Chereads / Princess Yuken / Chapter 2 - Tutor Period

Chapter 2 - Tutor Period

Chapter 2 :

Tutor Period

 

******

 

INI adalah pertama kalinya Kikyo naik kereta kuda.

Jujur, kalau naik kuda, sih, Kikyo sudah pernah beberapa kali. Namun, naik kereta kuda? Jelas belum pernah. Seluruh kereta kuda di Haewa biasanya hanya digunakan oleh kaum elit. Kaum bangsawan.

Hari ini, Kikyo jadi mencicipi bagaimana rasanya naik kereta kuda. Ini semua diawali dengan kesepakatan yang ia buat dengan Tuan Dae. Kikyo menerima tawaran dari pria paruh baya itu sehingga hari ini, pagi-pagi sekali, ada sebuah kereta kuda kiriman dari Menteri Perpajakan yang datang ke rumahnya untuk menjemputnya pergi ke Istana Hanju. Dia diperintahkan untuk menghadap Raja Zyran (raja di Kerajaan Hanju) karena ia telah menyetujui tawaran itu.

Bagaimana, ya, rupa Raja Zyran?

Kikyo hanya pernah mendengar bahwa raja itu berambut panjang dan warna rambutnya adalah hitam kecoklatan. Matanya berwarna biru dan ia berperawakan tinggi besar. Fisiknya terlihat kuat, kata orang-orang. Namun, entah bagaimana rupa aslinya.

Kikyo menoleh ke samping kirinya, melihat ke luar melalui jendela kereta kuda yang tidak tertutup. Meski Sang Kusir sudah menyarankan padanya untuk menutup jendela tersebut, ia memilih untuk tetap membukanya supaya tidak gerah.

Perjalanan dari Desa Hondae ke Istana Hanju melewati jalanan yang cukup berpasir. Di samping kanan jalanan tersebut terdapat sawah-sawah milik rakyat, lalu jika kau menghadap ke depan sana, kau akan bisa melihat Pegunungan Huaibei dari kejauhan. Karena Kikyo membuka jendela kereta kuda itu, angin sepoi-sepoi dari sawah dan pegunungan tersebut berembus menerpa wajah Kikyo. Rasanya begitu menyejukkan; Kikyo tersenyum seraya menutup matanya tatkala menikmati angin itu.

Kikyo tersenyum, meskipun ia tak tahu nasibnya akan bagaimana setelah ini.

Tak lama kemudian, kereta kuda yang dinaiki oleh Kikyo itu pun sampai di depan tembok besar Istana Hanju. Kikyo awalnya duduk bersandar, ia baru menyadari bahwa mereka sudah sampai tatkala kusir kereta kuda itu mulai berteriak memberitahukan kedatangan mereka dan atas perintah siapa mereka datang. Sang Kusir itu juga menunjukkan sebuah kalung berisi identitasnya. Karena teriakan kusir itulah, Kikyo langsung mengintip dari jendela dan rupanya mereka sudah sampai di depan istana. Tembok istana itu ternyata sangatlah tinggi. Itu adalah tembok batu yang sangat kuat. Para penjaga gerbang istana akhirnya mengangguk—gerakannya begitu tegas—lalu mereka membukakan gerbang istana itu. Mereka mempersilakan kereta kuda itu masuk.

Kereta kuda itu pun mulai bergerak kembali. Berjalan masuk ke dalam istana dan begitu masuk ke dalam area istana kerajaan itu, Kikyo sontak merasa takjub.

Seperti yang dikatakan oleh orang-orang, Istana Hanju memang didominasi oleh warna biru muda. Istananya sangat luas, terdiri dari banyak sekali susunan bangunan. Ada bangunan yang tersambung dan juga ada bangunan yang terpisah. Seluruh bangunan itu berada dalam satu lingkup daerah yang sangat luas. Ketika kereta kuda yang Kikyo naiki saat ini lewat di bagian depan istana tersebut, Kikyo melihat sebuah kolam teratai yang sangat terawat. Ada juga sebuah taman yang ditanami pohon-pohon dan bunga-bunga eksotis. Sepertinya itu dibuat di sana untuk dinikmati oleh raja dan para menterinya.

Istana ini sangatlah mewah. Areanya sangat luas. Mungkin saja yang tinggal di istana ini mencapai ribuan orang, termasuk dayang-dayang, prajurit-prajurit, dan wanita-wanita istana. Ini benar-benar mencerminkan betapa kayanya Hanju. Sejauh yang Kikyo tahu, di antara tiga kerajaan, yaitu Hanju, Byeolju, dan Seiju, Kerajaan Hanju-lah yang memiliki sumber daya alam terbanyak. Hanju memiliki laut, pegunungan, persawahan, serta peternakan yang bagus. Mereka juga memiliki beberapa pasar serta satu pusat perniagaan. Daerah mereka subur dan ekonomi mereka tertata dengan baik.

Dengan kerajaan mereka yang begini, jelas saja Raja Zyran penasaran dengan Kerajaan Seiju yang tiba-tiba menjadi sangat kuat. Jelas saja semua anggota istana jadi penasaran dengan siapa Raja Seiju itu sebenarnya dan apa kekuatannya di balik layar.

Begitu kereta kuda itu sampai di depan sebuah bangunan istana, kereta kuda itu pun berhenti. Kikyo yang mengintip dari jendela itu pun bisa melihat bahwa di depan sana—di depan kereta kuda yang sedang ia naiki—ada Tuan Dae dan satu orang lagi…yang tengah berdiri menyambutnya,

Tidak lama kemudian, pintu kereta kuda yang Kikyo naiki itu pun terbuka. Kikyo melihat kalau ternyata kusir kereta kuda itulah yang membukakan pintu untuk Kikyo; kusir itu tersenyum seraya mengulurkan tangannya untuk membantu Kikyo turun.

Kikyo menganga. Kok jadi berasa seperti putri dari seorang bangsawan, ya? Kikyo ini hanya perempuan desa biasa. Lagi pula, agak aneh kalau turun dengan dibantu seperti itu—bak putri—sementara dress ungu yang Kikyo pakai saat ini terbilang sangat sederhana kalau untuk ukuran gadis-gadis bangsawan. Dia malah kelihatan seperti pelayan. Akan tetapi, sebenarnya ini adalah pakaian terbagus yang Kikyo punya. Tadi Kikyo juga tak bisa menata rambutnya sendiri, untung saja tetangganya—Bu Eriya—mau membantunya. Tahulah, Kikyo bukanlah perempuan feminin yang sering memakai dress dan berdandan. Dia itu merupakan salah satu pegulat di desanya! Akan tetapi, syukurnya dia masih sadar diri. Setidaknya dia tahu bahwa dia harus berpenampilan rapi ketika masuk ke istana kerajaan. Untung saja kusir kereta kuda itu tadi mau menunggunya bersiap-siap.

Meneguk ludahnya seraya mengernyitkan dahi, Kikyo pun akhirnya menyambut uluran tangan kusir itu. Gadis itu lantas turun dari kereta kuda dan udara dari luar langsung menyambutnya. Helaian rambutnya jadi sedikit beterbangan akibat terkena angin sepoi-sepoi dari luar.

Setelah pegangan tangannya dari kusir itu terlepas, Kikyo pun menatap ke depan, ke arah dua orang pria paruh baya yang sedang menunggunya di depan sana.

Paham apa yang harus dia lakukan, Kikyo lantas merunduk hormat kepada mereka berdua. Kedua pria paruh baya itu lantas mengangguk singkat, lalu Kikyo pun mendekati mereka berdua.

Begitu Kikyo sudah berdiri di hadapan mereka, Tuan Dae langsung maju mendekati Kikyo dan berdiri di samping Kikyo. Tuan Dae menyentuh sedikit punggung Kikyo, lalu pria itu menghadap ke depan sehingga ia dan Kikyo kini berdiri berdampingan dan sama-sama menghadap ke depan. Tuan Dae langsung mengajak Kikyo untuk merunduk hormat pada pria yang satu lagi. Kikyo pun menurut.

Setelah menegapkan tubuh mereka kembali, Tuan Dae pun langsung tersenyum dan mulai memperkenalkan Kikyo kepada pria paruh baya yang ada di depan mereka. "Tuan Yunho, ini adalah gadis yang kurekomendasikan untuk pergi ke Kerajaan Seiju." Tuan Dae menatap ke arah Kikyo lalu melanjutkan, "Ayo perkenalkan dirimu."

Kikyo meneguk ludahnya, lalu mengangguk. Kikyo lantas kembali merunduk hormat pada Tuan Yunho dan berkata, "Salam hormat untukmu, Tuan. Namaku Kikyo Hana. Senang bertemu denganmu, Tuan."

Tatkala Kikyo mengangkat kepalanya kembali, ia melihat Tuan Yunho mengangguk dan tersenyum kepadanya. Tuan Yunho pun berkata, "Hm. Terima kasih karena telah menyetujui tawaranku, Kikyo. Namaku Yunho Rui, aku menteri perpajakan di sini."

Mata Kikyo sedikit melebar—ia memang terkejut, tetapi tidak begitu parah karena sebenarnya sejak tadi ia sudah ada feeling bahwa pria itu adalah menteri perpajakan. Penampilannya seperti bangsawan. Seragamnya juga terlihat seperti seragam menteri yang sering dibicarakan oleh orang-orang, tetapi tadi Kikyo kurang yakin karena dia belum pernah melihat seragam menteri di Kerajaan Hanju secara langsung. Hanya mendengar dari orang-orang saja—lalu Kikyo pun mengangguk mengerti. "Y—ya, Tuan. Sebuah kehormatan bagiku, Tuan Yunho."

Tuan Yunho kembali mengangguk. "Baiklah, ayo kita masuk ke aula pertemuan. Raja dan para menteri yang lain sudah menunggu di sana."

Tuan Dae mengangguk dan merunduk hormat, sementara Kikyo, gadis itu kontan membelalakkan mata dan menganga. Aula pertemuan? Bukannya itu ruangan meeting raja dan para menterinya?! Selain itu, raja dan para menteri sudah menunggu di sana?!!

Astaga, mampuslah Kikyo. Dia yang seperti orang jembel ini mau masuk ke aula itu?!

Sial, bagaimana ini?!!

Kikyo pun menghela napas berat. Alisnya menyatu, ia jadi gelisah. Dilihatnya Tuan Yunho sudah berbalik badan dan mulai berjalan menuju ke gedung yang tadi ia belakangi. Ternyata gedung itu adalah aula pertemuan kerajaan.

Tuan Dae tiba-tiba menepuk punggung Kikyo pelan. "Jaga saja sikapmu. Kau akan baik-baik saja."

"Tuan, apa para menteri itu memang sudah tahu kalau aku akan datang?" tanya Kikyo, ia mulai berjalan bersama dengan Tuan Dae menuju ke gedung aula pertemuan itu. Matanya menatap Tuan Dae dengan penuh rasa keingintahuan. Alisnya masih menyatu.

Tuan Dae hanya menatap ke depan. "Mereka hanya tahu bahwa 'gadis yang setuju untuk menyusup ke Kerajaan Seiju' akan datang hari ini, tetapi mereka tidak tahu soal siapa gadis tersebut. Mereka baru akan melihatmu ketika kau masuk ke aula nanti."

"Ah…begitu," ujar Kikyo seraya mengangguk dengan ekspresi bodohnya. Mulutnya terbuka sedikit, tetapi matanya terbuka lebar.

Tuan Dae menoleh ke arah Kikyo, lalu menatap Kikyo dengan tatapan serius. Pria itu terlihat seolah tengah memperingati Kikyo. "Nanti kalau ada menteri yang memberikan komentar buruk tentangmu, jangan terlalu dihiraukan. Diam saja. Mereka bersikap seperti itu untuk melindungi kerajaan."

Kikyo mengangguk. Dia tahu bahwa hal itu mungkin saja terjadi mengingat dia yang berasal dari keluarga yang tidak lengkap. Ibu Kikyo hanya merupakan seorang wanita penghibur (tetapi bukan pelacur) dan penampilan Kikyo juga biasa-biasa saja seperti ini. Kikyo memiliki pikiran yang logis, dia juga bukan tipe perempuan yang sensitif. Biasanya hinaan-hinaan dari orang lain hanya akan lewat begitu saja di otaknya, tidak begitu ia gubris. Masuk ke kuping kanan dan keluar dari kuping kiri. Dia orang yang cukup simpel; dia tidak berbelit-belit.

Kikyo pun menatap ke depan hingga akhirnya mereka berdua berdiri tepat di belakang Tuan Yunho. Tuan Yunho sudah berdiri di depan pintu besar berdaun dua aula pertemuan itu dan aula itu dijaga oleh dua orang penjaga.

"Yang Mulia," ujar Tuan Dae—memanggil Yang Mulia Raja yang ada di dalam sana—dan suaranya terdengar kuat. "Aku, Yunho Rui, meminta izin untuk masuk ke dalam aula, Yang Mulia."

Setelah itu, terdengar sebuah suara dari dalam. Suara yang tegas dan maskulin.

"Masuklah."

Tuan Yunho lantas mengangguk; kedua penjaga pintu itu dengan sigap langsung membukakan pintu untuk Tuan Yunho. Para penjaga itu merunduk hormat kepada Tuan Yunho ketika Tuan Yunho mengucapkan terima kasih.

Akhirnya, Tuan Yunho pun berjalan masuk ke dalam aula pertemuan. Kikyo dan Tuan Dae hanya mengikutinya dari belakang dan begitu masuk ke dalam aula, Kikyo langsung terpesona.

Aula itu terlihat sangat luas. Megah. Warnanya didominasi dengan warna kebanggaan Hanju, yaitu biru muda. Ada beberapa lampu kristal yang tergantung di atas ruangan, lalu di tengah-tengah ruangan itu terdapat sebuah karpet lebar berwarna merah yang memanjang dari pintu masuk hingga ke depan takhta raja. Di kedua sisi karpet merah tersebut berdirilah para pria yang memakai pakaian yang sama dengan Tuan Yunho. Ini menunjukkan bahwa mereka semua adalah menteri-menteri kerajaan. Semua menteri kerajaan berdiri di sana; mereka semua memang sedang melakukan pertemuan di aula itu! Namun, sayangnya, sebelum Kikyo sempat melihat ke depan sana, Kikyo mendadak merasa kalau seluruh tatapan mata para menteri itu mulai tertuju ke arahnya sehingga ia pun menundukkan kepala.

Ketika ia melihat kedua kaki Tuan Yunho mulai berhenti melangkah, ia dan Tuan Dae pun ikut berhenti melangkah. Tuan Yunho langsung membungkuk hormat dan otomatis Kikyo beserta Tuan Dae pun mengikuti gerakannya.

"Yang Mulia," sapa Tuan Yunho. "Hari ini aku membawa perempuan yang akan menyusup ke Kerajaan Seiju, Yang Mulia."

Diam selama beberapa detik…hingga kemudian terdengar suara berat seorang pria dari depan sana. Dari arah takhta.

 

"Baiklah. Angkat kepala kalian."

 

Tuan Yunho lantas mengangguk. "Baik, Yang Mulia."

Tuan Dae dan Kikyo pun ikut mengatakan hal yang sama. Mereka lalu berdiri tegap secara bersamaan.

Begitu Kikyo menegapkan tubuhnya dan melihat ke depan, betapa terpukaunya Kikyo ketika melihat takhta yang ada di depan sana. Takhta itu cukup tinggi dan berukuran besar. Kikyo sadar bahwa para menteri berdiri berjajar tepat di ujung kiri dan ujung kanan takhta. Itu berarti, karpet merah yang ada di tengah-tengah itu juga memiliki lebar yang sama dengan takhta. Takhta itu berwarna biru dengan tiang-tiang keemasan. Kursinya juga berwarna biru bercampur keemasan. Sungguh indah dipandang mata. Tidak mencekam, tetapi tetap sangat megah. Agung.

Di takhta itu duduklah seorang raja. Raja itu terlihat masih muda, tubuhnya tegap dan dadanya bidang. Ia terlihat memiliki fisik yang kuat serta sepasang mata yang berwarna biru, sama seperti yang orang-orang katakan. Raja itu memiliki rambut panjang berwarna hitam kecoklatan dan rambut tersebut diikat pada setengah bagian atasnya. Pakaiannya terlihat seperti jubah yang panjang hingga ke kakinya, jubah itu terlihat sangat indah saat melekat di tubuhnya. Dari bagian kerah hingga dada jubah itu kainnya terlihat berwarna keemasan dan sedikit keras. Bagian dadanya sedikit terbuka hingga menampakkan bentuk dada bidang milik Sang Raja. Kulitnya sedikit kecoklatan; tubuhnya begitu bagus. Raja itu tampak memiliki fisik yang sangat kuat. Dia terlihat sangat berwibawa; bentuk matanya tajam seperti siren. Ia menatap dengan saksama, tetapi tidak mengintimidasi. Raja itu—Raja Zyran—tampak tersenyum simpul.

Tatapan Raja Zyran mulai tertuju kepada Kikyo.

Senyuman raja itu semakin terlihat. "Siapa namamu, Nona? Tolong perkenalkan dirimu."

Mata Kikyo kontan membulat; ia sontak tersadar kembali dari momen terpukaunya itu. "A—ah, baik, Yang Mulia." Kikyo merunduk hormat, lalu dengan kepala yang masih tertunduk, ia pun melanjutkan, "Perkenalkan, Yang Mulia. Namaku Kikyo Hana. Nama panggilanku adalah Kikyo. Aku berasal dari Desa Hondae, Yang Mulia. Ibuku adalah kenalannya Tuan Dae."

Raja Zyran pun mengangguk. Raja itu lalu berkata, "Apakah Yunho atau Dae sudah menjelaskan situasinya kepadamu?"

Kikyo mengangguk. "Sudah, Yang Mulia."

"Apakah kau benar-benar setuju untuk menyusup ke Istana Kerajaan Seiju?" tanya Raja itu sembari memiringkan kepalanya.

Kikyo kembali mengangguk. "Iya, Yang Mulia. Aku bersedia."

Yah, demi melunasi utang. Mau bagaimana lagi.

 Raja pun tersenyum lebar. Ekspresi wajahnya langsung terlihat seakan 'menyetujui' Kikyo; ada sebuah kilat yang melesat dan bersinar sejenak di kedua bola mata berwarna birunya. "Baiklah, kalau begitu kaulah yang akan berangkat."

Setelah Raja mengatakan itu, kontan beberapa menteri yang berdiri di sana mulai terlihat panik dan kaget. Suasana di ruangan itu mendadak mulai sedikit berisik; banyak menteri yang mulai berbicara dengan satu sama lain, keheranan dengan keputusan Raja yang terkesan begitu spontan.

Akhirnya, ada salah satu menteri yang mulai sedikit maju ke depan—maju selangkah dari posisinya—lalu merundukkan tubuhnya sejenak. Ketika ia bangkit kembali, ia pun mengangkat tangannya, pertanda bahwa ia ingin mengatakan sesuatu atau menyatakan pendapatnya.

"Yang Mulia," sapanya dengan hormat. "Maafkan aku yang apabila aku lancang, Yang Mulia. Akan tetapi, sebaiknya kita tidak memutuskan hal yang krusial secepat ini, Yang Mulia. Ini bukanlah permasalahan kecil. Kita semua harus memikirkannya dengan matang-matang. Anda tidak perlu terburu-buru, Yang Mulia."

Setelah itu, ada satu orang menteri lagi yang maju ke depan dan merunduk hormat, lalu berdiri tegap kembali dan menimpali, "Benar, Yang Mulia. Sebaiknya Anda tidak usah terburu-buru. Kita harus mengecek asal usul perempuan ini terlebih dahulu, Yang Mulia. Kita belum tahu siapa dia karena dia bukan seorang bangsawan. Perempuan ini juga belum tentu bisa dipercaya. Kalau kita salah satu langkah saja, kerajaan kita bisa berada dalam bahaya, Yang Mulia."

Tiba-tiba, mulai ada empat, lima, sampai enam menteri yang merunduk hormat dan menyetujui saran dari dua menteri sebelumnya.

 

"Benar, Yang Mulia."

"Iya, Yang Mulia."

"Tolong dipertimbangkan lagi, Yang Mulia."

"Benar, Yang Mulia. Kita harus berhati-hati, Yang Mulia."

 

Akhirnya, Raja Zyran pun mengangkat sebelah tangannya sebagai simbol bahwa ia sedang menyuruh para menterinya untuk diam terlebih dahulu. Setelah para menteri itu terdiam kembali dan berdiri lagi di posisi mereka masing-masing, Raja Zyran pun tersenyum dan berkata, "Baiklah. Silakan kalian cek terlebih dahulu asal usulnya nona ini. Akan tetapi, firasatku bagus. Aku tidak merasakan hal buruk apa pun ketika melihat nona ini."

Seluruh menteri pun secara serentak merundukkan kepala mereka dan berkata, "Terima kasih, Yang Mulia."

Sang Raja lantas mengangguk dan menjawab, "Ya. Tidak masalah."

Setelah Raja mengatakan itu, para menteri pun berdiri tegap kembali. "Kalau setelah pengecekan nanti kalian tidak menemukan sesuatu apa pun yang buruk, maka nona ini akan resmi menjadi perempuan yang diberi misi untuk menyusup ke Kerajaan Seiju. Ini adalah sebuah misi dari Kerajaan Hanju untuknya dan anggaplah ini sebagai sebuah pekerjaan untukmu, Nona." Raja Zyran menatap ke arah Kikyo.

Kikyo lantas mengangkat kepalanya dan menatap ke arah Raja Zyran dengan mata yang melebar.

"A—ah… Baik, Yang Mulia," jawab Kikyo singkat, merundukkan kepala dengan sopan lagi.

Raja Zyran pun mengangguk dan ia kembali tersenyum simpul. "Jika nanti kau resmi menjadi perempuan yang akan menyusup ke Kerajaan Seiju, seluruh pelatihanmu dilaksanakan di rumah Menteri Personalia saja. Kau bersedia, Jion?"

Salah satu menteri yang berdiri di tengah-tengah, Tuan Jion, lantas melebarkan mata dan merundukkan kepalanya ke arah Raja, lalu mengangguk mengerti. "Baik, Yang Mulia. Suatu kehormatan bagiku apabila aku dapat melakukan sesuatu untuk negeri kita."

Mata Kikyo juga melebar. Rumah Tuan Jion…berarti sebuah istana bangsawan yang ada di ujung Desa Hondae. Kikyo pernah melihat rumah itu; rumah itu sangat besar dan luas. Itu adalah istana bangsawan yang tampak begitu megah. Kikyo selama ini tahu bahwa rumah itu adalah rumah milik Menteri Personalia, tetapi baru kali ini Kikyo melihat rupa menteri personalia itu secara langsung. Rambutnya berwarna coklat kekuningan dan ia memiliki berewok yang tipis. Tubuhnya tinggi dan tegap. Ia cukup tampan untuk ukuran pria paruh baya.

"Terima kasih," jawab Sang Raja seraya memberikan seulas senyuman kepada Tuan Jion, meskipun Tuan Jion tidak bisa melihatnya karena kepalanya tertunduk.

"Sama-sama, Yang Mulia." Tuan Jion pun mengangguk, lalu pria itu berdiri tegap lagi dan kembali ke posisinya semula.

Yang Mulia Raja pun kembali menatap ke arah mereka bertiga—Kikyo, Tuan Dae, dan Tuan Yunho—lalu berkata, "Nona Kikyo, jika kau terpilih, kau nanti akan dilatih di rumah Jion sampai kau bisa tata krama, menyulam, dan lain sebagainya. Kau harus berlatih agar bisa lolos tes untuk menjadi dayang di Seiju. Jangan khawatir, di sana kau akan dijaga oleh Jion dan kau hanya perlu fokus belajar. Pergunakanlah waktumu sebaik mungkin selama berlatih di sana. Kau hanya memiliki waktu sebanyak dua bulan lamanya. Apakah Yunho maupun Dae sudah memberitahukanmu segalanya termasuk posisi dayang apa yang minimal harus kau incar?"

Kikyo merunduk hormat dan mengangguk. "Sudah, Yang Mulia. Aku akan berlatih dengan sungguh-sungguh. Terima kasih atas kebaikannya, Yang Mulia."

"Hm." Raja Zyran mengangguk. Namun, sesaat kemudian, tiba-tiba kedua mata Raja Zyran tampak memicing tajam. Tatapannya pada Kikyo itu mendadak terasa setajam dan setipis silet. Senyuman di bibirnya juga tiba-tiba menghilang.

"…dan jika kau berani untuk berkhianat…"

Mendengar perkataan Sang Raja beserta suara beratnya yang terdengar mengintimidasi, suasana tiba-tiba berubah jadi mencekam. Seluruh menteri, Tuan Dae, dan Kikyo lantas melebarkan mata di balik kepala mereka yang tertunduk. Tiba-tiba bulu kuduk mereka semua berdiri; mereka merinding akibat situasi yang mencekam itu.

Kikyo yang tahu bahwa Raja Zyran sedang berbicara kepadanya jelas saja langsung membulatkan mata. Wajah Kikyo mendadak tegang; jantungnya berdegup kencang. Lidahnya kelu. Ia meneguk ludahnya dengan susah payah.

Setelah itu, Raja pun melanjutkan, "…maka akulah yang akan membunuhmu."

Kontan wajah Kikyo memucat. Tubuhnya mematung.

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik.

Kikyo pun kembali meneguk ludahnya dengan susah payah. Beberapa detik sudah berlalu. Namun, Kikyo tahu bahwa ia harus segera menjawab Sang Raja; ia tidak boleh diam saja, meskipun ia merasa sangat takut. Raja Zyran dan seluruh kekuasaannya tentu bukanlah tandingan Kikyo. Kikyo yang hanya seorang diri di dunia ini—tanpa kehadiran kedua orangtuanya—tentulah harus menjaga dirinya baik-baik.

Akhirnya, Kikyo pun mengangguk dan semakin merundukkan kepalanya. Ia pun memberanikan diri untuk menjawab Sang Raja.

"Baik, Yang Mulia."

 

******

 

Beberapa hari kemudian, di sinilah Kikyo, berdiri di depan sebuah rumah yang sangat besar dan luas bak istana milik Tuan Jion. Kikyo pernah melihat istana bangsawan ini dari kejauhan, tetapi tak pernah Kikyo sangka kalau suatu hari nanti Kikyo akan menginjakkan kaki ke dalamnya. Rumah ini merupakan bangunan besar yang dibangun menggunakan kayu dan batu sebagai bahan bangunan utamanya.

Setelah pengecekan latar belakang yang dilakukan oleh para menteri, akhirnya Kikyo pun resmi menjadi perempuan terpilih yang akan menyusup ke Kerajaan Seiju. Kikyo pun mem-packing seluruh barang-barang pentingnya tatkala Tuan Dae memberitahukannya bahwa ia resmi terpilih. 'Besok orang-orang dari kediaman Tuan Jion akan menjemputmu,' kata Tuan Dae kemarin.

Keesokan harinya—yaitu hari ini—benar saja. Ada sebuah kereta kuda yang muncul di depan rumah Kikyo. Kikyo langsung keluar dari rumahnya dan gadis itu melihat ada seorang pengawal yang tengah berdiri di samping kereta kuda itu, menghadap ke arah Kikyo. Pengawal tersebut langsung memberikan salamnya kepada Kikyo dan mengatakan bahwa ia telah diperintah oleh Tuan Jion untuk menjemput Kikyo hari ini.

Kikyo lantas mengangguk, merunduk hormat, lalu berterima kasih kepada pengawal itu. Gadis itu pun mengangkat seluruh barang-barang bawaannya (dengan dibantu oleh pengawal itu), memasukkannya ke dalam kereta kuda, dan mereka akhirnya berangkat menuju ke rumah Tuan Jion.

Tak membutuhkan waktu yang lama untuk sampai ke kediaman Tuan Jion. Buktinya, sekarang Kikyo sudah berdiri di depan rumah Tuan Jion. Gadis itu memperhatikan rumah Tuan Jion yang sangat luas itu. Rumah tersebut dibatasi oleh pagar yang dari kayu yang cukup tinggi dan kokoh. Kikyo berdiri di depan pagarnya; pagar itu sudah dibuka dengan lebar tatkala kereta kuda yang Kikyo naiki sampai di sana. Barang-barang Kikyo sudah ada di dekat kakinya, sudah dikeluarkan semua dari dalam kereta kuda.

Tak lama kemudian, Sang Pengawal—sekaligus kusir—di kereta kuda milik Tuan Jion itu pun berjalan menghampiri Kikyo yang masih sibuk memperhatikan rumah Tuan Jion dengan kagum. Rumah itu memang luas sekali. Tidak bertingkat, tetapi sangat luas dan terdiri dari tiga bangunan panjang yang membentuk U. Sang Pengawal itu pun berkata, "Nona? Mari masuk, Nona. Aku akan membantumu untuk membawakan barang-barangmu."

Kikyo kontan mengerjap dan langsung menoleh ke arah pengawal itu. Matanya terlihat membulat karena terkejut. "Eh? Oh, y—ya!" Kikyo mengangguk dengan cepat. "Baiklah. Terima kasih, Tuan."

"Ayo, Nona," ajak pengawal itu seraya tersenyum kepada Kikyo. Ada tiga buah tas Kikyo yang telah ia jinjing.

"Ba—baik," ujar Kikyo, lalu ia mengangguk dan membalas senyuman pengawal itu. Sang Pengawal lantas berjalan mendahuluinya setelah sebelumnya mempersilakan Kikyo untuk masuk melalui gestur tubuhnya.

Kikyo pun masuk melewati pagar yang tinggi tersebut dan ia kini ada di dalam area halaman rumah itu, Di sepanjang jalan, Kikyo terus saja terpesona, padahal ia tadi sudah menghabiskan waktu yang cukup lama untuk mengagumi rumah itu dari luar pagar yang terbuka.

Ia memandang ke sekeliling area rumah bangsawan itu dan menemukan keindahan yang luar biasa baik itu dari bangunannya, halamannya yang luas, pepohonan serta taman bunganya, kolam ikannya, air mancur buatannya… Semuanya bagus. Mewah. Terawat.

Setelah berjalan melewati halaman rumah itu, Kikyo pun sampai di bagian terasnya. Kikyo naik ke teras rumah tersebut, lalu Sang Pengawal yang berjalan di depannya itu pun mengetuk pintu berdaun dua yang ada di hadapan mereka. Setelah mengetuk pintu, Sang Pengawal pun lantas membuka pintu berdaun dua rumah itu; ia langsung membukanya karena mengira kalau saat itu di ruang tamu sedang tidak ada orang. Jam segini para pelayan memang sedang sibuk bersih-bersih dan memasak. Banyak yang sedang bekerja.

Tepat ketika pintu rumah berdaun dua itu terbuka, Kikyo langsung melihat kalau ternyata ada tiga orang di ruang tamu itu yang sedang duduk bersama. Mereka duduk beralaskan bantal duduk; mereka duduk di tengah-tengah ruangan. Mereka bertiga langsung menoleh ke arah Kikyo dan Sang Pengawal tepat ketika pintu rumah itu terbuka. Di antara tiga orang tersebut, ada Tuan Jion.

Kikyo kontan membulatkan mata. Ia langsung menoleh ke arah pengawal yang ada di depannya, lalu ia melihat pengawal itu merunduk hormat pada Tuan Jion. Sontak Kikyo pun melakukan hal yang sama.

"Salam, Tuan. Nona Kikyo sudah sampai. Maafkan aku karena membuka pintu terlebih dahulu, Tuan," ujar pengawal itu kepada Tuan Jion.

Kikyo pun langsung berkata, "Selamat siang, Tuan."

"Hm," deham Tuan Jion seraya mengangguk. "Angkat kepala kalian."

Setelah mendapatkan perintah dari Tuan Jion itu, Kikyo beserta pengawal itu pun menegapkan tubuh mereka kembali.

Tuan Jion menatap ke arah pengawal itu dan berkata, "Bawalah barang-barang Nona Kikyo ke kamar yang sudah disiapkan, ya."

"Baik, Tuan," jawab pengawal itu. Ia dengan sigap merundukkan kepalanya, lalu pergi ke ujung sana, menjauh dari mereka.

Kikyo langsung melihat ke depan lagi. Tuan Jion kini sudah berdiri berhadapan dengannya. Pria paruh baya yang bertubuh tinggi dan tegap itu pun tersenyum kepada Kikyo. "Selamat datang, Nona Kikyo."

Kikyo kontan membelalakkan mata. Ia lantas menggerakkan kedua tangannya ke kanan dan ke kiri, sebagai gestur untuk mengatakan 'jangan'. "Tu—Tuan, maafkan aku, tetapi sedari kemarin aku agak merasa aneh ketika dipanggil dengan sebutan 'Nona'. Aku bukan bangsawan, Tuan. Cukup panggil aku Kikyo."

"Tidak ada hubungannya dengan bangsawan, Nona," ujar Tuan Jion, pria paruh baya itu tertawa renyah. "Yang Mulia Raja juga memanggilmu begitu."

"Iya dan sedari kemarin aku merasa agak aneh, Tuan, karena Yang Mulia Raja memanggilku seperti itu," ujar Kikyo seraya menyatukan alisnya. Tuan Jion kembali tertawa.

Tiba-tiba, ada seorang gadis yang berlari mendekati Tuan Jion. Gadis itu tampak sangat excited, matanya berbinar-binar tatkala melihat Kikyo. Dia langsung berdiri di samping Tuan Jion, lalu dengan bersemangat dia berkata, "Ayah, apakah ini yang namanya Nona Kikyo? Nona yang akan latihan di rumah kita??"

Oh, ini anaknya Tuan Jion, ya. Wah, cantik sekali. Rambutnya coklat kekuningan, sama seperti rambut milik Tuan Jion.

Setahu Kikyo, gadis itu tadi memang duduk bersama Tuan Jion. Tuan Jion duduk bersama dua orang perempuan, satunya tampak berusia paruh baya dan satunya lagi adalah seorang gadis muda yang cantik. Jika gadis muda ini adalah anaknya, maka yang satu lagi…adalah istrinya Tuan Jion. Kikyo melihat ke arah anak gadisnya Tuan Jion yang tampak seumuran dengannya itu, lalu merunduk hormat seraya tersenyum dengan sopan. "Halo, Nona."

Tatkala Kikyo sudah mengangkat kepalanya kembali, Kikyo melihat istrinya Tuan Jion sudah bergerak melangkah ke samping Tuan Jion juga. Jadi, Tuan Jion sekarang ada di tengah-tengah istri dan anaknya.

"Iya, ini Nona Kikyo," jawab Tuan Jion, ia melihat ke arah anak gadisnya itu sejenak, lalu melanjutkan, "Ayo perkenalkan dirimu."

Anak gadisnya Tuan Jion itu lantas mengangguk dengan antusias kepada ayahnya, lalu menoleh ke arah Kikyo dan mengulurkan tangannya di depan Kikyo dengan bersemangat. "Halo, Nona Kikyo. Namaku Yexian!"

"Ah—iya, Nona, namaku Kikyo," ujar Kikyo, matanya melebar dan ia menyambut uluran tangan Nona Yexian. "Panggil aku Kikyo saja, Nona."

Yexian terkekeh; dia cantik sekali. "Kalau begitu, kau juga harus menghilangkan embel-embel 'Nona' saat kau memanggilku. Panggil aku Yexian saja."

Mata Kikyo membulat sempurna. "T—tapi, Nona, mana mungkin aku memanggilmu seperti it—"

Yexian menggeleng kencang dan langsung memotong ucapan Kikyo. "Uh-oh, tidak-tidak. Kau harus memanggilku Yexian. Supaya kita bisa menjadi akrab!"

Kikyo menganga.

Dua detik kemudian, Kikyo mendengar ada suara kekehan. Kikyo menoleh ke samping Nona Yexian dan menemukan bahwa ternyata, Tuan Jion beserta istrinya tengah terkekeh karena tingkah Kikyo dan Yexian.

"Baiklah, kalau begitu, mari kita sepakat untuk menghilangkan embel-embel 'Nona' di sini. Supaya bisa menjadi akrab," putus Tuan Jion kemudian. Tuan Jion pun tersenyum manis.

Sontak mata Yexian berbinar. Semangatnya berkobar-kobar. Ia langsung terlonjak kegirangan. "Hore!!"

Setelah itu, Yexian langsung memeluk Kikyo dengan erat; gadis itu tertawa bahagia. Entah mengapa sepertinya Yexian senang sekali dengan kedatangan Kikyo ke rumahnya. "Salam kenal, Kikyo. Senang bertemu denganmu!"

Kikyo, yang ngang-ngong saja dan sedang memasang poker-face itu, hanya bisa mengedipkan matanya berkali-kali bak orang tolol.

Ini…betulan, nih, dia disambut dengan sehangat ini?

 

******

 

Sudah satu minggu sejak Kikyo tinggal di rumah Tuan Jion. Tidak ia sangka-sangka, ternyata kehidupannya di rumah Tuan Jion terasa begitu nyaman dan tenteram. Ia makan makanan enak setiap harinya bersama keluarga Tuan Jion, bermain dan mengobrol bersama Yexian, mengikuti kelas-kelas tutornya, dan tidur dengan nyaman di kasur yang sangat lebar dan empuk.

Dia diperlakukan bak seorang nona muda di rumah itu, seperti tamu yang diistimewakan. Dia juga diberikan kamar yang bagus. Kikyo berpikir, mungkin alasan dia diperlakukan seperti ini adalah karena dia merupakan suruhan Raja yang sedang diberikan sebuah misi, tetapi jika dilihat-lihat lagi, sepertinya alasannya bukan hanya itu. Keluarga Tuan Jion memang merupakan keluarga yang baik hati.

Tuan Jion itu tegas, tetapi dia tidak bersikap dingin kepada siapa pun. Dia mengajak Kikyo mengobrol dengan ramah setiap harinya, meskipun Tuan Jion biasanya akan terlihat saat makan pagi dan makan malam saja karena ia sibuk bekerja. Istri Tuan Jion juga begitu ramah dan baik kepada Kikyo. Namun, orang yang paling sering menghabiskan waktu dengan Kikyo adalah Yexian.

Yexian hampir selalu berada di dekat Kikyo. Meskipun ia adalah seorang nona muda di istana bangsawan itu, Yexian selalu membantu Kikyo dalam kelas-kelas tutornya. Kikyo mengikuti beberapa kelas, yaitu Kelas Menyulam, Kelas Membaca Buku Klasik, Kelas Kosakata dan Baca Tulis Bahasa Seiju, dan Kelas Tata Krama. Kikyo akan mempelajari satu hingga dua kelas setiap harinya. Guru yang didatangkan untuk Kikyo hanyalah satu orang guru, tetapi guru itu benar-benar terampil dan terkenal seantero Hanju. Dia adalah seorang perempuan berkacamata bernama Nyonya Yori. Selama mengikuti kelas-kelas dari Nyonya Yori, Yexian sering ikut berada di dalam kelas untuk menemani dan membantu Kikyo. Setelah kelas berakhir, Yexian akan mengajak Kikyo untuk menghabiskan waktu berdua. Entah itu ke kamar Yexian, ke kamar Kikyo, ke taman bunga, ataupun ke ruangan-ruangan lain yang ada di dalam istana itu.

Mereka jadi berteman baik. Sangat baik, malah.

Seperti saat ini. Kikyo baru saja keluar dari ruangan belajar—yang dijadikan sebagai ruang kelas di istana milik Tuan Jion—itu bersama Yexian di sampingnya. Mereka sedang berjalan di koridor. Kikyo menghela napas; punggungnya membungkuk. Ia merasa lelah minta ampun karena hari ini dia banyak sekali mengalami trial dan error saat belajar tata krama. Wajahnya kelihatan begitu lelah. Dia kehabisan tenaga. Energinya terkuras hingga nyaris habis.

Yexian terkekeh ketika melihat Kikyo yang tomboi itu menghela napas lelah. Ternyata bagi Kikyo, belajar tata krama lebih melelahkan daripada bermain gulat.

Ya...soalnya gagal terus, sih. Kikyo, kan, orangnya sering membabi buta. Tomboi. Sebenarnya, mana bisa dia menjadi perempuan yang feminin dan sopan santun luar biasa seperti para dayang kerajaan. Makanya, pekerjaan dayang itu patut diacungi jempol. Dia yang tomboi ini benar-benar sulit untuk mempelajari tata krama perempuan dengan benar.

Yexian lalu mengusap punggung Kikyo dengan lembut. Ia tersenyum manis pada Kikyo, kedua matanya terlihat nyaris tertutup seolah ikut tersenyum. "Sudah, sudah. Semangat, ya, Kikyooo! Kau pasti bisa melakukannya dengan lebih baik besok."

Kikyo menarik napasnya, lalu mengembuskannya lewat mulut. Mulutnya terbuka. Dia sampai-sampai kelihatan seperti memiliki kantung mata saking lelahnya. Rasanya tubuhnya mulai mengeluarkan aura negatif. Dia kelihatan seperti baru saja keluar dari gua hantu. "Hadeh… Susah sekali… Besok aku rasanya mau kabur saja…"

Yexian sontak tertawa. Ia menepuk pundak Kikyo singkat, lalu menutupi mulutnya yang sedang tertawa kencang. Ia benar-benar tertawa lepas seolah tak memiliki beban. "Ya ampuun. Ayo, deh, kalau begitu." Yexian menatap Kikyo dengan tatapan antusias. Mata gadis itu terlihat berkilat sejenak dan ia menaikturunkan alisnya di hadapan Kikyo. "Ayo kita kabur, tetapi jangan sampai ketahuan Ayah!"

Kikyo pun terkekeh. Dengan mata lelahnya itu, ia pun merespons Yexian dengan sebuah gelengan. "Tidak jadi, deh. Takutnya nanti aku dibunuh duluan oleh Raja Zyran bahkan sebelum ayahmu memarahiku."

Yexian pun menghadap ke depan dan tertawa lagi. Setelah puas tertawa, gadis itu pun mengembuskan napasnya dengan lega. Ia sangat menikmati hari-harinya selama satu minggu terakhir. Kikyo orangnya lucu, tomboi, dan tidak membosankan. Yexian sebenarnya merupakan seorang putri bangsawan yang cantik, imut, baik, dan juga menyenangkan, tetapi ia selalu bertemu dengan putri-putri bangsawan yang terlampau menjaga image mereka. Jadi, Yexian tidak begitu memiliki teman selama ini.

Makanya, ketika Yexian mendengar ada seorang gadis dari desa bernama Kikyo yang akan datang ke rumahnya untuk belajar, dia sangat senang sekaligus penasaran. Gadis dari desa pasti sering bermain bersama teman-temannya yang ada di desa, bertualang, ataupun melakukan hal-hal yang seru di luar sana. Tidak seperti Yexian yang menghabiskan sebagian besar waktunya hanya di rumah. Yexian sangat gembira begitu mengetahui bahwa ia akan tinggal serumah dengan Kikyo yang berasal dari Desa Hondae. Selain itu, ayahnya bilang, Kikyo ini adalah pegulat hebat! Jelas saja Yexian jadi sangat menantikan kedatangannya.

Beberapa detik kemudian, Yexian tertunduk. Ia tersenyum dengan lembut, matanya menatap ke bawah—memandangi langkah kakinya sendiri—dengan tatapan menerawang. Ia tidak benar-benar memandangi kakinya karena pikirannya sedang berkelana ke hal lain.

Akan tetapi, tatapan matanya itu terlihat begitu…penuh kasih. Kedua mata indahnya yang berwarna hijau itu tampak begitu bersinar di antara sinar matahari sore kala itu. Irisnya tampak seperti sebuah permata hijau yang sangat bening, indah, dan bercahaya. Rambut Yexian yang berwarna coklat kekuningan itu juga ikut-ikutan bersinar di bawah cahaya matahari sore itu. Koridor yang sedang mereka lewati ini adalah area terbuka; di samping kiri koridor itu ada sebuah taman dan air mancur buatan.

Untuk yang kesekian kalinya, Kikyo sadar bahwa Yexian ini benar-benar cantik.

Kikyo terpukau untuk sesaat, mengagumi kecantikan temannya yang satu ini. Akan tetapi, tiba-tiba saja Yexian berhenti berjalan.

Kikyo lantas menaikkan kedua alisnya karena merasa heran. Gadis itu ikut berhenti melangkah, lalu ia menatap Yexian seraya memiringkan kepalanya. "Ada apa, Yexian?"

Untuk beberapa detik lamanya, Yexian hanya diam.

Kikyo mengernyitkan dahi. Ia lantas kembali membuka suara, "Ye—"

"Kikyo," panggil Yexian tiba-tiba, memotong perkataan Kikyo. Kikyo melebarkan matanya, lalu ia menyaksikan Yexian yang perlahan-lahan mulai menegakkan kepalanya untuk menatap lurus-lurus ke arah Kikyo.

Yexian menatap Kikyo dengan lembut, tetapi ada sebuah rasa penasaran yang tersirat dari tatapan itu.

Yexian bernapas samar. Setelahnya, gadis itu pun kembali berbicara.

"Setelah misimu selesai, apakah kita bisa bertemu lagi?" Yexian berkedip satu kali, gadis itu meneguk ludahnya perlahan. Matanya menatap Kikyo dengan puluhan permohonan. "Atau…bisakah kita bertemu saat kau liburan ke sini?" []