Chereads / Foresight: Mata Pengubah Takdir / Chapter 3 - Bab 3 | Persiapan ke Benteng Blackthorn

Chapter 3 - Bab 3 | Persiapan ke Benteng Blackthorn

Leonhart berdiri diam, mengamati Elena Faraday yang masih bersandar di pilar marmer.

Angin malam masuk melalui jendela koridor, menggoyangkan rambut keemasannya.

"Jadi," kata Elena, suaranya ringan tetapi penuh arti, "kau benar-benar akan pergi ke Benteng Blackthorn?"

Leonhart tidak langsung menjawab. Ia tahu, dalam permainan politik keluarga Valtara, setiap kata memiliki konsekuensi.

"Aku tidak punya pilihan, bukan?" jawabnya akhirnya.

Elena tersenyum kecil. "Mungkin. Tapi menurutku, kau punya lebih banyak pilihan daripada yang kau sadari."

Leonhart menyipitkan mata.

Apakah dia sedang menguji reaksiku? Atau dia mencoba membantuku?

Sebelum ia bisa bertanya lebih lanjut, Elena mendorong diri dari pilar dan mulai berjalan.

"Aku penasaran," katanya tanpa menoleh, "seberapa jauh kau akan melangkah untuk bertahan hidup?"

Lalu ia menghilang di balik bayangan, meninggalkan Leonhart dengan pikirannya sendiri.

Apakah dia sekutuku… atau musuh?

---

Malam yang Sunyi

Leonhart kembali ke kamarnya, sebuah ruangan sederhana dengan jendela besar yang menghadap halaman belakang kastil.

Ia duduk di kursi dekat meja kayu, lalu menghembuskan napas panjang.

"Saatnya menyusun strategi."

[FORESIGHT SYSTEM AKTIF]

Sebuah layar transparan muncul di depannya, menampilkan beberapa kemungkinan masa depan berdasarkan keputusannya.

Skenario 1: Pergi Tanpa Persiapan

Setibanya di Benteng Blackthorn, ia akan disambut oleh pasukan yang lelah dan kekurangan makanan.

Serangan bandit akan terjadi dalam lima hari, dan tanpa persiapan, kemungkinan besar ia akan terbunuh.

Skenario 2: Mempersiapkan Senjata dan Sumber Daya

Jika ia bisa mendapatkan pedang berkualitas tinggi, peluang bertahan meningkat sebesar 40%.

Jika ia membawa peta area sekitar, ia bisa menemukan rute pelarian jika situasi memburuk.

Skenario 3: Mencari Sekutu Sebelum Pergi

Jika ia berhasil meyakinkan seorang ksatria atau pelayan untuk membantunya secara diam-diam, peluang bertahan meningkat hingga 60%.

Tapi, ada kemungkinan besar Damian atau Duke akan mengetahuinya, yang bisa menyebabkan konsekuensi lain.

Leonhart memijat pelipisnya.

"Aku butuh pedang… dan sekutu."

---

Kastil Valtara memiliki arsenal pribadi, tempat senjata dan perlengkapan keluarga disimpan. Namun, hanya bangsawan yang diizinkan mengaksesnya.

Leonhart tidak bisa masuk dengan cara biasa.

Tapi siapa bilang aku harus mengikuti aturan?

Ia mengenakan jubah hitam dan berjalan diam-diam melewati koridor yang gelap, menuju bagian belakang kastil.

Malam ini, kastil cukup sepi. Para penjaga lebih fokus menjaga gerbang utama daripada gudang persenjataan.

Ketika ia tiba di pintu logam besar tempat senjata disimpan, ia menghela napas.

Jika aku membuka ini, pasti ada mekanisme keamanan.

[FORESIGHT SYSTEM AKTIF]

Leonhart menatap pintu itu, dan dalam pikirannya, ia melihat skenario yang mungkin terjadi:

1. Jika ia memaksakan diri masuk, alarm magis akan aktif, dan penjaga akan datang dalam 30 detik.

2. Jika ia mencari jalan lain, ada jalur rahasia di belakang gudang persenjataan yang tidak terjaga.

Leonhart menutup matanya.

"Baiklah… jalur rahasia, ya?"

Ia berjalan mengitari ruangan dan menemukan sebuah celah kecil di dinding batu, tertutup oleh rak buku tua.

Dengan sedikit usaha, ia mendorong rak tersebut dan menemukan tangga kecil yang menurun ke ruang bawah tanah.

Siapa sangka ada jalan seperti ini di kastil?

Ia menelusuri lorong sempit itu, hingga akhirnya tiba di sebuah ruangan kecil yang penuh dengan senjata lama dan barang-barang terlupakan.

Dan di antara tumpukan debu dan peti tua, matanya menangkap sesuatu yang menarik.

Sebuah pedang dengan sarung hitam, terukir simbol singa emas keluarga Valtara.

Ketika ia menyentuh gagangnya, sensasi dingin mengalir ke lengannya.

Sebuah suara bergema dalam benaknya.

"Akhirnya… seorang pewaris yang pantas."

Leonhart langsung menarik tangannya.

Matanya membelalak.

Pedang ini… berbicara?

---

Sebuah Senjata Legendaris?

Leonhart menghunus pedang itu perlahan.

Dari dekat, bilahnya tampak seperti baja biasa, tetapi ketika cahaya lilin mengenai permukaannya, Leonhart bisa melihat sesuatu yang aneh.

Ada rune samar yang bersinar di sepanjang bilahnya.

"Sebuah pedang sihir… tapi kenapa ada di sini?"

Ia mencoba mengingat kembali novel aslinya.

Dalam cerita, ada legenda tentang pedang keluarga Valtara yang hanya bisa digunakan oleh keturunan sejati, tetapi tidak pernah disebutkan siapa yang memilikinya.

Mungkinkah ini… pedang itu?

Sebelum ia bisa berpikir lebih jauh, langkah kaki terdengar di belakangnya.

Leonhart langsung menyarungkan pedangnya dan bersembunyi di balik peti.

Beberapa detik kemudian, seorang pria bertopeng memasuki ruangan.

Ia mengenakan pakaian serba hitam, dan langkah kakinya nyaris tidak bersuara.

Leonhart menahan napas.

"Siapa ini?"

Pria itu melihat sekeliling, lalu berbisik pelan.

"Sepertinya aku datang terlambat…"

Ia kemudian berbalik dan menghilang ke dalam bayangan, seolah tidak pernah ada di sana.

Leonhart menghela napas.

Seseorang tahu tentang pedang ini… dan mencarinya.

Ia harus bergerak cepat.

---

Ketika Leonhart kembali ke kamarnya dengan pedang di tangannya, pikirannya masih penuh pertanyaan.

Ia berhasil mendapatkan senjata, tetapi sekarang ia tahu bahwa ada pihak lain yang juga mengincarnya.

"Benteng Blackthorn mungkin hanya permulaan dari sesuatu yang lebih besar…"

Saat ia duduk di tepi tempat tidur, layar Foresight System kembali muncul.

[Mission Update: Perjalanan ke Benteng Blackthorn]

Persiapan: Pedang Legendaris (✓)

Sekutu: Belum Ditentukan

Informasi Musuh: Tidak Diketahui

Leonhart menyipitkan mata.

Sekarang, ia hanya butuh satu hal lagi sebelum berangkat…

Seorang sekutu.

Dan ia tahu persis kepada siapa ia harus berbicara.

Matanya berkilat dalam cahaya redup lilin.

Elena Faraday.

---

Leonhart bangkit dari tempat tidurnya, menatap pedang hitam di tangannya.

Bilahnya masih bersinar samar dalam cahaya redup lilin, rune-rune misterius di sepanjang permukaannya berkilauan seolah hidup.

"Aku harus tahu lebih banyak tentang pedang ini."

Namun, sebelum ia mencari informasi, ada sesuatu yang lebih mendesak.

Sekutu.

---

Pertemuan Rahasia

Malam semakin larut ketika Leonhart keluar dari kamarnya.

Kastil Valtara mulai sepi. Para bangsawan sudah terlelap, sementara sebagian besar penjaga berkumpul di gerbang utama.

Leonhart mengenakan jubah hitamnya dan berjalan tanpa suara di sepanjang koridor, menuju taman belakang kastil—tempat di mana ia terakhir kali melihat Elena.

Angin malam berhembus, membawa aroma bunga yang lembut. Di bawah sinar bulan, sosok yang dikenalnya berdiri di tengah taman.

Elena Faraday.

Ia mengenakan pakaian sederhana, tetapi cara ia berdiri menunjukkan bahwa ia bukan wanita biasa. Setiap gerakannya penuh perhitungan, seperti seorang pemburu yang siap menerkam.

"Kau datang lebih cepat dari yang kuduga," katanya tanpa menoleh.

Leonhart mendekat tanpa ragu.

"Kau bilang aku punya lebih banyak pilihan dari yang kusadari," kata Leonhart, langsung ke inti pembicaraan. "Apa maksudmu?"

Elena tersenyum samar, lalu menoleh, menatapnya dengan mata hijau tajamnya.

"Apa yang kau inginkan, Leonhart?"

"Aku ingin sekutu," jawabnya tanpa basa-basi.

Elena menaikkan alis. "Sekutu? Melawan siapa?"

Leonhart menatapnya dalam-dalam.

Ini ujian.

Jika ia mengatakan sesuatu yang salah, Elena bisa saja melaporkannya ke Duke.

Tapi jika ia jujur, ia bisa mendapatkan sekutu yang berharga.

Akhirnya, ia memilih untuk mengambil risiko.

"Aku tidak tahu siapa musuhku," katanya pelan, "tapi aku tahu… aku tidak bisa menghadapi mereka sendirian."

Elena mengamati ekspresinya, lalu tersenyum kecil.

"Jawaban yang menarik."

Ia berbalik, melangkah perlahan di atas jalan setapak taman.

"Lalu, apa yang bisa kau tawarkan padaku?" tanyanya ringan.

Leonhart menatap punggungnya.

Ia sudah menduga pertanyaan ini akan muncul.

Elena adalah seorang agen rahasia, seorang wanita yang tidak akan membantu seseorang tanpa keuntungan.

Jadi ia menjawab dengan tenang.

"Aku bisa menawarkan sesuatu yang lebih berharga dari sekadar uang atau kekuasaan."

Elena berhenti melangkah, lalu menoleh dengan rasa ingin tahu.

Leonhart menarik napas.

"Aku bisa menawarkan masa depan."

---

Mata Elena sedikit menyipit.

"Oh? Dan bagaimana kau bisa melakukan itu?"

Leonhart tidak menjawab langsung.

Sebaliknya, ia melangkah lebih dekat, hingga hanya ada jarak satu meter di antara mereka.

"Aku tahu masa depan," katanya pelan.

Elena mengerutkan dahi. "Apa maksudmu?"

Leonhart menatapnya dalam-dalam.

"Besok malam, seorang bangsawan akan mencoba membunuhmu."

Wajah Elena tetap tenang, tetapi Leonhart melihat perubahan kecil di matanya.

Ia telah memeriksa Foresight System sebelum datang ke sini, dan salah satu skenario yang muncul adalah Elena akan diserang dalam waktu 24 jam.

"Aku tidak bercanda," lanjut Leonhart. "Kau bisa memilih untuk mengabaikan kata-kataku, tapi jika aku benar… kau akan mati tanpa pernah mengetahui siapa yang mengincarmu."

Elena terdiam selama beberapa detik.

Lalu, ia tersenyum.

"Baiklah, Leonhart."

Ia melangkah lebih dekat, hingga wajah mereka hanya berjarak beberapa senti.

"Aku akan mengujimu."

Suaranya lembut, tetapi matanya penuh ketajaman.

"Jika aku masih hidup besok malam, maka aku akan percaya padamu."

Leonhart mengangguk tanpa ragu.

Elena menyeringai.

"Kalau begitu… mari kita lihat apakah kau benar-benar bisa melihat masa depan, atau hanya berbicara omong kosong."

---