Pertempuran di ruangan bawah tanah semakin sengit. Jiang Chen, dengan kekuatan Core Formation-nya, bergerak seperti angin, menghindari serangan dan membalas dengan presisi yang mematikan. Setiap pukulannya mengirim anggota Klan Lei terlempar ke dinding, tetapi jumlah mereka terlalu banyak. Lei Ming, meski terluka, masih memiliki kekuatan yang cukup untuk menjadi ancaman serius.
"Jiang Chen, kita tidak bisa terus begini!" teriak Han Li, yang berusaha bertahan di sudut ruangan. Dia sudah kehabisan napas, dan Qi-nya hampir habis.
Jiang Chen tahu Han Li benar. Mereka harus segera menemukan jalan keluar. Matanya melirik ke sekeliling ruangan, mencari celah atau mekanisme tersembunyi yang bisa membantu mereka. Tiba-tiba, dia melihat sesuatu—sebuah simbol aneh di dinding yang mirip dengan yang ada di altar di atas.
"Han Li, ke sini!" serunya sambil menuju ke arah simbol itu.
Han Li berlari ke sampingnya, menghindari serangan terakhir dari seorang anggota Klan Lei. Jiang Chen menempelkan tangannya ke simbol itu, mengalirkan Qi-nya ke dalamnya. Simbol itu mulai bersinar, dan dinding di belakang mereka perlahan terbuka, mengungkapkan lorong gelap.
"Masuk!" perintah Jiang Chen, mendorong Han Li ke dalam lorong sebelum dia sendiri melompat masuk. Tepat saat itu, Lei Ming melemparkan serangan energi gelap yang menghantam dinding tempat mereka berdiri sebelumnya.
Lorong itu sempit dan gelap, tetapi mereka tidak punya waktu untuk ragu. Jiang Chen mengeluarkan jimat penerang dari tasnya, memberikan sedikit cahaya untuk melihat jalan di depan.
"Kau yakin ini jalan keluar?" tanya Han Li, suaranya gemetar.
"Tidak," jawab Jiang Chen dengan jujur. "Tapi ini lebih baik daripada bertarung sampai mati."
Mereka terus berlari, mengikuti lorong yang berkelok-kelok. Suara teriakan dan langkah kaki dari belakang memberi tahu mereka bahwa Klan Lei tidak akan menyerah begitu saja.
Setelah beberapa menit, lorong itu mulai menanjak, dan udara terasa lebih segar. Jiang Chen merasa ada harapan. "Kita mendekati permukaan," bisiknya.
Tiba-tiba, lorong itu berakhir di sebuah ruangan kecil dengan tangga yang menuju ke atas. Tanpa berpikir dua kali, mereka menaiki tangga itu, dan akhirnya muncul di permukaan—di tengah Hutan Seribu Racun, jauh dari runtuhan kuno.
Han Li terengah-engah, bersandar di pohon. "Kita... kita berhasil?"
"Belum," kata Jiang Chen, matanya waspada. "Klan Lei tidak akan berhenti begitu saja. Kita harus terus bergerak."
Mereka melanjutkan perjalanan, kali ini dengan langkah lebih cepat. Jiang Chen memimpin, menggunakan instingnya untuk menemukan jalan keluar dari hutan. Namun, Hutan Seribu Racun bukanlah tempat yang mudah untuk dilalui. Udara yang dipenuhi racun dan makhluk-makhluk berbahaya terus menguji batas mereka.
Beberapa jam kemudian, mereka akhirnya mencapai tepi hutan. Matahari sudah mulai terbenam, memberikan cahaya keemasan yang menenangkan setelah hari yang penuh ketegangan.
Han Li tersenyum lebar. "Kita berhasil keluar! Aku tidak percaya kita selamat!"
Jiang Chen mengangguk, tetapi wajahnya tetap serius. "Kita belum aman. Klan Lei akan mengejar kita. Kita harus terus bergerak."
Han Li menghela napas. "Kau tidak pernah berhenti waspada, ya?"
"Kewaspadaan adalah yang membuat kita tetap hidup," jawab Jiang Chen sambil melihat ke arah hutan. "Tapi sekarang, kita punya sesuatu yang sangat berharga."
Dia mengeluarkan kotak kayu berisi Kepingan Jiwa Kuno dari tasnya, memandanginya dengan penuh perhatian. "Benda ini bisa mengubah segalanya."
Han Li mengangguk, antusiasmenya kembali. "Jadi, apa rencanamu sekarang?"
Jiang Chen memandang ke arah cakrawala, di mana matahari perlahan menghilang. "Kita harus menemukan tempat aman untuk mempelajari benda ini. Dan mungkin, mencari sekutu yang bisa membantu kita."
Han Li tersenyum. "Aku ikut denganmu, Jiang Chen. Kau selalu punya rencana bagus."
Jiang Chen tidak menjawab, tetapi ada sedikit senyum di bibirnya. Mereka berdua melanjutkan perjalanan, meninggalkan Hutan Seribu Racun di belakang. Namun, petualangan mereka baru saja dimulai. Dengan Kepingan Jiwa Kuno di tangan, mereka tahu bahwa bahaya dan tantangan yang lebih besar masih menunggu di depan.