Ariana duduk di meja kerjanya, matanya terpaku pada layar komputer yang penuh dengan angka dan grafik. Pekerjaan sebagai analis data bukanlah hal yang luar biasa baginya, tetapi itu cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Selama ini, dia telah terbiasa dengan rutinitas yang membosankan—bangun pagi, pergi ke kantor, bekerja, lalu kembali ke apartemennya yang sederhana di tengah kota. Tidak ada yang
terlalu menarik dalam hidupnya, kecuali satu hal yang terus menghantui pikirannya: perubahan yang terjadi setiap kali malam tiba.
Pukul lima sore, suara klakson mobil terdengar dari luar jendela kantornya, mengingatkan Ariana bahwa sudah waktunya untuk pulang. Dengan langkah tenang, dia mengambil tasnya dan meninggalkan kantor. Jalanan kota yang sibuk tidak mempengaruhi suasana hatinya. Seperti biasa, Ariana berjalan melewati kerumunan orang, tapi dia merasa terpisah, seolah-olah dunia di sekelilingnya tidak benar-benar ada.
Sesampainya di apartemennya, Ariana melepaskan jaket kerja yang sudah mulai terasa kaku, lalu duduk di sofa dengan wajah lelah. Pikirannya mulai mengembara, mengingatkan pada perasaan aneh yang selalu datang di malam hari. Setiap kali dia terbangun setelah tidur, ada kekosongan yang menyelimuti dirinya. Suatu rasa yang seolah dia telah melakukan sesuatu—tapi tidak ingat apa.
Malam ini, seperti malam-malam sebelumnya, Ariana mencoba mengabaikan perasaan itu. Dia mencuci wajahnya, mengganti pakaian menjadi sesuatu yang lebih nyaman, dan duduk di meja makan untuk makan malam seorang diri. Namun, ada sesuatu yang aneh tentang kesendirian ini. Setiap kali dia berusaha menenangkan pikirannya, perasaan aneh itu muncul—seperti seseorang yang sedang menunggunya, siap menggantikannya.
Pukul sepuluh malam, Ariana sudah siap untuk tidur. Namun, saat matanya terpejam, semuanya berubah. Di luar kesadarannya, tubuhnya bangkit dari tempat tidur. Sesuatu—atau lebih tepatnya seseorang—menguasai dirinya. Tanpa sepengetahuannya, tubuhnya berubah. Pakaian yang dikenakannya tadi malam sudah tidak ada lagi. Yang ada sekarang adalah pakaian gelap yang lebih tegas dan penuh dengan tujuan yang tak bisa dijelaskan.
Ariana, atau lebih tepatnya Diona, bergerak cepat, langkah-langkahnya penuh keyakinan. Tidak ada rasa takut di dalam dirinya, hanya sebuah tujuan yang harus dicapai. Dengan cekatan, Diona mengambil tas dari meja dan menekan tombol ponsel. Nomor yang dipanggil adalah nomor yang sudah lama tidak pernah dia ingat.
"Sudah siap?" suara dari ponsel itu terdengar serak dan misterius.
"Selalu," jawab Diona dengan tegas, suaranya jauh lebih keras dan percaya diri daripada Ariana.
Diona kemudian bergegas meninggalkan apartemen. Di luar, malam semakin larut, dan kota tampaknya lebih sepi dari biasanya. Dalam kegelapan, Diona menyusuri jalan-jalan yang tidak pernah dilalui Ariana. Tujuannya jelas, meskipun Ariana tidak tahu apa yang sedang terjadi. Diona bergerak melalui tempat-tempat yang diketahui hanya oleh segelintir orang—tempat-tempat gelap di mana bisnis bawah tanah sering kali dilakukan. Misi ini adalah sesuatu yang sudah lama menjadi bagian dari hidupnya, meskipun Ariana tidak pernah mengingatnya.
Di sisi lain, Ariana terbangun tiba-tiba. Matanya terbuka lebar, dan dia merasa seperti terjaga dari sebuah mimpi buruk yang tidak pernah dia ingat. Namun, tubuhnya terasa aneh. Setiap inci tubuhnya terasa kelelahan, seperti telah melakukan perjalanan jauh, meskipun dia yakin baru saja tidur beberapa jam yang lalu.
Mata Ariana beralih ke meja samping tempat tidur. Ponselnya tergeletak di sana, dan ada pesan yang datang entah kapan. Dengan rasa ingin tahu, dia membuka pesan tersebut.
"Diona... Apa yang kamu lakukan malam ini?" pesan itu hanya berisi satu kalimat, yang membuat jantung Ariana berdegup kencang. Nama itu—Diona—muncul lagi, menyiratkan sesuatu yang lebih dalam daripada yang bisa dia pahami.Ariana menatap layar ponselnya dengan kebingungan. Ada banyak hal yang harus dipahami, banyak pertanyaan yang belum terjawab. Siapa yang mengirim pesan ini? Dan apa hubungannya dengan dirinya? Pikiran itu berputar-putar di kepalanya. Tetapi yang lebih mengganggunya adalah perasaan tidak biasa yang terus mengikuti—perasaan bahwa ada bagian dari dirinya yang tersembunyi, jauh di dalam, yang mengendalikan segalanya.
Ketika Ariana bangun dan mencoba untuk mengumpulkan kembali potongan-potongan kenangan yang hilang, dia merasakan kehadiran yang lain dalam dirinya. Keberadaan Diona—kepribadian yang tampaknya lebih kuat dan lebih berani—terus mengganggu pikirannya. Namun, dia merasa semakin terjebak. Bagaimana bisa seseorang mengendalikan tubuhnya tanpa sepengetahuannya? Apa yang terjadi selama malam hari saat dia tidak sadar?
Dengan rasa cemas yang menggelayuti hatinya, Ariana menyadari bahwa kehidupan yang dia anggap normal selama ini tidaklah sesederhana yang dia kira. Kejadian-kejadian aneh ini hanya permulaan dari sesuatu yang jauh lebih besar dan lebih berbahaya. Dan, meskipun dia berusaha mengabaikannya, jawabannya tampaknya semakin dekat.