Setelah mengusir serangan bajak laut Kapten Mei, Xiao Shao, Ling, dan Kapten Liang melanjutkan pelayaran menuju tengah lautan. Namun, langit yang awalnya cerah tiba-tiba berubah gelap gulita. Angin kencang mulai bertiup, dan ombak setinggi gunung menghantam lambung kapal *Naga Laut*. Kilat menyambar-nyambar di kejauhan, seolah memperingatkan akan datangnya malapetaka.
"Badai ini bukan badai biasa!" teriak Kapten Liang, mencoba mempertahankan kemudi kapal. "Aku sudah berlayar puluhan tahun, tapi belum pernah melihat yang seperti ini!"
Xiao Shao merasakan energi magis yang kacau di udara. "Ini pasti ulah kekuatan gelap yang ingin menghentikan kita!" katanya sambil memegang erat Tanduk Naga Emas. Cahaya tanduk itu berkedip-kedip, seolah merespons kegelapan yang mendekat.
Ling, yang sedang berusaha mengikat layar yang hampir robek, tiba-tiba melihat sesuatu di balik kabut tebal. "Lihat! Ada pulau di depan!" teriaknya, menunjuk ke arah bayangan samar yang muncul di tengah badai.
Kapten Liang mengerahkan seluruh tenaganya untuk mengarahkan kapal ke pulau itu. "Kita harus mencari perlindungan di sana sebelum kapal ini hancur!"
Dengan susah payah, mereka berhasil merapat ke pantai pulau itu. Saat kaki mereka menginjak pasir, badai tiba-tiba berhenti. Langit menjadi tenang, tetapi suasana pulau itu justru terasa lebih menyeramkan. Pepohonan tinggi dengan dahan seperti tangan mengerikan menjulang di sekeliling mereka, dan udara dipenuhi suara bisikan-bisikan yang tidak jelas sumbernya.
"Pulau ini... Aku pernah mendengar legenda tentang Pulau Bayangan," kata Kapten Liang dengan suara bergetar. "Dikatakan siapa pun yang masuk ke sini tidak akan pernah kembali. Mereka terjebak dalam kutukan abadi."
Xiao Shao mengamati sekeliling. "Kita tidak punya pilihan. Kapal butuh perbaikan, dan kita perlu bertahan sampai badai benar-benar reda."
Mereka memutuskan untuk menjelajahi pulau itu. Di tengah hutan, mereka menemukan reruntuhan kuil kuno yang ditutupi lumut dan akar-akar pohon. Di depan pintu kuil, terdapat patung-patung manusia dengan ekspresi ketakutan yang terpahat sempurna, seolah membeku dalam teriakan diam.
"Jangan sentuh apa pun!" peringat Ling, merasakan aura jahat yang kuat. Tapi terlambat. Salah satu awak kapal Kapten Liang, yang penasaran, menyentuh salah satu patung. Seketika, tubuhnya berubah menjadi batu, persis seperti patung-patung itu.
"Kutukan!" teriak Kapten Liang. "Kita harus keluar dari sini sekarang juga!"
Tapi jalan pulang telah hilang. Hutan berubah seperti labirin hidup, pohon-pohon bergerak sendiri menghalangi jalan mereka. Dari dalam kuil, suara gemuruh terdengar. Dinding kuil runtuh, dan dari dalamnya muncul **Penjaga Bayangan**, makhluk setengah manusia setengah ular dengan mata merah menyala dan senjata tombak beracun.
"Kalian mengganggu tidur panjangku!" raung Penjaga Bayangan, suaranya menggema seperti ribuan nyawa yang menderita. "Kini, kalian akan menjadi bagian dari kutukan ini!"
Xiao Shao dan Ling bersiap bertarung. Xiao Shao mengangkat Tanduk Naga Emas, mencoba menyalurkan kekuatannya, tetapi energi di pulau itu seolah menekan kekuatan magis tanduk. "Aku tidak bisa menggunakan tanduk ini di sini!" katanya panik.
Ling menarik pedangnya. "Kita harus bertarung dengan kekuatan kita sendiri!"
Pertarungan sengit terjadi. Penjaga Bayangan bergerak cepat, menyerang dengan tombak beracun dan mantra gelap yang membuat tanah di bawah kaki mereka berubah menjadi lumpur hisap. Ling nyaris terperangkap, tapi Xiao Shao berhasil menariknya tepat waktu. Sementara itu, Kapten Liang dan awaknya yang tersisa mencoba mencari cara untuk membuka jalan keluar.
"Lihat! Ada prasasti di dinding kuil!" teriak salah seorang awak kapal. Prasasti itu bertuliskan: *"Hanya yang murni hatinya yang dapat memecahkan kutukan."*
Xiao Shao teringat sesuatu. Dari sakunya, dia mengeluarkan liontin pemberian ibunya—sebuah benda yang selalu dibawanya sebagai jimat. "Liontin ini diisi dengan mantra perlindungan. Mungkin ini bisa membantu!"
Dia melemparkan liontin itu ke arah Penjaga Bayangan. Saat liontin menyentuh tubuh makhluk itu, cahaya terang memancar, membakar kulit gelap Penjaga Bayangan. Makhluk itu menjerit kesakitan, dan tubuhnya mulai hancur menjadi debu.
"Lari! Sekarang!" teriak Xiao Shao, menarik Ling dan yang lain keluar dari kuil.
Mereka berlari secepat mungkin, menghindari jebakan-jebakan pulau yang semakin aktif. Akhirnya, mereka tiba kembali di pantai. Kapal *Naga Laut* masih ada, tapi badai telah reda, digantikan oleh kabut tebal yang menyelimuti pulau.
"Kita harus segera pergi sebelum kutukan ini menjerat kita lagi!" kata Kapten Liang, memerintahkan awaknya untuk segera berlayar.
Saat kapal mulai menjauh, mereka melihat Pulau Bayangan perlahan menghilang di balik kabut, seolah tidak pernah ada. Tapi, di tangan Xiao Shao, liontin pemberian ibunya kini retak—kekuatannya telah habis untuk menyelamatkan mereka.
"Kau baik-baik saja?" tanya Ling, melihat wajah Xiao Shao yang murung.
Xiao Shao mengangguk. "Ibu selalu bilang, kekuatan sejati ada di dalam hati. Hari ini, aku mengerti maksudnya." Dia menggenggam Tanduk Naga Emas lebih erat. "Kita harus terus maju."