Di dalam balai desa, Gunther melihat sekitar sepuluh orang terbaring lemah di atas kasur-kasur single yang diletakkan langsung di lantai. Beberapa wanita, yang tampaknya adalah perawat, dengan sabar merawat mereka satu per satu—mengompres kepala mereka dengan kain basah untuk meredakan demam yang tinggi.
Beberapa dari mereka mengerang pelan, sementara yang lain tiba-tiba berteriak dan terbangun dengan napas tersengal, seolah baru saja tersentak keluar dari mimpi buruk yang mengerikan.
Pak Banner menghela napas berat. "Beginilah kondisi warga kami setelah mencium aroma bunga beracun itu," katanya dengan nada penuh keprihatinan.
Gunther mengangguk, lalu bertanya, "Apakah mereka ingat bagaimana aroma bunga itu?"
Pak Banner mengangguk. "Mereka mengatakan baunya luar biasa wangi. Bahkan, itu adalah aroma terharum yang pernah mereka cium seumur hidup."
Gunther menunduk, tampak berpikir. Bunga yang sangat wangi... tetapi beracun? Ia bergumam pelan, mencoba menganalisis situasi.
Tiba-tiba, sebuah teriakan melengking memenuhi ruangan.
"Pergi kau, makhluk jahat! Pergi!! Pergi!!"
Salah satu korban terbangun dengan mata membelalak, tubuhnya gemetar hebat. Para perawat segera berlari ke arahnya, mencoba menenangkannya.
Gunther langsung menghampiri dan berlutut di sampingnya. "Apa yang kau lihat?" tanyanya dengan nada tenang, namun mendesak.
Pria itu menatapnya dengan wajah pucat pasi. Napasnya tersengal-sengal, seolah baru saja dikejar oleh sesuatu yang mengerikan.
"Sosok hitam besar... dia datang... dia ingin jiwaku! Dia akan menghancurkan desa ini!"
Gunther menatap pria itu dengan tajam. Pikirannya berputar. Bunga... wangi... mimpi buruk...
Ia menarik napas dalam dan kembali bertanya, "Bagaimana penampakan bunganya?"
Pria itu terdiam sejenak, lalu berkata dengan suara gemetar, "Bunganya sangat besar... tumbuh di tanah... tingginya sekitar satu meter."
Namun sebelum Gunther bisa mencerna informasi itu, Pak Banner menambahkan, "Tiap orang mendeskripsikan bunga itu secara berbeda-beda. Beberapa warga yang sakit mengatakan bunganya kecil dan berwarna ungu. Yang lain mengklaim bunganya menggantung di pohon dan berwarna hitam."
Gunther mengerutkan kening. Ia bergumam, "Beda-beda, ya..."
Ia lalu menoleh ke arah Pak Banner. "Apakah semua korban mengalami mimpi yang sama?"
Pak Banner mengangguk dengan ekspresi serius. "Ya. Semua mengalami hal yang sama."
Gunther terdiam sejenak, merenungkan informasi yang baru saja ia dapatkan. Lalu, dengan suara yang lebih dalam, ia bertanya, "Apakah ada seseorang dengan kemampuan sihir di desa ini?"
Pak Banner tampak ragu sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Saat ini tidak ada. Namun, dulu... pernah ada. Kami mengusirnya keluar dari desa."
Gunther menatapnya dalam diam.
Ada sesuatu yang lebih besar di balik ini semua.