Bab. 1
---
Kehidupan sering kali terasa memuakkan. Setidaknya bagiku, walaupun aku memiliki rumah dan seorang saudari yang mengurusku.
Aku Riku Shinamura, pemuda SMA biasa yang bisa kamu temui dijalanan manapun.
Saat ini tengah menghadapi hari senin dimana aku terbangun pada pukul empat pagi.
... Dan baru tidur pada pukul dua pagi tadi.
Insomnia itu menyiksa. Orang bilang tidur saja pukul sepuluh, tapi bagaimana caranya, Kalau dadaku berdegup kencang dan pikiranku terus berpacu?
Bagaimana aku bisa tidur?
Mengabaikan monolog batinku, aku mengambil sebuah buku dan pena di meja dan menulis.
Ini pukul empat, aku di apartemen yang disewakan oleh saudariku, menonton tv dan merasa sangat muak.
3 april 2010, Kuoh.
Tercatat.
Meletakan penaku, aku sekali lagi menatap tv yang menayangkan acara lawas.
Rasa sakit kepala yang memuakkan tidak mengehentikan pikiranku sama sekali, sebaliknya, seperti sebuah device yang di overclock, pikiranku aktif sepenuhnya.
Kelebihannya, aku bisa bermain game atau membaca dengan fokus yang luar biasa.
Kekurangannya adalah sel otakku akan meledak dan aku tetap tidak bisa beristirahat.
Tuhan tidak adil dalam hal ini.
Pada jam berikutnya, aku tidak berhenti menatap tv sampai semua acara tv berakhir dan lagu kebangsaan dimulai. Aku mematikan tv dan melihat pantulan wajahku di layar hitam.
Rambut hitam, mata sayu dibalik kacamata bulat, wajahku? Biasa saja.
Aku menyipitkan mata, menatap pantulanku dilayar tv yang mati.
Aneh, kenapa pantulannya terasa... Tidak mengikuti?
Aku menggelengkan kepalaku, mencoba mengabaikannya walaupun masih terasa ganjil.
Apakah insomniaku akhirnya membuatku gila? Siapa tau, mungkin hanya efek samping dari obat tidur.
Aku mengecek jam, sudah jam setengah enam. Aku berdiri dari sofa, mandi dan sudah melupakan masalah itu.
---
Sekolah itu sendiri tidak menyebalkan, para penghuninya yang membuat sekolah terasa begitu.
Hai, aku Riku, saat ini bersekolah di SMA kuoh. Sebuah SMA yang awalnya khusus wanita, berubah beberapa tahun yang lalu. Saat ini, aku ada di tahun ketigaku.
Tahun paling menyengakan, karna aku akan lulus setelah hanya satu tahun lagi.
Yey.
Pelajaran pagi ini dibawakan oleh seorang guru perempuan yang selalu menyisir poninya ke kiri. Wajahnya memiliki kesan dewasa, dengan sebuah titik kecil di bawah bibir yang menambah keunikan. Sorot matanya tajam, tapi sering diimbangi dengan senyuman tipis, menciptakan keseimbangan antara wibawa dan keramahan.
Jujur, dia tipeku. Sesederhana itu.
Namun, mataku akhirnya tertuju pada sosok di baris depan. Gadis berambut merah cerah dengan wajah yang memancarkan pesona khas keturunan barat. Rias Gremory, salah satu dari tiga "ratu" SMA Kuoh.
Wajahnya rupawan dengan kombinasi sempurna dari gen barat dan timur. Rambut merah panjangnya jatuh bebas seperti aliran sutra, memantulkan kepribadian yang cerah dan memikat. Tidak hanya cantik, ia juga memiliki aura yang membuat semua orang, baik laki-laki maupun perempuan, tak bisa menahan pandangan darinya.
Aku? Aku hanya menganggapnya seperti angin lalu. Bagaimana mungkin aku terpikat pada hal-hal seperti itu, ketika pikiranku terus berputar tanpa henti, tanpa arah?
Terus menerus menatap papan tulis tiba-tiba membuatku kesal.
Apa yang membuatku kesal?
Itu sekolah ini, yang seolah dirancang untuk menyeretku kembali ke kenangan masa SMP.
Masa-masa itu… menyedihkan. Semua kesalahan yang tidak bisa diperbaiki terus mengulang di pikiranku, seperti rekaman yang rusak. Mereka hadir tanpa diundang, bertindak sebagai pengingat bahwa beberapa luka tidak pernah benar-benar hilang.
Mengenang sejarah hidup adalah salah satu cara terburuk untuk menghabiskan waktu, tapi bagi seseorang yang jarang tidur nyenyak, seperti aku, itu hampir mustahil untuk dihindari. Pikiran buruk selalu datang, mengambil alih saat seharusnya aku beristirahat.
Aku tahu, ini memuakkan. Tapi apa yang bisa kulakukan selain mencoba bertahan? Satu-satunya caraku melarikan diri hanyalah dengan berpikir lebih keras, memutar monolog, atau menciptakan omong kosong di kepalaku untuk mengisi kekosongan yang menyiksa.
Tentu, mengobrol dengan teman adalah salah satu cara yang lebih baik... Jika kamu memiliki teman, ya.
Sayangnya, orang yang mencoba tidur dikelasnya setiap hari tidak memiliki teman.
Bell istirahat berdering, waktunya makan siang.
Aku menyimpan buku catatanku yang mencatat pelajaran, plus pikiranku yang rumit.
"Riku-senpai, ayo makan siang bareng!"
Dan ini dia!
Seorang Extrovert yang menjadikan seorang introvert sebagai sahabatnya, perkenalkan!
Seorang riajuu berambut pirang yang terkenal dengan kebaikannya, Yuuto Kiba!
Itulah yang terjadi dibatinku, pada kenyataanya, aku tersenyum lelah, melambaikan tangan dengan lemah dan menyapanya.
"Hai, aku bawa bekal, makan disini saja." dan itu dia, ucapan kaku dan terpotong-potong adalah keahlianku.
Maksud dari perkataanku adalah aku membawa cukup banyak bekal, ayo kita makan disini saja, namun karna lidahku yang tidak terlatih dan otakku yang sibuk bermonolog. Apapun yang keluar dari mulutku sering terpotong dan sering menyebabkan orang kebingungan.
"Oke, untungnya aku membawa bekalku. Kalau tidak, aku akan meminta darimu."
"Oh, bagaimana mungkin pria tampan nomor satu kita yang rajin dan baik hati ini sanggup meminta pada orang sepertiku?"
Kiba terkekeh dan tersenyum, Dia meletakan bekalnya di meja dan mengambil bangku dari sebelah untuk duduk.
"Jangan begitu, bukankah kita berteman, senpai?"
Teman, atau tameng untuk menjauhkan para fangirl?
Hanya menganggapi dengan terkekeh, aku membuka tepak berdiameter 15cm, memperlihatkan nasi, kari dan telur gulung. Aku memegang sendok ditangan kananku, menyantap nasi dengan kari di siang hari adalah hal terbaik yang terjadi hari ini.
Kami berdoa dan makan dengan tenang... Dibawah tatapan gadis yang haus akan romansa.
"hei, sepulang sekolah nanti, apakah kau senggang?" tanya kiba di sela-sela makannya.
Masih mengunyah nasi dengan kari, aku menatapnya dan mengagguk.
"Bagus, kau mau pergi ke warnet?
-kabarnya champion terbaru rilis sore ini."
LoL ya... Dia sudah kecanduan. Sejak terakhir kali aku mengajaknya pergi ke warnet, dia menjadi betah dan pergi kesana setiap kali ada waktu senggang.
Sekarang, dia bahkan mengetahui internet. Tidak berarti itu buruk.
Aku menelan nasi dan menjawab," Tentu, tapi aku ada urusan di jam lima."
Aku perlu pergi mengambil gaji dari pekerjaanku sebagai penjaga malam toko buku, kemudian membeli obat tidur baru. Aku perlu membeli obat yang lebih kuat.
"Baiklah, sudah diputuskan."
Waktu mengalir dan kau bahkan tidak akan ingat apa yang terjadi di siang itu ketika kamu terus mengatakan omong kosong di kepalamu.
Sudah pukul sebelas ketika aku sampai dirumah, pekerjaanku tidak melelahkan, namun sakit kepala yang memuakkan. Membuatku merasa sangat lelah begitu sampai dirumah.
Aku mengunci pintuku dan berjalan ke kiri, tepat ke kamar mandi untuk mencuci muka.
Harga obatnya bertambah mahal bulan ini, aku perlu mencari obat merek lain untuk minggu depan
Dengan pikiran itu, aku mencuci muka dan pergi kekamarku.
Sejenak, aku tertegun menatap cermin di mejaku. Cermin kecil dengan diameter 20 cm itu berdiri kokoh, memantulkan wajahku yang kusam.
Namun, ada sesuatu yang tidak biasa.
Bayanganku tampak... lambat Tidak, lebih tepatnya, terlambat.
"Uhm...?"
Aku mendekatkan wajah, mencoba memastikan. Sekilas, pantulan itu kembali seperti biasa—hanya wajah lelah seorang pemuda; dan _kacamata bodohnya_, yang hampir tidak tidur semalaman.
Aku mengedipkan mata sekali, dua kali. Rasa berat tiba-tiba menyergapku.
Aku terjatuh di kasur, pandangan menggelap, dan kesadaran lenyap begitu saja.
Aku tertidur... dan bermimpi.
---