Chereads / Murim to Cultivation: The Ascension / Chapter 42 - Bab 43: Jalan Berpisah dan Terjun dari Tebing

Chapter 42 - Bab 43: Jalan Berpisah dan Terjun dari Tebing

Setelah berhasil keluar dari Hutan Seribu Racun, Jiang Chen dan Han Li terus berjalan menuju wilayah yang lebih aman. Namun, ketenangan mereka tidak berlangsung lama. Jejak-jejak kaki dan suara gemerisik di belakang mereka membuat Jiang Chen waspada. Klan Lei tidak akan membiarkan mereka pergi begitu mudah.

"Kita diikuti," bisik Jiang Chen, matanya menyapu sekeliling dengan tajam. "Mereka tidak akan berhenti sampai mereka mendapatkan Kepingan Jiwa Kuno."

Han Li mengangguk, wajahnya tegang. "Apa yang harus kita lakukan? Kita tidak bisa terus berlari seperti ini."

Jiang Chen merenung sejenak sebelum mengambil keputusan. "Kita harus berpisah. Aku akan membawa Kepingan Jiwa Kuno dan menarik perhatian mereka sementara kau mencari jalan aman untuk melarikan diri."

Han Li terkejut. "Tidak! Aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian. Itu terlalu berbahaya!"

Jiang Chen menatapnya dengan tegas. "Ini satu-satunya cara. Jika kita tetap bersama, mereka akan menangkap kita berdua. Kau harus pergi dan mencari bantuan. Percayalah padaku."

Han Li ragu, tetapi akhirnya mengangguk pelan. "Baiklah... tapi kau harus berjanji akan bertemu denganku lagi."

Jiang Chen memberikan senyum kecil. "Aku berjanji. Sekarang, pergi!"

Han Li berlari ke arah yang berlawanan, menyusuri jalan setapak yang sempit. Jiang Chen mengawasinya sampai Han Li hilang dari pandangan sebelum dia berbalik dan menghadapi arah dari mana mereka datang.

Tidak lama kemudian, sekelompok anggota Klan Lei muncul dari balik pepohonan, dipimpin oleh Lei Ming yang wajahnya penuh amarah.

"Kau pikir bisa melarikan diri dari kami, Jiang Chen?" teriak Lei Ming, matanya menyala dengan kebencian. "Serahkan Kepingan Jiwa Kuno, atau aku akan merenggut nyawamu!"

Jiang Chen berdiri tegak, meski dia tahu ini akan menjadi pertarungan yang tidak seimbang. "Kalau kau mau, ambil sendiri."

Lei Ming menggeram dan memberi isyarat kepada anak buahnya. "Serang!"

Pertempuran pun dimulai. Jiang Chen melawan dengan segala kekuatan yang dia miliki, tetapi jumlah lawan yang terlalu banyak membuatnya kewalahan. Setiap serangan yang dia hindari digantikan oleh serangan lain yang lebih kuat. Tubuhnya mulai terluka, darah mengalir dari luka di bahu dan pinggangnya.

Meski begitu, Jiang Chen tidak menyerah. Dia terus bertarung, menggunakan setiap teknik yang dia kuasai untuk menahan serangan. Namun, kekuatannya semakin terkuras, dan langkahnya mulai goyah.

Lei Ming, melihat kesempatan itu, melompat ke depan dan mengeluarkan serangan terkuatnya. Sebuah bola energi gelap yang besar melesat ke arah Jiang Chen, menghantamnya dengan keras dan membuatnya terlempar ke belakang.

Jiang Chen mendarat keras di tanah, tubuhnya terasa seperti hancur. Dia mencoba bangkit, tetapi kakinya tidak bisa menopang berat tubuhnya. Darah mengalir dari mulutnya, dan penglihatannya mulai kabur.

Lei Ming mendekati dengan langkah perlahan, senyum kemenangan di wajahnya. "Ini akhirnya, Jiang Chen. Kau kalah."

Jiang Chen, dengan sisa kekuatan yang dia miliki, melihat ke belakang. Dia berada di tepi tebing tinggi, di bawahnya terdengar suara sungai yang deras. Dia tahu ini adalah satu-satunya jalan.

"Kau pikir kau menang?" bisik Jiang Chen, senyum tipis muncul di bibirnya. "Kau salah."

Dengan gerakan terakhir, dia melompat ke belakang, terjun dari tebing ke dalam sungai di bawahnya. Lei Ming terkejut, berusaha meraihnya, tetapi sudah terlambat. Jiang Chen menghilang ke dalam kabut tebal yang menyelimuti dasar tebing.

Lei Ming menggeram, mengepalkan tangannya. "Cari dia! Aku ingin melihat mayatnya!"

Sementara itu, Jiang Chen terhempas ke dalam air dingin yang deras. Tubuhnya yang terluka parah hampir tidak bisa bergerak, tetapi insting bertahannya membuatnya berusaha tetap mengapung. Arus sungai membawanya jauh, menjauh dari Klan Lei dan bahaya yang mengintai.

Dia tidak tahu berapa lama dia terbawa arus, tetapi akhirnya, dia terdampar di tepi sungai, tubuhnya lemas dan hampir tidak sadarkan diri. Penglihatannya semakin kabur, dan dia merasa dunia di sekelilingnya berputar.

Sebelum dia kehilangan kesadaran, satu pikiran terlintas di benaknya: *Aku harus bertahan... Kepingan Jiwa Kuno ini terlalu berharga untuk jatuh ke tangan mereka...*

Kegelapan pun menyelimutinya.