Koridor panjang menuju ruang keluarga utama terasa sunyi.
Langkah kaki Leonhart bergema di lantai marmer hitam, setiap denting sepatunya terdengar jelas dalam keheningan yang menegangkan. Di kedua sisinya, lukisan para leluhur keluarga Valtara memandang ke arahnya, seolah menghakimi setiap langkahnya.
Ia bisa merasakan tatapan para penjaga yang berdiri di sepanjang dinding.
Mereka tampaknya mencoba bersikap netral, tetapi Leonhart tahu lebih baik. Keluarga Valtara adalah sarang politik, tempat bahkan seorang pelayan pun bisa menjadi mata-mata, dan seorang penjaga bisa berubah menjadi algojo dalam sekejap.
Ia mengingat kembali gambaran dari Foresight System—seorang pengamat misterius berada di dalam ruangan ini.
Siapa dia?
Tanpa menunjukkan keraguannya, ia melangkah ke depan. Dua penjaga berbaju zirah hitam membuka pintu kayu mahoni besar, memperlihatkan ruang keluarga utama—sebuah ruangan luas dengan pilar-pilar batu dan perapian besar yang menyala terang di sudutnya.
Di tengah ruangan, duduklah Duke Valtara.
Seorang pria berusia sekitar lima puluhan, dengan rambut perak panjang yang diikat ke belakang dan mata tajam berwarna emas. Wajahnya penuh garis-garis ketegasan, menunjukkan bahwa ia bukan hanya seorang bangsawan, tetapi juga seorang pejuang yang telah melalui banyak pertempuran.
Di sampingnya, duduk Damian von Valtara—kakak Leonhart, pewaris keluarga.
Damian memiliki rambut hitam pekat dan mata emas, wajahnya sempurna, penuh kepercayaan diri. Ia mengenakan seragam pelatihan ksatria, dengan lambang singa emas keluarga Valtara terukir di dadanya.
Di antara mereka berdua, seorang pria tua berdiri dalam bayangan—sosok yang tak dikenali Leonhart.
Mungkinkah ini orang yang ia lihat dalam penglihatan sistem?
"Leonhart."
Suara Duke Valtara berat, penuh wibawa. Ia menatap Leonhart dengan pandangan yang sulit ditebak.
Leonhart menahan napas sejenak, lalu melangkah ke depan.
---
Duke Valtara menyilangkan tangannya di atas meja panjang yang terbuat dari kayu ek.
"Sudah lama aku ingin berbicara denganmu," katanya. "Kau selama ini menghindari tanggung jawabmu sebagai anggota keluarga Valtara."
Leonhart menunduk sedikit, bukan karena takut, tetapi untuk membaca ekspresi orang-orang di ruangan ini.
Damian menyeringai tipis, tatapannya meremehkan.
"Setidaknya dia cukup tahu diri untuk datang saat dipanggil," kata Damian dengan nada mengejek.
Leonhart menahan dorongan untuk membalas. Jika ini adalah dirinya yang dulu, mungkin ia akan terpancing, tetapi sekarang ia memiliki keunggulan.
"Mari kita lihat kemungkinan skenario jika aku membalas Damian..."
[FORESIGHT SYSTEM AKTIF]
Dalam sekejap, pandangannya berubah.
Skenario 1: Jika ia membalas Damian dengan sinis, Duke akan melihatnya sebagai anak yang tidak tahu tempat. Damian akan mendapatkan lebih banyak alasan untuk merendahkannya.
Skenario 2: Jika ia tetap diam, Damian akan menganggapnya lemah, tetapi Duke mungkin akan menilainya sebagai orang yang lebih sabar.
Skenario 3: Jika ia menjawab dengan cerdas dan tetap sopan, ia bisa membalikkan situasi.
Leonhart menutup matanya sejenak dan memilih Skenario 3.
"Ayah, aku tidak pernah menolak tanggung jawabku," katanya tenang. "Aku hanya menunggu waktu yang tepat untuk membuktikan diriku."
Duke mengangkat alisnya sedikit.
Damian menyipitkan mata, tidak menyukai jawaban itu.
Leonhart melanjutkan, "Bagaimanapun juga, aku adalah seorang Valtara. Aku tidak akan membuat keluarga kita malu."
Ruangan menjadi hening.
Leonhart bisa melihat sesuatu di mata Duke—sedikit ketertarikan.
Sementara itu, pria tua yang berdiri dalam bayangan mengamati dengan seksama, seolah menilai sesuatu dari Leonhart.
---
Duke akhirnya berbicara.
"Aku telah mengatur sesuatu untukmu," katanya. "Sebuah ujian."
Leonhart menegang.
"Tiga hari lagi, kau akan dikirim ke Benteng Blackthorn, sebuah wilayah perbatasan yang sedang menghadapi serangan dari bandit dan pemberontak," lanjut Duke. "Jika kau bisa bertahan dan membuktikan nilaimu, aku akan mempertimbangkan tempatmu di keluarga ini."
Damian terkekeh. "Kau benar-benar baik hati, Ayah. Mengirimnya ke tempat yang bahkan ksatria berpengalaman pun kesulitan bertahan?"
Leonhart tetap diam, tetapi pikirannya berpacu.
Benteng Blackthorn... Dalam novel, ini adalah tempat yang digunakan untuk membuang bangsawan yang tidak diinginkan. Banyak yang dikirim ke sana, hanya untuk mati tanpa meninggalkan jejak.
Jika ia pergi tanpa persiapan, kemungkinan besar ia akan mati.
Namun… ini juga sebuah kesempatan.
"Mari kita lihat masa depan jika aku menerima tawaran ini..."
[FORESIGHT SYSTEM AKTIF]
Gambaran samar muncul:
Ia melihat dirinya tiba di benteng, dikelilingi oleh pasukan yang lelah dan kehabisan sumber daya.
Ia melihat pertempuran sengit melawan pasukan bayangan misterius, bukan sekadar bandit biasa.
Ia melihat dirinya bertahan… tetapi dengan kesulitan besar.
Tapi ada sesuatu yang menarik perhatiannya.
Di salah satu penglihatannya, ia melihat seorang pria dengan jubah hitam, seseorang yang tidak disebutkan dalam novel. Pria itu berbicara padanya dalam bisikan.
"Jadi, kau adalah Leonhart von Valtara… Mungkin kau lebih dari sekadar anak buangan."
Leonhart membuka matanya.
Ini adalah jalan yang penuh bahaya, tetapi juga jalan menuju kekuatan.
Ia menatap Duke dengan keyakinan baru.
"Aku menerima ujian ini."
Senyum tipis muncul di wajah Duke, dan untuk pertama kalinya, tatapan emasnya bersinar dengan sesuatu yang hampir seperti pengakuan.
Di sisi lain, Damian tampak kurang senang.
Leonhart bisa merasakan… pertarungan sejati baru saja dimulai.
---
Ruangan masih terasa tegang setelah pernyataan Leonhart.
Duke Valtara menatapnya dalam diam, seolah mencoba menilai apakah keberanian anaknya itu berasal dari ketulusan… atau kebodohan.
Sementara itu, Damian menyilangkan tangan, senyum kecil di wajahnya menunjukkan bahwa ia masih meremehkan adiknya.
"Baik," kata Duke akhirnya. "Aku akan mengirimmu ke Benteng Blackthorn dalam tiga hari."
Ia mengetuk meja kayu ek dengan jarinya, suaranya bergaung di dalam ruangan. "Kau akan pergi tanpa pengawal. Aku ingin melihat apakah kau bisa bertahan sendiri."
Leonhart tetap menjaga ekspresinya tenang, meskipun di dalam hatinya ia sudah menyusun strategi.
Tanpa pengawal? Itu berarti dia ingin melihat apakah aku bisa bertahan hidup tanpa perlindungan keluarga.
Tiba-tiba, pria tua yang berdiri dalam bayangan angkat bicara.
"Apa yang kau harapkan darinya, Yang Mulia Duke?"
Leonhart langsung menoleh.
Pria ini—sosok yang dilihatnya dalam Foresight System—akhirnya memperkenalkan dirinya.
Ia memiliki rambut putih pendek yang tersisir rapi, wajahnya penuh dengan kerutan pengalaman, tetapi sorot matanya tajam, penuh pengamatan. Jubah gelap yang ia kenakan memiliki bordiran lambang Valtara, menunjukkan bahwa ia adalah orang dalam keluarga ini.
"Leonhart adalah anak dari keluarga besar," lanjut pria itu. "Tapi kau mengirimnya ke tempat yang lebih pantas disebut kuburan."
Duke menoleh dengan ekspresi datar.
"Jadi kau meragukan kemampuannya, Zeke?"
Zeke…?
Leonhart mencoba mengingat nama itu.
Dalam novel, Zeke adalah kepala penasihat Duke, orang yang paling dipercaya dalam keluarga Valtara. Meskipun jarang disebutkan dalam cerita asli, Zeke adalah orang di balik banyak keputusan penting keluarga.
Jika dia meragukanku, itu bisa menjadi masalah.
Leonhart berpikir sejenak, lalu berbicara sebelum Duke bisa menjawab.
"Aku tidak butuh perlindungan."
Zeke menoleh padanya, mata abu-abunya memandang penuh minat.
"Oh?"
Leonhart mengangguk. "Benteng Blackthorn bukan tempat yang mudah. Tapi jika aku gagal di sana, maka aku memang tidak layak menjadi seorang Valtara."
Ruangan kembali sunyi.
Lalu, sesuatu yang tak terduga terjadi.
Duke Valtara—yang dikenal sebagai pria yang jarang menunjukkan ekspresi—tersenyum tipis.
"Menarik."
Leonhart menegang.
"Kalau begitu," lanjut Duke, "Aku akan menambah sedikit tantangan."
Damian tertawa kecil. "Jangan bilang kau akan mengirimnya ke sana tanpa bekal juga, Ayah?"
"Tidak." Duke menggeleng. "Aku hanya ingin menambahkan elemen kejutan."
Ia menatap Leonhart dalam-dalam.
"Salah satu agen rahasia keluarga akan dikirim untuk mengawasi langkahmu. Tapi kau tidak akan tahu siapa dia."
Leonhart menahan napas.
Jadi aku akan diawasi?
"Orang itu akan menilai apakah kau layak hidup… atau mati."
Damian tampak sangat terhibur. "Itu lebih menarik."
Zeke menghela napas, tetapi tidak membantah.
Leonhart bisa merasakan ketegangan dalam tubuhnya meningkat. Ini bukan sekadar ujian biasa. Ini adalah permainan hidup dan mati.
Namun, di dalam hatinya, ia merasa sesuatu yang aneh…
Antara gugup dan bersemangat.
---
Setelah Pertemuan
Leonhart berjalan keluar dari ruang pertemuan dengan langkah mantap, tetapi pikirannya penuh dengan strategi.
Ia berjalan di sepanjang koridor yang sepi, membiarkan pikirannya menyusun rencana.
Benteng Blackthorn… Tiga hari… Dan seorang agen rahasia yang akan mengawasi.
Ia perlu mempersiapkan diri dengan baik.
Saat itulah, suara langkah kaki yang ringan terdengar di belakangnya.
Leonhart menoleh…
Dan melihat seorang gadis berdiri di ujung koridor.
Ia memiliki rambut panjang keemasan dengan ujung berwarna merah, dan mata hijau tajam yang berkilauan seperti zamrud. Pakaiannya sederhana, tetapi ia memiliki aura seseorang yang terbiasa bergerak dalam bayangan.
Leonhart mengenalnya.
Dalam novel, ia adalah Elena Faraday, asisten kepercayaan Duke yang hanya muncul dalam beberapa adegan.
Namun, dalam cerita asli, ia bukan sekadar asisten—ia adalah salah satu agen rahasia keluarga.
Mata mereka bertemu, dan untuk sesaat, waktu terasa berhenti.
Elena tersenyum tipis.
"Sepertinya kau mendapatkan ujian yang menarik," katanya ringan.
Leonhart menyipitkan mata.
Ia tidak tahu apakah Elena adalah agen yang ditugaskan untuk mengawasinya… atau seseorang yang memiliki agenda lain.
Satu hal yang pasti—ia harus lebih berhati-hati dari sekarang.
---