Chereads / "aku" / Chapter 2 - TAKUT

Chapter 2 - TAKUT

Manusia, makhluk yang hina. Kita merangkak di dunia ini, dihantui oleh bayang-bayang ketakutan. Namun, kita juga diberi anugerah yang disebut keberanian. Ironisnya, keberanian yang seharusnya menjadi tameng, sering kali menjadi pedang yang menebas diri sendiri dan orang lain. Kita begitu mudah tergelincir ke dalam jurang kesombongan, menyangka diri sebagai dewa kecil yang berhak atas segalanya.

Panggung, sebuah kotak kecil yang mengurung segala ketakutanku. Aku, seekor binatang kecil yang terperangkap di dalamnya, bergetar ketakutan. Mengapa? Karena takut dinilai, takut gagal, takut menjadi bahan tertawaan. Manusia, makhluk yang lemah. Kita membangun istana-istana ego, namun runtuh seketika saat menghadapi tatapan orang lain. Padahal, kehidupan sehari-hari jauh lebih kejam dari panggung kecil ini. Kita semua adalah aktor amatir dalam sandiwara besar yang bernama kehidupan.

Pohon jambu di belakang rumah, saksi bisu atas ketakutanku saat kanak-kanak. Teman-teman sebayaku, seperti monyet-monyet lincah, melompat dari dahan ke dahan. Aku, si anak lemah, hanya bisa menatap buah-buah merah ranum dengan iri. "Jika ingin buahnya, panjatlah sendiri," kata mereka. Kata-kata itu menusuk hatiku. Aku terlalu takut untuk meraih apa yang kuinginkan. Dan kini, sebagai orang dewasa, aku masih saja terjebak dalam lingkaran ketakutan yang sama. Hanya saja, pohon jambu telah digantikan oleh rintangan-rintangan hidup yang lebih besar.

Ironis, bukan? Kita diajarkan untuk berani sejak kecil. Namun, seiring bertambahnya usia, ketakutan kita justru semakin besar. Pohon jambu, panggung kehidupan, semuanya sama saja. Kita dihadapkan pada tantangan, namun sering kali kita memilih untuk menyerah. Kita takut gagal, takut ditolak, takut kehilangan. Padahal, kegagalan adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan.

Ketakutan, ah, sahabat karibku. Kita berlari bersama, bersembunyi di balik topeng keberanian. Aku, si pengecut sejati, selalu memilih jalan yang mudah. Masalah? Ah, biarkanlah orang lain yang menghadapinya. Aku akan berpura-pura sibuk, berpura-pura kuat. Namun, di dalam hati, aku tahu aku lemah. Aku menyalahkan nasib, menyalahkan orang lain, hanya untuk menutupi ketakutanku yang hina. Aku adalah seorang pengecut yang menyedihkan.

Aku hanyalah bayangan yang mengejar bayangan. Hidup ini bagaikan labirin tanpa ujung, dan aku, si pengecut, terus berputar-putar di dalamnya. Ketakutan bagaikan belenggu yang membatasi langkahku. Aku takut gagal, takut kehilangan, takut pada ketidakpastian. Aku mencari makna dalam hidup, namun selalu terjebak dalam lingkaran setan yang sama. Kapan aku akan menemukan keberanian untuk melepaskan diri dari belenggu ketakutan dan benar-benar hidup?

Aku merasa begitu sendirian di dunia ini. Aku dikelilingi oleh orang-orang yang mengaku peduli, namun pada kenyataannya mereka hanya peduli pada diri mereka sendiri. Mereka memberi nasihat yang tak berguna, membanding-bandingkan aku dengan orang lain, namun tidak pernah benar-benar mendengarkan. Aku ingin berbagi beban dengan mereka, tapi aku takut akan dihakimi. Aku takut akan ditinggalkan. Aku hanya ingin seseorang yang benar-benar mengerti.

Mereka berkata, 'Hadapi ketakutanmu.' Kata-kata mudah yang meluncur begitu saja dari bibir mereka. Seakan-akan mengatasi ketakutan itu semudah membalikkan telapak tangan. Mereka membanding-bandingkan diriku dengan makhluk lain, seolah-olah aku seekor binatang yang harus dilatih. Namun, saat aku berbagi cerita tentang ketakutanku, mereka hanya mampu menghela napas panjang. Mereka hanya peduli pada diri mereka sendiri, pada ego mereka yang rapuh. Manusia, makhluk yang penuh kontradiksi.