Sesuai perkiraan Aidan yang memperhitungkan perbedaan waktu dan jarak tempuh antara Jerman dan jepang, ia sampai di bandara Tokyo tepat jam tujuh sore, sehari sejak Dr. Miriam Kessler terbunuh. Udara di kota ini terasa lebih dingin, mungkin karena sedang musim semi, udaranya terasa lebih lembab. Aidan memutuskan untuk menunggu di luar bandara. Katanya, orang yang akan menjemputnya akan segera tiba sebentar lagi. Berhentilah sebuah mobil listrik di depan Aidan. Pintu jendela depannya terbuka, menampilkan seorang gadis muda berusia 28 tahun.
"Dengan Aidan Reeve?" tanyanya sambil menatap Aidan.
Aidan mengangguk. "Itu saya," jawabnya.
"Saya Eloise Nicole, asisten pribadinya nona Saras,"
"Oh, begitu. Asisten anak korban yang langsung menjemputku," celetuk Aidan.
"Masuklah," Aidan mengangguk dan segera masuk ke dalam mobil. Ia dengan percaya dirinya memilih untuk duduk di samping wanita itu, seolah wanita tersebut adalah sopir pribadinya.
"Siapa yang memberikanmu izin untuk duduk di sana? Itu adalah tempat duduk nona Saras," katanya sinis.
"Sarasnya sedang tidak di mobil ini, kan? Yang lebih penting lagi, aku sudah di sini. Kita akan mengusut kasus ini sampai tuntas." Eloise mengalah dan menjalankan mobilnya.
Jujur saja, Aidan masih tak bisa berhenti kagum dengan kemewahan mobil listrik ini. Meskipun ia sudah sering melihatnya di berbagai media, tapi tetap saja, untuk merasakan kemewahan mobil tersebut secara langsung, Aidan masih tak percaya.
Mobil ini adalah salah satu mobil yang diproduksi oleh Kessler Technologies. Aidan kembali berpikir, bagaimana mungkin seseorang yang memiliki perusahaan mobil ini, dengan seluruh kekayaan dan bodyguard yang dia miliki, harus menjadi korban tindak pembunuhan, sungguh janggal menurutnya.
Aidan pun membuka tasnya, mengecek perlengkapan yang ia bawa. Sementara itu, Eloise yang memperhatikannya dari keca depan mobil malah semakin dibuat kesal dengan wajah Aidan yang nampak sangat muda.
"Aku masih tidak percaya persatuan Vinguard Detective mengirim orang yang sangat muda untuk mengusut kasus ini. Apakah mereka kekurangan orang?" Aidan memincingkan matanya, tersinggung.
"Orang-orang kami langsung menghubungi Vanguard Detective karena kami selama ini percaya dengan ribuan kasus kejahatan yang berhasil dituntaskan oleh perusahaan tersebut. Kami juga berpikir bahwa di perusahaan Vanguard Detective pasti berisi orang-orang yang sangat berpengalaman dengan jam terbang tinggi. Lalu, bagaimana bisa ... "
"Jadi, kau meragukan pengalaman serta jam terbangku hanya karena aku terlihat masih muda? Sungguh naif, nona," potong Aidan sambil tersenyum culas.
"Apa kau tidak tahu alasan kenapa pak Liam Caldwell mengirimku untuk memenuhi panggilan kalian dalam mengusut kasus ini?" tanya Aidan.
Eloise menaikkan alisnya. "Apa?"
"Karena aku lebih baik dari yang lain." jawab Aidan lugas.
"Oh, ya? Kita buktikan perkataanmu di lapangan." Aidan tersenyum percaya diri. Sementara Eloise menaikkan kecepatan mobilnya, menembus megahnya gedung-gedung kota tokyo yang sangat bersinar di malam hari.
###
TKP masih sangat ramai dengan para jurnalis dan pihak polisi dengan segala keperluan mereka. Tak terkecuali haruto yang sangat sedari tadi malam belum menyenderkan tubuhnya sama sekali. Haruto adalah seorang kepala kepolisian dari biro investigasi divisi khusus yang menghimpun unit detektif di dalamnya. Haruto beserta beberapa bawahannya turun langsung ke TKP untuk menginvestigasi kasus ini dengan serius. Namun, haruto sendiri merasa ada sebuah kengerian di balik insiden ini. Kota tokyo adalah kota dengan jumlah unit pomolisian masyarakat terbanyak--unit polisi yang bertugas untuk mencegah tindak kejahatan. Ditambah, dengan banyaknya bodyguard yang dimiliki oleh korban, kejadian seperti pembunuhan ini seharusnya mustahil terjadi. Yang lebih anehnya, Haruto merasa bahwa setiap detail dalam kasus ini ditutupi dengan sempurna. Dan, petunjuk-petunjuk kecil yang ia dapat ini memang sengaja dibiarkan oleh pelaku untuk mengecoh dia dan unitnya.
"Lapor, kepala biro! Kami mendapatkan bukti rekaman pelaku dari kamera yang terpasang di koridor penghubung antara gedung departemen penelitian dengan gedung departemen teknisi dan pengembangan,"
"Bagus, minta bagian humas di perusahaan ini untuk menyalin rekaman tersebut. Kita harus memiliki bukti rekamannya untuk kemudian kita analisis sebagai petunjuk." Bawahannya yang melapor itu segera pergi untuk menjalankan tugasnya.
"Lapor, kepala biro! Ini adalah daftar tamu yang kau minta dari resepsionis di gedung utama."
"Bagus." Haruto mengambil daftar tamu tersebut yang ternyata isinya sampai lima lembar kertas.
"Kau bisa berkoordinasi dengan divisi pencatatan kita untuk melaporkan bukti sampel apa saja yang sudah kita dapatkan." polisi yang melapor itu mengangguk dan segera pergi.
"Lapor, kepala biro! Seorang detektif dari perusahaan Vaguard Detective telah dijemput dari bandara dan akan segera sampai ke lokasi kita."
"Oh? Mengapa laporan ini harus kau sampaikan?" tanya Haruto.
"Karena perusahaan korban yang meminta kita bekerja sama dengan orang dari perusahaan tersebut." Haruto mengangguk.
"Baiklah, kau bisa kembali lagi pada pekerjaanmu."
Haruto memang sering mendengar bahwa Vanguard Detective adalah sebuah perusahaan yang telah menyelesaikan banyak sekali kasus kejahatan secara global. Biasanya, harga yang diminta oleh perusahaan tersebut untuk mengerjakan sebuah kasus sangatlah mahal. Tapi, harga yang mereka minta salalu sebanding dengan hasil yang mereka kerjakan. Tak heran bahwa kasus yang mereka tangani hanyalah kasus besar dengan orang besar pula yang berani membayar mahal mereka. Haruto merasa bahwa perusahaan tersebut bisa membantunya dalam menangani kasus ini. Namun tetap saja, bagi Haruto ini adalah sebuah penghinaan karena ia merasa tidak dapat diandalkan sebagai divisi investigasi khusus. Padahal, ia pun selalu berusaha memberikan hasil yang maksimal di setiap kasus yang ia hadapi.
Sebuah mobil listrik berhenti tepat di hadapan Haruto saat ia tengah membaca daftar tamu yang ia pegang. Haruto segera mendongak ketika merasakan sosok yang lebih tinggi berdiri di hadapannya.
"Loise sudah menceritakan bahwa kamu adalah kepala biro divisi khusus yang menangani kasus ini," ucap pria yang berdiri di hadapannya tersebut.
"Perkenalkan, aku adalah Aidan. Seorang detektif dari perusahaan Vanguard Detective yang memiliki tugas sama sepertimu. Kelihatannya, kita bisa bekerjasama dengan cukup baik." Haruto melihat senyum meremehkan yang terpampang di wajah pria itu.
"Aku haruto. Dan aku berharap kamu tidak menghambat proses investigasiku," katanya sinis.
"Oh, bukankah Haruto itu nama untuk seorang pria? Kenapa kau memiliki tubuh dan wajah seperti wanita?" tanya Aidan asal celetuk.
"Kau?! Beraninya ... "
"Cukup!" teriak loise yang baru keluar dari mobil.
"Kita di sini untuk mengusut kasus ini sampai menemukan titik terang, buka untuk saling adu gengsi!" Baik Aidan maupun Haruto mengangguk.
"Lalu, apa yang kau pegang itu?" tanya Aidan pada lembaran kertas yang tengah dipeluk Haruto.
"Ini adalah daftar tamu yang hadir dalam peluncuran mobil listrik terbaru yang dimiliki perusahaan Kessler Technologies," jawabnya.
"Dari gedung mana?"
"Dari gedung utama."
"Siapa para tamu itu?"
"Pekerja dari perusahaan yang diundang. Biasanya perusahaan tersebut adalah kolega yang berinvestasi pada perusahaan kami," jelas Loise.
"Lapor!" ucap seorang polisi menyela pembicaraan mereka.
"Saya telah mendapatkan salinan rekaman."
Harito segera mengeluarkan laptop dari tasnya. Ia segera memindahkan file tersebut ke brangkas pekerjaannya.
"Kebetulan, ini adalah rekaman pelaku yang didapat dari kamera yang terpasang di koridor penghubung antara gedung departemen penelitian dengan gedung departemen teknisi." Aidan dan Loise saling menatap dan mengangguk.
"Mari kita lihat sama-sama," ucap Aidan.
Mereka segera melihat video tersebut yang menampilkan lima orang berpakaian militer dan penutup wajah.
"Pukul berapa ini dalam keterangan di kamera pengawas?" tanya Aidan.
"Pukul 7 malam," jawab Haruto.
"Itu berarti, tepat saat peluncuran mobil listrik baru, kan?" Haruto dan Loise mengangguk.
"Kita tidak bisa mendapatkan apa-apa hanya dengan rekaman kamera ini," Haruto dan Loise merasa setuju dengan apa yang Aidan katakan.
Aidan segera mengambil ponsel dan menelpon bosnya.
"Hallo, pak."
"Oh, hallo. Apa kau sudah sampai di TKP?"
"Sudah, aku baru saja sampai di TKP."
"Bagus, apa pendapat dan jawabanmu?"
"Aku belum bisa memastikan."
"Lalu, perihal apa kau menelponku?"
"Aku ingin bapak mengirimkan dia."
"Dia? Hahaha, sudah kuduga kau akan meminta dia untuk menemanimu menangani kasus ini, kalian berdua memang cocok sebagai partner. Baiklah, aku akan mengirimkannya ke Jepang secepatnya." Aidan mengangguk dan segera mematikan sambungan telponnya. Ia langsung menatap ke arah Haruto.
"Baiklah, Haruto. Dan kurasa, daftar tamu yang kau pegang juga tidak bisa membantu," terang Aidan.
"Apa katamu?! Bagaimana mungkin?! Aku memprediksi bahwa para pelaku masuk melalui gedung utama bukan dengan cara yang sembarangan," bela Haruto.
"Jelaskan!" Aidan menantang.
"Dari keterangan yang kudapatkan, semua yang masuk ke gedung ini adalah tamu yang sudah dikonfirmasi kedatangannya. Dengan asumsi bahwa gedung utamalah yang paling dekat dengan ruangan korban, dan dengan adanya bukti rekaman ini, maka prediksiku semakin menguat bahwa pelaku masuk melalui gedung utama."
"Itulah yang aku katakan tidak akan membantu. " Haruto terkejut dan merasa semakin terintimidasi.
"Kalau kau adalah polisi, dan sudah lama menjadi detektif, maka kau pasti akan menerapkan sebuah metode yang sangat amat umum bagi kita. Jika ingin membongkar pelaku kejahatan, maka posisikanlah diri kita sebagai pelaku kejahatan tersebut. Jika pelaku tersebut bodoh, maka kamu harus lebih bodoh, jika pelaku pintar, maka kamu harus lebih pintar." Haruto mendengarkan Aidan dengan seksama.
"Dari yang aku asumsikan, pelaku sangatlah pintar dan pandai memanfaatkan sebuah celah. Karena, bagaimana mungkin kita bisa membunuh seorang Dr. Kessler dengan segala ketenaran dan bodyguardnya, kan? Artinya, pelaku memang sudah tahu konsekuensi ini sejak awal, dan dari cara ia berpikir, aku menemukan sebuah asumsi, bahwa pelaku ingin kita sebagai detektif membongkar sesuatu." Baik Haruto dan Loise sama-sama tertegun dengan penjelasan Aidan.
"Apakah ingin kita membongkar identitas mereka?" tanya Loise.
Aidan menggeleng. "Bukan, mereka ingin kita membongkar sesuatu tentang Dr. Kessler dan perusahaan ini." Aidan menatap tajam ke arah Loise. Loise merasa panik.
"Sebagai asisten dari putri korban, bagaimana, Loise? Apa kau tahu sesuatu?" Aidan menampilkan senyum mengerikannya.
Bulu kuduk Loise merinding. "Ti-tidak. Aku tidak tahu apa-apa." sangkalnya panik.
"Lalu, apa alasanmu tentang daftar tamu ini?" Haruto menyela, Aidan menoleh ke arah Haruto.
"Karena mereka bukan tamu biasa dan memakai seragam militer." Mata Haruto terbelalak.
"Tidak mungkin mereka datang pada waktu yang sama seperti para tamu biasa. Mereka pasti telah datang terlebih dahulu. Dan dengan mengasumsikan bahwa mereka membongkar sesuatu tentang Dr. Kessler, itu semakin menguatkan dugaanku bahwa mereka memang tidak masuk ke gedung utama."
"Lalu?" Haruto penasaran.
"Gedung departemen penelitian." Haruto tertegung dengan alur pikir yang dimiliki Aidan.
"Loise, mintalah daftar tamu dari seluruh gedung yang ada. Juga, berkoodrinasilah dengan divisi IT untuk menghubungi para bos dari perusahaan yang mendatangkan pekerjanya sebagai tamu." Loise mengangguk dan segera pergi.
"Lalu, kita harus apa?" tanya Haruto pada Aidan.
"Tentu saja, kita akan membongkar siapa pelakunya," jawab Aidan sambil memamerkan senyum percaya dirinya.