Chereads / Detektif dan Tuan Putri / Chapter 4 - Melunak

Chapter 4 - Melunak

Haruto mengikuti langkah Aidan yang jalan dengan terburu-buru. Di satu sisi, ia masih penasaran dengan apa yang pria itu pikirkan.

"Kita mau ke mana?" tanya Haruto.

"Sambil menunggu data yang aku minta dari Eloise, aku ingin mengunjungi gedung utama," ungkap Aidan.

"Memangnya ada apa di sana?"

"Siapa tahu aku menemukan sesuatu yang menarik."

Mereka berdua tiba di loby gedung utama. Seperti dugaan, loby utama ini sangatlah megah. Lampu gantung kristal bersinar memantulkan cahayanya ke lantai marmer yang mengkilap. Sementara, bising derap langkah kaki pegawai menggema di seantero ruangan. Haruto mencium aroma ringan bunga lavender. Memberikan kesan kontras dengan sibuknya berbagai teknologi-teknologi canggih yang terpasang.

Aidan segera memutuskan untuk mengunjungi resepsionis--seorang wanita dengan seragam rapih yang tampak sibuk dengan layar monitornya.

"Saya adalah mitra dari perusahaan Vanguard Detective yang ditugaskan untuk membantu penyelidikan kasus ini." Aidan menunjukkan kartu namanya pada resepsionis.

Wanita itu mengambil kartu tersebut, memgamatinya sejenak, lalu mengangguk.

"Ada yang bisa saya bantu, pak Aidan?"

"Bisakah berikan aku denah lengkap gedung utama ini?" pinta Aidan.

"Baiklah." Wanita itu mengambil sebuah map dari laci dan memberikan salinan denah gedung utama kepada Aidan.

"Terima kasih."

Aidan segera mengajak Haruto untuk duduk di kursi tunggu. Melihat-lihat ruangan apa saja yang sekiranya menarik untuk diselidiki.

Haruto mengamati dengan seksama, alisnya terangkat. "Semua ruangan yang tertera dalam denah ini sangat normal," kata Haruto.

"Benar." Aidan mengangguk setuju. "Tapi tujuanku bukan untuk menemukan ruangan mencurigakan," lanjutnya.

"Lalu?"

"Suruh anak buahmu untuk pergi ke ruangan operator kamera pengawas. Minta mereka untuk memperbesar rekaman pelaku yang sempat terlihat di koridor penghubung." Haruto mengangguk dan segera pergi.

Aidan melipat denah tersebut dan memasukkannya ke dalam tas. Ia kembali berdiri di hadapan resepsionis.

"Bisakah kau memberikan arsip daftar tamu dari gedung utama ini dalam satu minggu terakhir?" pinta Aidan.

"Wah, sepertinya itu di luar tugasku." Aidan memincingkan matanya.

"Lalu, siapa yang bertugas menyimpan arsip ini?"

"Bagian arsiparis." Aidan mencium sesuatu yang mencurigakan.

"Ya, mintakanlah kepada mereka. Lalu, aku juga ingin mengecek riwayat catatan telpon yang kamu simpan." Resepsionis itu bergidik.

"Masalahnya, jumlah panggilan telpon yang masuk ke meja resepsionis dalam sehari itu bisa ratusan. Bisakah bapak lebih spesifik lagi ingin meminta pada hari apa dan jam berapa, mungkin?"

"Tidak." Aidan menggeleng. "Aku ingin semua riwayat panggilan yang kamu punya." Resepsionis itu menghembuskan napas berat.

"Mungkin prosesnya akan lama."

"Segera kabari aku." Resepsionis itu mengangguk.

"Aidan!" panggil Haruto dari arah pintu loby, Aidan menoleh. Haruto berjalan mendekat bersama seorang pria tua yang tampak gagah.

"Bagaimana?" Haruto memandang Aidan dan resepsionis dengan wajahnya tertekan secara bergantian.

"Aku sudah mengatur langkah selanjutnya. Lalu?" Aidan menatap sosok gagah tersebut.

"Perkenalkan, beliau adalah jendral polisi kami--Yamamoto Kenshin. Beliau kemari untuk mengecek pekerjaanku." jelas Haruto.

"Wah, jarang sekali jendral polisi memperhatikan bawahannya sampai terjun langsung ke lapangan." Aidan menampilkan senyum sinis.

"Kasus ini adalah kasus besar. Aku sedikit khawatir dengan keselamatan bawahanku dalam proses mengungkap kasus ini. Tapi, syukurlah ada orang-orang dari Vanguard Detective yang ikut menyelidiki kasus. Semoga kau bisa bekerja sama baik dengan Haruto." ucap Kenshin.

"Pastinya," jawab Aidan.

"Kalau begitu, Haruto. Jalani tugasmu dengan benar dan hati-hati." ucapnya sambil berjalan meninggalkan Haruto dan Aidan.

Haruto masih tetap menatap kepergian atasannya tersebut. Aidan yang nampaknya cukup paham dengan situasi ini segera menggenggam tangan haruto dan membawanya ke koridor loby.

"A-ada apa?!" tanyanya kaget.

"Dengarkan aku!" Aidan mendekatkan wajahnya.

"Aku ke sini hanya untuk mengusut dan menyelidiki kasus ini atas uang yang dibayarkan kepada perushaan tempatku bekerja, aku tidak memiliki kepentingan apa-apa lagi. Jadi, jika kasus ini terselesaikan, maka murni yang menyelesaikan adalah namamu. Aku tidak akan mengambil bagian itu darimu. Anggaplah aku hanya seseorang yang kebetulan membantumu dalam menangani kasus ini," terang Aidan sambil memasang wajah serius.

"Ba-baiklah." Haruto gugup. "Kalau gitu menjauh!" ucap Haruto sambil mendorong tubuh Aidan yang sangat dekat dengannya. Hampir tidak ada jarak. Ia segera berbalik badan untuk menyembunyikan wajah malunya.

Haruto menghembuskan napas lega. Sejujurnya, ia tidak suka dengan Aidan karena takut nama atas penyelesaian kasus ini direnggut dari dirinya oleh Aidan. Apalagi, melihat kecerdasan dan ketenangan Aidan dalam menangani kasus, ia terlihat bisa menyelesaikan kasus ini hingga tuntas. Tapi, syukurlah. Ternyata Aidan tidak seburuk yang ia duga.

Haruto berbalik badan ke arah Aidan. "Kamu akan tinggal di mana?" tanyanya.

"Untuk beristirahat, aku mungkin bisa memilih hotel di dekat sini. Apa kamu punya rekomendasi?"

Haruto tersenyum. "Bagaimana kalau kamu tinggal dan beristirahat di tempatku? Tempatku tidak jauh dari sini, dan juga itu bisa menghemat pengeluaran operasionalmu, kan? Hotel di Tokyo terbilang sangat mahal, sayang sekali jika hanya dipakai untuk beberapa jam saja."

Aidan mengangguk setuju. "Ide bagus, baiklah. Aku akan beristirahat setelah aku melakukan autopsi pada mayat Dr. Kessler."

 ###

Baru saja Dr. Evelyn sampai beberapa jam yang lalu, ia sudah merasa gugup begitu memasuki ruang mayat. Bau bahan kimia seperti formalin menyeruak begitu ia membuka pintu ruang mayat. Samar-samar ia mencium bau amis darah yang terlihat masih mengalir dari leher Dr. Kessler. Kesunyian ruang mayat ini begitu membuat Evelyn mati kutu. Meskipun ia sudah lama berkutat di bidang ini, tapi untuk menangani seorang Dr. Kessler dengan luka mengerikan sangatlah baru bagi Evelyn. Ia tidak bisa membayangkan hal gelap seperti apa yang ada di balik ini semua.

Evelyn menguatkan dirinya. Bagaimanapun, proses autopsi harus segera dilaksanakan secepat mungkin. Ia segera mengenakan sarung tangan lateks dan masker medis. Dengan penuh kehati-hatian, ia mengamati sekujur tubuh Dr. Kessler. Tidak ada tanda-tanda ia pernah disiksa sebelum dibunuh. Ia segera mencatat data tersebut. Keringat dingin berpeluh di dahinya.

Pintu di belakangnya berdenting. Membuyarkan keterangannya. Seorang perawat masuk, wajahnya terlihat muram.

"Dokter," katanya pelan seolah takut suaranya memecahkan keheningan yang angker ini.

"Resepsionis dari gedung utama memberitahuku bahwa seorang detektif dan kepala biro investigasi khusus akan mengikuti autopsi ini," terangnya.

Evelyn menghentikan aktifitasnya sejenak. "Oh, ya? Siapa mereka?"

"Mereka adalah Haruto sebagai kepala biro dan Aidan sebagai Detektif yang diutus dari persatuan Vanguard Detective."

Evelyn terbelalak, "A-aidan? Aidan Reeve?" Perawat itu mengangguk.

Tidak menyangka, ia akan bertemu dengan Aidan secepat ini. Baru saja Evelyn mendengar nama tersebut dari Vera ketika berangkat ke kota ini.

"Sebenarnya, sehebat apa orang itu?" gumam Evelyn cemas. Tubuhnya yang sedari tadi kaku karena tegang malah gemetar.

"Bisa saja Vera hanya melebih-lebihkan orang tersebut." Evelyn menenangkan dirinya.

"Kita lihat saja."