lian melepas genggamannya, lalu masuk begitu saja meninggalkan ku. Tiba-tiba aku merasa dicampakan saja. Aku segera mengenyahkan pikiran konyolku, lalu segera menyusul Lian masuk. Kami menuju mejanya Pak Ferri yang sedang sibuk dengan laptopnya entah sedang mengurus apa.

"Permisi, Pak" sopan Lian. Seketika Pak Ferri menghentikan kegiatannya itu.

"12 MIPA 1, yah?" tanyanya

"Iya, Pak" itu Lian yang menjawab

Pak Ferri mengambil buku paketnya, "Kalian tulis bagian ini, ini, ini, beserta contoh latihannya."

Pak Ferri menyelipkan kertas, "Terus kalian kerjakan latihan-latihan soalnya yang Bapak buat ini." jelasnya

"Baik, Pak!" balasku

"Ketua kelas tolong awasi dan kondisikan kelas. Jangan lupa untuk dikumpulkan tugasnya. Dan sebagai permohonan maaf Bapak karena gak bisa ngisi dan langsung ngasih tugas gitu aja, setelah tugas selesai, kalian free. " tambah Pak Ferri dan itu tanpa sadar membuatku tersenyum. Siapa yang gak seneng coba?

"Baik, Pak! Ayo!" Lian langsung menarikku pergi begitu saja.

Sambil masih digandeng, aku melihat-lihat latihan soal-soal yang diberikan Pak Ferri tadi. Jujur aku pribadi, kalau baca materi kurang puas gitu kalau belum ada contoh. Makanya lebih suka langsung ke contoh soal atau soalnya langsung, biar bisa sekalian ngerjain, sekalian belajar gitu.

Tiba-tiba saja Lian menarik ku kencang ke arah cowo itu, menyebabkan diriku jatuh kepelukannya. Jantungku berasa mau copot, hendak saja aku akan protes, Lian mengkodeku lewat lirikan matanya. Aku pun mengikuti arah lirikan matanya. Oh, ternyata tadi ada 2 anak yang mau lewat dengan membawa peralatan kimia. Mereka tampak kesusahan. Pastinya harus hati-hati, jika pecah harus membayar ganti yang pastinya gak murah.

"Lo hampir bikin mereka celaka." ucap Lian setelah melepaskan pelukannya pada bahuku

"Mana gue taulah!" balasku sewot.