Chapter 1 :
The Merchant's Offer
******
PADA zaman dahulu kala, Haewa merupakan sebuah pulau super besar yang semua daerahnya merupakan satu kesatuan. Akibat tidak adanya sistem pemerintahan yang berkuasa, akhirnya seluruh manusia yang hidup di pulau tersebut memutuskan untuk membuat sebuah kerajaan dan memilih seorang raja melalui garis keturunan darah leluhur mereka yang melegenda. Kerajaan itu pun akhirnya diberi nama Kerajaan Haewa.
Namun, seiring dengan berjalannya waktu, terjadi banyak konflik di dalam negara: perang saudara, pengkhianatan dari para petinggi, kemarau yang berkepanjangan, raja palsu yang menyalahgunakan kekuasaan serta kekuatannya, perebutan kekuasaan, hingga munculnya doktrin bahwa manusia yang bisa 'memimpin' pada saat itu bukanlah manusia dengan darah leluhur saja.
Hingga pada akhirnya, sebuah pemberontakan besar-besaran pun terjadi. Kelaparan, kemiskinan, kehancuran lahan dan tempat tinggal, wabah penyakit, kebakaran hutan, tingginya tingkat kriminalitas, dan lain-lain. Semua krisis itu terjadi di Haewa; Haewa terasa bagaikan neraka, terutama bagi rakyat-rakyat biasa yang bukan merupakan keturunan bangsawan ataupun keluarga kaya. Pada akhirnya, hasil dari peperangan yang berlangsung selama empat puluh lima hari tersebut adalah: runtuhnya Kerajaan Haewa.
Haewa kembali hidup seperti sediakala, tanpa sistem pemerintahan, tanpa kerajaan. Butuh waktu yang lama untuk seluruh rakyat memperbaiki kehidupan mereka. Akan tetapi, akibat dari seluruh kekacauan itu, perlahan-lahan masyarakat mulai berhenti membicarakan tentang keturunan darah leluhur. Cerita itu masih diceritakan ke keturunan mereka, tetapi para orangtua selalu menceritakannya seolah-olah itu adalah legenda yang mendekati mitos. Kemajuan zaman pun membuat mereka lama kelamaan benar-benar berhenti memercayai soal keturunan leluhur tersebut, terutama tatkala generasi-generasi terbaru mulai lahir. Para generasi baru ini jelas saja percaya bahwa cerita tentang leluhur tersebut hanyalah sebuah cerita rakyat turun-temurun yang tak tahu benar atau tidaknya.
Kini, Haewa sudah membangun sistem pemerintahan mereka kembali. Kerajaan kembali dibangun, tetapi sayangnya, kerajaan itu tidaklah mencakup seluruh wilayah Pulau Haewa. Haewa kini terpecah menjadi tiga daerah kerajaan. Tiga daerah yang saling membatasi satu sama lain. Tiga daerah kekuasaan: Hanju, Seiju, dan Byeolju.
Di sebelah timur berdirilah Kerajaan Hanju. Di Kerajaan Hanju terdapat beberapa suku, termasuk suku Heizhou, suku Hondae, dan suku Huaian.
Di sebelah barat berdirilah Kerajaan Seiju. Di Kerajaan Seiju, suku-suku yang terkenal adalah suku Yun, suku Daisen, suku Hong, dan suku Shui.
Sementara itu, di tengah-tengah berdirilah Kerajaan Byeolju. Di Kerajaan Byeolju juga ada beberapa suku yang menonjol, yaitu suku Icheon, Sacheon, dan Gangcheon.
Raja-raja dari ketiga kerajaan tersebut sudah berganti puluhan kali. Ada yang turun takhta karena meninggal dunia, ada yang turun takhta karena sakit berkepanjangan, dan ada juga yang turun takhta karena sebuah sengketa. Seiring berjalannya waktu, karena berbeda-beda suku, bahasa dari ketiga kerajaan itu pun jadi sedikit berbeda.
Di daerah Kerajaan Hanju, tepatnya di dalam pedesaan luas milik suku Hondae, hiduplah seorang perempuan berambut hitam panjang yang bernama Kikyo Hana. Wajah dan namanya memang secantik bunga, tetapi kelakuannya seperti laki-laki. Dia tomboi; dia aktif dan penuh petualangan. Dia sering bermain bersama seorang pemuda seusianya yang bernama Kano—temannya sedari kecil—dan karena Kano adalah seorang laki-laki yang aktif juga, Kikyo pun akhirnya sering ikut bermain dengan teman-teman Kano yang lain.
Namun, meskipun semua laki-laki dan perempuan di Desa Hondae tahu bahwa Kikyo itu tomboi, ada satu hal yang paling menonjol dari diri Kikyo di mata mereka semua, yaitu kenyataan bahwa gadis itu pintar olahraga gulat. Dia adalah salah satu pemain gulat yang top di desa itu; dia sering menang pertandingan gulat yang diadakan di desa itu! Laki-laki di sana jadi tidak pernah meremehkannya, terutama di dalam permainan gulat. Saking kuat dan aktifnya, para lelaki di desa itu seolah sudah menganggap Kikyo ini sebagai salah satu dari mereka. Dia juga hobi bermain jungkat-jungkit kalau sedang bermain bersama perempuan seusianya di desa itu.
Jadi, sore ini, di sebuah tanah yang cukup lapang dan diapit oleh barisan toko-toko makanan di desa itu, tepat di depan toko yang menjual bakpao, tengah diadakan sebuah pertandingan gulat yang rutin diadakan di Desa Hondae setiap dua minggu sekali. Suasananya riuh, banyak orang yang ikut menjadi peserta dan banyak juga orang yang hanya menonton. Ada orang-orang yang menonton sambil makan bakpao, ada bapak-bapak pemilik toko di sekitar sana yang ikut mendekat dan menyoraki para pemain yang sedang bertanding. Orang-orang di sekitar sana hobi menonton olahraga gulat.
Jelas, Kikyo ikut di pertandingan kali ini. Kedua peserta yang sedang bertanding dan saling berusaha untuk menjatuhkan satu sama lain itu tampak dikelilingi oleh para penonton, wasit, dan peserta lainnya. Suara riuhnya tak berhenti sejak tiga jam yang lalu, terhitung sudah beberapa pemain yang telah selesai bertanding. Namun, Kikyo baru datang sekitar satu jam yang lalu. Dia tahu bahwa ada beberapa peserta yang selalu ingin bertanding lebih dulu, jadi Kikyo memilih untuk datang dua jam kemudian.
Kikyo menonton pertandingan itu dari belakang kerumunan. Tidak terlihat dengan jelas, pastinya, tetapi dengan posisi yang agak jauh seperti ini, Kikyo jadi bisa mempersiapkan dirinya. Kikyo juga masih bisa menerka apa yang terjadi pada pertandingan yang ada di dalam sana (di balik kerumunan itu). Sorakan-sorakannya terdengar begitu bersemangat. Ramai. Riuh.
Suasananya lagi seru-serunya.
"Kikyooo!!!" teriak seseorang dari samping kiri Kikyo, suara teriakannya terdengar agak kalah dengan suara sorakan dari penonton gulat, tetapi Kikyo masih bisa mendengarnya dengan jelas. Refleks Kikyo menoleh ke asal suara tersebut dan ia melihat sosok Kano, temannya sejak kecil, tengah berlari menghampirinya seraya melambaikan tangan.
"Kano?" Kikyo menggerakkan tubuhnya agar menghadap sepenuhnya ke arah Kano. Kedua mata Kikyo tampak melebar tatkala memperhatikan Kano yang tengah berlari ke arahnya.
Begitu Kano sudah sampai di depan Kikyo, pemuda itu pun tersenyum semringah kepada Kikyo. Dia tampak begitu bersemangat. "Eh, kau sudah tanding belum??!"
"Belum, nih!!" teriak Kikyo berhubung suasana saat itu berisik sekali. "Rencananya habis ini aku mau maju!!"
"Oh, begitu!" Kano balas berteriak. "Hati-hati! Lawanmu adalah Si Noboru!! Bapak-bapak bertubuh besar itu!!"
Kikyo menganga, matanya melebar. Sebetulnya, baru kali ini dia berhadapan dengan Pak Noboru. "Oh ya??!" Kikyo tiba-tiba jadi bersemangat. "Wah, bakal jadi asyik, nih!!!"
"Dasar gadis gila!!!" teriak Kano. "Tubuhnya itu beratnya lebih dari seratus kilo!! Dia harusnya jadi pegulat sumo!!!"
Kikyo tertawa keras, kepalanya sampai terdongak ke atas. "Kalau nanti aku ditimpa oleh Pak Noboru, kau selamatkan aku, ya!! Aku belum mau jadi manusia gepeng!!"
"Aku, sih, tidak masalah dengan kondisi badanmu yang gepeng, yang jadi masalah itu adalah organ-organ tubuhmu pasti akan berceceran karena tergencet!!" teriak Kano keras sembari cengengesan dan ucapannya itu kontan membuat Kikyo ternganga. Gadis itu sontak memukul bahu Kano kencang-kencang. "Heh, mulutmu itu!!! Kurang ajar!! Kau pasti kebanyakan mendengar cerita seram dari Kak Hao, 'kan?!!"
Dengan laknatnya, Kano malah tertawa terbahak-bahak. Kikyo lantas terkikik geli dan masih memukuli tubuh Kano karena geram, sampai-sampai Kano mengaduh kesakitan dan berteriak 'Ow! Ow!!' beberapa kali seraya mengusap punggungnya sendiri. Namun, dia masih tertawa bersama Kikyo.
Kikyo dan Kano masih asik bercanda satu sama lain tatkala tiba-tiba, Kikyo merasa kalau bahu kanannya ditepuk dengan pelan, beberapa kali. Kikyo yang merasakan tepukan itu pun langsung menoleh ke belakang—ingin tahu siapa orang yang tengah memanggilnya itu—dan Kano yang melihat Kikyo tiba-tiba berbalik pun refleks ikut menoleh ke belakang.
Tatkala Kikyo menoleh ke belakang, kedua mata Kikyo kontan melebar. Di sana ia menemukan Tuan Dae dengan pakaian serba coklatnya serta topi bundarnya, tengah memperhatikan Kikyo dengan tatapan serius.
Tuan Dae adalah seorang pedagang yang sukses. Dia berdagang sayuran, ikan, dan bahan makanan lainnya. Tuan Dae biasa berdagang di Pusat Perniagaan Hyugana, tempat perniagaan terbesar di Kerajaan Hanju yang dekat dengan Pelabuhan Hanam. Sedikit tentang Tuan Dae: hampir semua orang di daerah Kerajaan Hanju mengetahui bahwa Tuan Dae ini adalah salah satu suruhan dari Menteri Perpajakan Kerajaan Hanju. Dia juga adalah seorang rentenir. Lintah darat yang sering membungakan uang.
Namun, setelah menatap Kikyo dengan tatapan serius, tiba-tiba Tuan Dae tersenyum tipis. Laki-laki paruh baya yang rambutnya telah memutih sebagian itu pun mulai membuka suara.
"Kau Kikyo Hana, 'kan? Aku adalah kenalan ibumu. Bisa bicara sebentar?"
******
Kikyo mengikuti Tuan Dae yang berjalan menjauhi hiruk pikuk suara para manusia di pertandingan gulat itu. Tuan Dae terus menjauhi keramaian hingga akhirnya mereka berdua sampai di samping sebuah rumah yang terbuat dari kayu berwarna coklat tua. Suara orang-orang dari pertandingan gulat itu sudah tidak lagi terdengar. Setahu Kikyo, rumah tempat mereka menepi saat ini adalah rumah yang tak berpenghuni.
Tatkala sudah benar-benar berdiri dengan tenang di samping rumah tersebut, Kikyo pun langsung menatap ke arah Tuan Dae dan bertanya, "Ada apa, Tuan?"
Tuan Dae pun kini berdiri menghadap ke arah Kikyo dan dia menatap Kikyo lurus-lurus. Dia kemudian menghela napas dan bertanya, "Apa kau baik-baik saja setelah kematian ibumu?"
Dahi Kikyo berkerut. Ia agak heran dengan pertanyaan itu karena ia belum pernah berbicara dengan Tuan Dae sebelumnya. Akan tetapi, mencoba untuk menenangkan diri, Kikyo pun merunduk sejenak, menghela napas, lalu melihat ke arah Tuan Dae kembali.
Kikyo mengedikkan bahu. "Aku masih berusaha."
Mendengar jawaban dari Kikyo itu, Tuan Dae pun mengangguk mengerti.
"Begini," ujar Tuan Dae. "Sebenarnya, ibumu berutang padaku."
Ah, soal ini.
Bisa dibilang Kikyo sudah menduganya sejak tadi. Sebenarnya, Kikyo tahu bahwa ibunya memiliki utang pada Tuan Dae. Kalau bukan karena itu, lantas karena apa lagi Tuan Dae menemuinya, 'kan?
Dulu, ibunya Kikyo bekerja sebagai seorang wanita penghibur. Ayah Kikyo meninggal dunia saat Kikyo masih berusia enam belas tahun. Selama empat tahun lamanya, ibunyalah yang banting tulang untuk menghidupi Kikyo seorang diri.
Hingga akhirnya, sekitar satu tahun yang lalu, ibunya Kikyo meninggal dunia.
Kikyo tahu bahwa ibunya memiliki utang pada Tuan Dae. Ibu pernah bercerita padanya waktu itu. Dikarenakan suatu urgensi, ibunya harus meminjam uang pada Tuan Dae. Total utangnya adalah 400.000 Hye.
Jadi, karena Kikyo tahu soal eksistensi utang ini, maka Kikyo diam-diam sebetulnya sedang berusaha untuk mengumpulkan uang untuk membayar utang itu. Jam 4 pagi, Kikyo akan pergi ke pasar yang dekat dengan Desa Heizhou untuk menjadi seorang asisten dari penjual buah bernama Ibu Jinyi. Desa Heizhou berada di barat lautnya Istana Hanju.
Kikyo pun merunduk. Matanya terlihat sedikit sendu untuk sejenak, kemudian Kikyo menghela napas.
Tatkala Kikyo menatap ke arah Tuan Dae lagi, Kikyo pun mulai menjawab.
"Uangnya belum cukup, Tuan. Aku sedang mengumpulkannya."
Kikyo sudah siap-siap dengan apa pun yang akan dikatakan oleh Tuan Dae. Kikyo siap menghadapi apa pun reaksi Tuan Dae terhadap jawabannya. Mau bagaimana lagi? Begitulah kenyataannya.
Akan tetapi, alih-alih bereaksi buruk, Tuan Dae justru tersenyum. Pria paruh baya itu seakan bernapas lega, matanya menatap Kikyo seakan ia sedang benar-benar tak sabar ingin memberitahukan sesuatu.
Meski Kikyo merasa heran bukan main—sampai menyatukan alisnya terang-terangan di depan Tuan Dae—Kikyo tetap diam. Dia menunggu Tuan Dae berbicara.
Apa yang dikatakan oleh Tuan Dae sangatlah mengejutkan.
"Aku punya tawaran untukmu," ujar Tuan Dae. "Satu hal saja. Jika kau setuju untuk melakukannya, maka akan kuanggap semua utang ibumu telah lunas."
Kikyo kontan menaikkan alis. Setelah itu, dia lalu menatap Tuan Dae dengan tatapan penuh selidik. Jangan sampai Tuan Dae bermaksud untuk menyuruhnya melakukan hal yang tidak-tidak, misalnya menyuruhnya untuk menjadi gundik atau semacamnya.
Meskipun curiga, Kikyo tetap bertanya, "Tawaran apa, Tuan?"
Tuan Dae tersenyum simpul. "Kau tahu bahwa aku adalah suruhan Menteri Perpajakan, bukan?"
Kikyo mengangguk. "Iya, aku tahu."
Mendengar jawaban Kikyo itu, Tuan Dae juga mengangguk. Saling mengonfirmasi. "Nah, karena aku adalah suruhan Menteri Perpajakan, Bapak Menteri menyuruhku untuk mencari seorang perempuan yang akan ditugaskan untuk menyusup ke Istana Kerajaan Seiju."
Kikyo kontan melebarkan mata. Kerutan di dahinya masih terlihat. Dia masih kurang yakin dengan apa yang dia dengar. "Eh? Kerajaan Seiju?"
Tuan Dae mengangguk, satu kali. "Iya. Kabarnya, raja yang memimpin Seiju saat ini sangatlah kuat. Dia baru bertakhta selama empat tahun, tetapi dia berhasil membuat Seiju menjadi daerah yang sangat makmur. Seiju mengalami kemajuan yang pesat, padahal di sana mereka tidak memiliki begitu banyak lahan pertanian seperti Hanju. Mereka juga tidak memiliki laut; mereka hanya mengandalkan Hutan Cheongdae. Kerajaan Seiju unggul di bagian militernya. Pasukan militernya kuat, persenjataan mereka juga banyak dan lengkap."
Kikyo memiringkan kepalanya, alisnya menyatu. "Jadi?"
"Jadi, Kerajaan Hanju perlu tahu rahasianya. Kerajaan kita perlu tahu apa rahasia dari Raja Seiju, agar kita bisa meruntuhkan kekuasaannya."
Kikyo jelas saja menganga, Matanya melebar penuh. "Ap—"
"Dia, Raja Seiju, dikabarkan akan mampu menjadi…atau mampu membuat sebuah kekaisaran. Kekaisaran yang akan menguasai kerajaan-kerajaan yang ada di Haewa. Jadi, dia berkuasa atas Haewa, sama seperti raja-raja Kerajaan Haewa dahulu kala."
Ah, ini seperti legenda yang diceritakan oleh neneknya Kikyo dulu.
Kikyo menggeleng tak habis pikir, wajah Kikyo sama sekali tidak terlihat santai. Matanya masih melebar. Dahinya berkerut. Mendengar kabar soal Raja Seiju ini jelas sangat mengejutkan baginya yang selama ini tidak begitu peduli soal pemerintahan. Namun, dibandingkan karena kabar itu, Kikyo lebih merasa tak tenang karena memikirkan bahwa kemungkinan besar, Tuan Dae akan menyarankannya untuk menjadi perempuan yang akan menyusup ke Istana Kerajaan Seiju itu.
Gila. Bisa-bisa dia mati kalau ketahuan! Seiju adalah daerah yang memiliki militer terkuat. Kalau dia suatu hari nanti ketahuan sebagai mata-mata di Istana Seiju, tamatlah riwayatnya! Lagi pula, mencari informasi tentang seorang raja tentulah tidak mudah. Orang yang sedang kita bicarakan ini adalah seorang raja! Apalagi, Raja Seiju yang sekarang dikabarkan sangatlah kuat. Mustahil bagi Kikyo untuk memata-matainya, bukan? Kalaupun Kikyo menyusup ke Istana Kerajaan Seiju, kemungkinan dia bertemu dengan Raja Seiju itu tetaplah kecil, kecuali kalau dia adalah dayang yang bekerja di kediaman raja.
Tuan Dae pun menatap Kikyo lurus-lurus. Mimik wajahnya terlihat begitu serius.
"Apakah kau mau menyusup ke Istana Kerajaan Seiju, Kikyo?"
Nah. Pertanyaan ini ternyata benar-benar keluar dari mulut Tuan Dae.
Napas Kikyo terasa seolah berhenti sejenak. Rasanya seperti ada yang memukul bagian dada Kikyo hingga Kikyo jadi berhenti bernapas untuk beberapa detik lamanya.
Setelah menemukan napasnya kembali, Kikyo pun menggeleng tak percaya. Wajahnya blank. "Tuan Dae, apakah kau serius? Lagi pula, bagaimana caraku menyusup ke sana?"
Tuan Dae pun menjawab, "Begini. Dua bulan kedepan akan diadakan pemilihan dayang-dayang di Istana Kerajaan Seiju. Kau harus ikut pemilihan itu dan masuk ke Kerajaan Seiju sebagai seorang dayang."
"Dayang?" Kikyo ingin memastikan pendengarannya. "Tapi aku tidak terlatih sebagai seorang dayang. Dayang istana harus memiliki keterampilan yang luar biasa. Mereka harus mengetahui banyak hal agar bisa diterima. Aku bahkan tidak bisa baca tulis!"
Tuan Dae tersenyum. "Jangan khawatir. Bapak Menteri sudah menduga hal ini. Dia memiliki seorang kenalan. Seorang tutor. Tutor itulah yang akan mengajarkanmu tentang sejarah Seiju, mengajarkanmu menjahit, menyulam, baca tulis, kosakata Seiju, membaca buku klasik, dan tata krama."
Kikyo tertegun.
Ini…seriusan? Semuanya sudah disiapkan.
"Perihal tesnya itu…" lanjut Tuan Dae. "kira-kira begini. Peringkat seorang dayang akan ditentukan dari seberapa tinggi hasil tesnya. Semakin tinggi hasil tesnya, maka peringkatnya akan semakin tinggi. Jika peringkatnya tinggi, maka dayang tersebut akan ditempatkan di kediaman raja, ratu, ibu suri, putri, pangeran, atau anggota-anggota kerajaan lainnya yang ada di istana tersebut."
Kikyo masih mendengarkan penjelasan Tuan Dae.
"Dayang-dayang yang menunggu di kediaman keluarga kerajaan itu…hampir mirip seperti di Kerajaan Eropa. Kau tahu ladies in waiting?"
Kikyo mengangguk perlahan.
Tuan Dae juga ikut mengangguk. "Hm. Kira-kira seperti itu. Akan tetapi, ladies in waiting yang melayani keluarga inti kerajaan itu diambil dari anak-anak bangsawan. Maka dari itu, Bapak Menteri bilang, incar saja posisi dayang yang bersih-bersih di kediaman keluarga kerajaan yang bukan keluarga inti. Begitu saja tidak apa-apa. Biasanya skor dayang yang bersih-bersih itu lebih rendah daripada dayang yang menjadi ladies in waiting-nya. Jadi, kau tidak terlalu berat saat tesnya nanti, soalnya kau hanya punya waktu untuk belajar selama dua bulan. Kalau kau setuju, maka percantik dirimu juga, ya. Kau sudah cantik, tetapi kau tidak berdandan sama sekali. Untuk menjadi dayang yang disukai, kau harus berparas cantik."
Hah? Apa-apaan?
Meski telah diiming-imingi dengan banyak kemudahan seperti itu, Kikyo pada akhirnya tetap menggeleng. Dia mengerutkan dahinya sepanjang waktu; banyak sekali hal yang mampir di kepalanya. Seakan memperingatinya, memberinya gambaran, dan memaksanya untuk berhati-hati. Banyak hal yang harus dia pikirkan di sini, terutama keselamatannya sendiri.
Akhirnya, setelah beberapa detik terdiam, Kikyo pun mulai bersuara. "Tuan Dae. Aku bisa mati kalau ketahuan oleh orang-orang Seiju. Aku ingin melunasi utang Ibu, tetapi kalau begini caranya, aku juga akan ikut-ikutan meninggal."
Tuan Dae terkekeh, kepalanya tertunduk sejenak tatkala melakukan itu. Setelahnya, Tuan Dae menatap ke arah Kikyo lagi. Kali ini dengan ekspresi wajah yang terlihat lebih santai. "Selagi kau tidak menunjukkan gerak-gerik yang aneh; selagi kau tutup mulut, maka kau akan aman. Bapak Menteri berpesan padaku untuk menyampaikan hal ini kepadamu: kau tidak akan disuruh banyak hal, kau tidak disuruh ini itu, melainkan hanya memberikan informasi kepada kami, pihak Kerajaan Hanju. Berikan informasi apa pun yang kau dapat kepada kami saat kau pulang ke sini setiap tahunnya atau beberapa bulan sekali. Kerajaan Hanju akan melindungimu."
Kedua mata Kikyo semakin melebar. Dia benar-benar sudah dipilih untuk menyusup ke Kerajaan Seiju. Apakah Tuan Dae yang merekomendasikannya kepada Menteri Perpajakan karena ibunya Kikyo punya utang padanya?
Namun, mendengar pesan dari Menteri Perpajakan, Kikyo pun jadi berpikir. Sebenarnya, apabila ia berhati-hati, ini adalah tugas yang sangat simpel. Dia tidak disuruh banyak hal. Informasi yang didapat pun boleh diberitahu satu tahun sekali atau beberapa bulan sekali ketika pulang ke Hanju.
Bagaimana ini? Dia mulai goyah. Tawaran ini semakin lama semakin terdengar simpel. Kehidupan Kikyo juga akan terjamin jika ia tinggal di Istana Seiju. Dia bisa makan tiga kali sehari. Gajinya juga pasti besar.
Kalau ia memilih untuk tetap melunasi utang ibunya dengan mencari uang, butuh dua tahun penuh baginya untuk benar-benar bisa mengumpulkan uang sebanyak itu, terutama ia hanya bekerja sebagai asisten penjual buah di pasar. Dia belum mendapat pekerjaan tetap. Selama ini Ibu selalu melarangnya untuk bekerja, Ibu selalu berencana untuk menikahkannya dengan laki-laki yang mapan agar ia tak perlu banting tulang seperti Ibu. Jika dia masih bekerja sebagai asisten penjual buah, uang untuk membayar utang itu memang akan terkumpul selama dua tahun lamanya, tetapi itu dengan catatan bahwa ia hanya bisa makan satu kali sehari. Hidupnya akan sangat sulit. Pertandingan-pertandingan gulat tidaklah memiliki hadiah yang banyak, terutama itu dilaksanakan dua minggu sekali. Itu hanya bisa dijadikan sebagai hobi.
Tawaran ini…terdengar…
Bagus.
Akan tetapi, tetap saja. Kikyo harus memastikan sumber kegelisahannya ini sekali lagi.
Menatap Tuan Dae dengan bersungguh-sungguh, Kikyo pun mengepalkan kedua tangannya yang ada di kedua sisi tubuhnya.
Gadis itu pun mulai bersuara. Dia berbicara dengan serius; dia memusatkan segala atensinya kepada Tuan Dae.
"Aku benar-benar akan dijaga, 'kan, Tuan?"
Tuan Dae yang mendengarkan pertanyaan dari Kikyo itu, lantas mengembangkan senyumnya.
"Benar, Kikyo. Kalau kau setuju, besok pagi kau akan dijemput dan langsung pergi ke Istana Kerajaan Hanju, untuk menemui Menteri Perpajakan dan juga Raja Zyran."
Kontan saja mata Kikyo terbelalak.
Dia akan dibawa ke Istana Kerajaan Hanju besok pagi?!
Demi Tuhan, seumur hidupnya, ini akan menjadi pertama kalinya dia masuk ke dalam Istana Kerajaan daerahnya sendiri. Dia pun akan bertemu dengan Menteri Perpajakan…dan Raja Zyran! Raja dari kerajaan mereka.
Jantung Kikyo berdegup kencang. Siapa sangka jalan hidupnya akan menjadi seperti ini? Siapa sangka hidupnya malah berjalan ke arah yang tidak disangka-sangka seperti ini? Tergantung apa jawabannya kelak, hidupnya mungkin akan berubah 180 derajat.
"Bagaimana, Kikyo?" tanya Tuan Dae setelah mereka diam selama beberapa detik. "Apa kau setuju?"
Kikyo pun merundukkan kepalanya sejenak. Dia menatap ke tanah selama beberapa detik, lalu tatapan matanya beralih pada kedua kakinya yang sedang terbalut sepatu. Pandangan matanya lama-lama jadi agak berbayang karena tidak fokus. Ia sedang tidak fokus melihat, melainkan fokus dalam meninjau segala hal yang mampir ke kepalanya.
Setelah itu, Kikyo pun semakin mengepalkan kedua tangannya.
Pada akhirnya, enam detik kemudian, Kikyo pun mengangkat kepalanya kembali secara perlahan. Gadis itu menatap Tuan Dae dengan tatapan mata yang kini sudah terlihat yakin. Ada sebuah kilatan tekad di iris mata jernih gadis itu yang berwarna hitam kecoklatan.
"Baiklah, Tuan. Aku akan melakukannya." []