02.
---
Cahaya remang-remang yang berasal dari lampu membangunkanku. Aku menahan rasa sakit kepala dan menoleh ke jam dinding yang menunjunkan pukul lima pagi.
Aku perlahan duduk dan menguap.
"Sudah jam lima... JAM LIMA!?"
Pikiranku terbangun, kemarin malam aku tertidur pada jam sebelas dan sekarang bangun jam lima!?
Apakah ini keajaiban, atau ketenangan sebelum badai!?
Wajahku masih terasa berat, namun hatiku penuh sukacita, tidur nyenyak pertama dalam lima tahun, terasa manis!
... Atau tidak. Tubuhku masih lelah dan otakku masih terasa panas.
"haah..." jika insomniaku sembuh seminggu saja, mungkin rasa muak ini akan menguap.
Berdiri, aku mulai membereskan tempat tidurku. Setelah beres, aku keluar dan berjalan ke kiri untuk pergi ke kamar mandi... Sebelum menyadari bahwa di sebelah kiri ada ruangan tamu dengan tv.
Aneh, bukannya rumah ini memiliki kamar mandi disebelah kiri, kamar tidur di kanan dan dapur di belakang? Aku melihat ke kanan dimana pintu masuk kamar mandi terlihat, berdekatan dengan dapur, keanehan ini membuatku ragu dengan ingatanku sendiri.
Apakah aku salah ingat?
Mungkinkah insomnia membuatku lupa letak rumahku sendiri? Aku terkekeh dan mengabaikannya sebagai halusinasi semata, pergi mandi, berpakaian dan kemudian memasak telur.
Tidur nyenyak pertama dalam lima tahun tidak menghilangkan perasaan muak yang kumiliki setiap pagi hari. Namun secara keseluruhan, ini hari yang baik. Kecuali rasa dingin yang aneh.
4 april 2010.
Tercatat.
Meletakan kembali buku dan pena kedalam laci di kamar, aku mulai menyiapkan buku dan membersihkan lantai.
Sudah pukul tujuh ketika aku menyelesaikan semuanya. Termasuk minum obat sakit kepala.
Aku mehirup udara diluar dengan senang hati.
Namun, udara pagi tanpa bau?
Aku menghirup sekali, dua kali. Ada bau namun baunya tidak kentara, hanya samar-samar. Aku menyingkirkan pikiran ini pada saat berikutnya.
Aku merasa Kepalaku lebih ringan. Berkat ini, berjalan ke sekolah terasa lebih menenangkan dari biasanya.
Aku berjalan dengan langkah mantap, memperhatikan sekelilingku dangan santai. Tidak ada yang aneh dengan kerumunan besar di jepang hari ini, sibuk dan berisik.
Semua orang memiliki tempat tujuan pasti di jepang. Anak-anak pergi ke sekolah, orang dewasa mencari uang untuk menyekolahkan anaknya.
Cukup lucu jika dipikirkan. Anak-anak pada akhirnya akan menjadi dewasa, dan posisi mereka akan sama seperti orang tua mereka. Kemudian anak-anak mereka akan menjadi sama seperti mereka, terus terulang hingga waktu berhenti.
Roda kehidupan yang tepat dan monoton, inilah hasil dari perjuangan umat manusia.
Atau begitulah. Dengan pikiran yang terus berpacu, aku tanpa sadar telah tiba di sekolah Kuoh.
"huft..."
Semoga beruntung, diriku.
Setelah berjalan beberapa menit lagi, aku tiba di kelasku, 3-A. Teman sekelasku melirikku sebelum mengabaikanku. wah, sopan sekali.
Aku menggantungkan tasku di meja dan kemudian duduk di bangku, sekarang. Kita mulai menunggu.
Omong-omong, apakah pintu kelas selalu berada di belakang meja murid?
Eh... Apakah insomniaku memengaruhiku sebanyak itu?
Kelas pertama adalah kelas sejarah yang dibawakan guru kolot yang tidak suka menulis catatan, melainkan menyuruh kami mencermati cerita yang diceritakannya dan mencatat hal hal penting.
Sialan, aku paling buruk dalam mendengarkan, karena entah kenapa pikiranku tidak bisa fokus pada suara.
Kelas itu dimlai dan berakhir bergitu saja, kemudian kita memulai kelas kedua pada pagi hari, yang masih di bawakan oleh guru dengan bintik kecil di bawah bibir– kenapa bintik itu ada di atas bibirnya sekarang?
Aku mengamatinya lebih jauh, poninya sekarang disisir ke kanan. apakah tahi lalat itu palsu?
-Dan sekarang dia ingin mencoba gaya rambut baru?
Mengabaikan hal ini, aku mengamati pelajaran dengan lebih cermat... Dan menemukan bahwa tulisan pada papan tulis ditulis terbalik.
Kepalaku berdengung, Ini... aneh.
Aku menggelengkan kepalaku, dan fokus. Rasanya seperti aku mengerti tulisan itu, namun tulisan itu jelas-jelas terbalik!.
"Shinamura Riku-kun, fokuslah saat kelas dimulai."
Suara guruku membuat hatiku melompat kaget, namun aku segera tenang dan menjawab, "... Baik Bu."
Aku menghela nafas dan mengerutkan kening, orang lain sepertinya tidak memperdulikan hal ini. Akupun tetap diam dan menjalani kelas dengan tenang.
Dengan segala keganjilannya membuat kelas itu terasa lama, namun pada akhirnya bel berdering dan kelaspun berakhir.
Aku memasukan buku catatanku, mengambil bekal kemudian membukanya. Kiba tidak datang hari ini. Mungkin karna kegiatan klubnya.
Aku meraih sendok dengan tangan kiriku dan mulai makan, dengan tidak adanya teman untuk mengobrol—Kelas itu tetap berisik, namun sepi untukku.
Pikiranku mulai melayang ke tempat lain. Aku tidak membawa banyak nasi, jadi bekal itu habis sebelum kelas dimulai. Aku menyimpan sendok yang berada di tangan kirik-
Ini... Sejak kapan aku mulai mengunakan tangan kiri Untuk makan?
Tunggu, aku juga menggunakan tangan kiri untuk menulis tadi.
Aku sudah bersekolah lama dan ingat hanya menulis menggunakan tangan kananku selama ini. Ada yang salah disini.
Tidak mungkin insomnia menyebabkan ini. Dadaku berdegup kencang, aku memperhatikan teman sekelasku berbincang dan menyadari... Mereka berbicara dengan kosakata yang terbalik!
Aku menahan nafas ketakutan, aku bangun dari posisi duduk, berencana pergi ke kamar mandi untuk menenangkan diri.
Keringat dingin mengucur ketika aku menangkap bahwa setiap suara dari dekat sebenarnya terasa jauh, sedangkan suara jauh terasa dekat.
Wajah-wajah yang kulewati anehnya seperti tertutup lapisan kaca kotor, membuat aku kesulitan untuk melihat dengan jelas.
Rasanya seolah aku terpisah dengan dunia.
Sesampainya aku di kamar mandi, aku mencuci wajahku dengan air dingin, berharap menenangkan diri, saat aku mendongkak ke cermin. Mataku terbelalak, cermin itu tidak memantulkan apapun. Hanya kegelapan yang mengisi refleksiku, dadaku berdegup kencang, aku mundur perlahan.
Aku melihat sekeliling, semua Cermin terlihat lebih gelap dari bayangan, membuatku ngeri. Kepalaku terus berdengung, aku menahan teriakan dan berlari.
Aku terus berlari dan berlari hingga aku menyadari bahwa aku berada di luar sekolah.
Mataku terasa panas, napasku tercekat, takut dan kelelahan membuatku kesulitan bernapas.
"Apa... apa-apaan itu?" suaraku bergetar.
Aneh, sangat aneh. jika dipikirkan lagi, keanehan ini dimulai tepat saat aku bangun atau mungkin tadi malam ketika aku entah bagaimana tertidur pada jam sebelas malam.
Perasaanku tidak salah, ruangan rumah itu terbalik, yang harusnya ada di kiri menjadi dikanan dan begitu pula sebaliknya, Seperti melihat dunia dalam cermin.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Aku melangkah ragu, perasaan takut mulai merayapi tubuhku. Setiap langkah terasa semakin jauh, semakin menjauhkan diriku dari kenyataan. Apakah ini mimpi?
Kuharap ini mimpi.
Aku mulai mengatur pernapasanku dengan baik. Jika diperhatikan lebih cermat, segala sesuatunya tampak seperti terpantulkan, jalan itu terlihat sama, namun sebenarnya, jalan itu terbalik dan pohon juga berpindah tempat.
Yang paling mencolok adalah ketiadaan cahaya yang dipantulkan kaca rumah dan gedung di sekitar.
Dadaku mulai berdegup kencang, kepalaku terus berdengung namun aku menahan semuanya. Pikiranku terus memindai kejadian yang kualami, dari beberapa menit lalu hingga kemarin. Semuanya diputar ulang dikepalaku.
Setelah berjalan cukup lama, aku akhirnya berada tepat didepan rumahku, dan aku akhirnya ingat kejanggalan yang terjadi kemarin.
Cermin. Sebelum tertidur, aku melihat sebuah cermin kecil di mejaku.
Tidak tercium bau apapun dimanapun tempatnya, wajah orang-orang tidak tampak jelas, cermin yang lebih gelap dari bayangan dan letak segala hal tampak seperti kebalikan dari yang seharusnya.
Kuharap ini mimpi.
Yah apapun itu, aku harus segera keluar dari sini.
Setidaknya aku tahu, langkah pertama untuk mencari cara keluar dari sitasiku sekarang adalah menemukan cermin itu... Secepatnya!
---
Dengan hati-hati, aku melangkah masuk ke rumahku.
Yang benar saja, hidupku sudah cukup buruk dengan adanya insomnia ini, apalagi sekarang?
Aku menghembuskan nafas dan berjalan menuju kamar...
Aku membuka kamarku dan melihat kedalam, cermin itu seharusnya berada di meja belajar tepat disamping kasurku. Namun aku tidak melihat adanya cermin disana. Aku mengikuti garis pandang jikalau ada cermin disana, yang mengarah pada dinding. Disana tergantung sebuah jam dinding.
Sekilas, tidak ada yang aneh dari jam dinding itu, bahkan setelah ku cermati, aku tidak menemukan keanehan kecuali kaca yang melapisi jam tidak memantulkan apapun.
Masalahnya adalah, aku tidak memiliki cermin sebesar itu, aku hanya memiliki cermin kecil yang kugunakan untuk dibawa kemana-mana.
Meski begitu, aku mendekati meja dan memerika setiap lacinya.
Kecuali cermin kecil, aku hanya memiliki beberapa barang pribadi yang tidak ada hubungannya dengan cermin sama sekali.
"huh... Apa yang harus kulakukan sekarang?"
Aku terdiam menatap tempat dimana cermin itu harusnya berada, aku tidak bisa memikirkan apapun.
Astaga... Sekarang bagaimana?
Apa yang sebenarnya terjadi padaku? Apakah aku terjebak di dunia cermin, dimana segalanya adalah cerminan dari kenyataan atau apakah aku melihat segalanya dalan perspektif cermin?
"Haish, yang benar saja. Dunia sialan ini."
Dengan linglung, aku berjalan keluar rumah dan memperhatikan orang berlalu-lalang di jalan.
Tiba-tiba, semua mobil berhenti, orang-orang berhenti bejalan, mereka serempak menoleh padaku dan menatap tajam. Aku bersumpah mendengar leher mereka patah hanya demi menatapku.
Beberapa milidetik kemudian, kesunyian itu terpecah dengan orang-orang yang tampak menjadi gila, berteriak sambil menyerbu ke arahku.
"... A."
Merasakan darah mengalir ke kepalaku, aku dengan cepat berlari masuk kedalam rumah dan kemudian menguncinya. Sedetik kemudian, pintu itu dihancurkan oleh banyak orang.
Lalu lebih banyak orang berlari ke kaca di samping pintu dan memecahkannya. Sebelum aku bisa bertindak, sebuah mobil menabrak pintu sekaligus melindas orang disana, aku melihat darah berhamburan, organ dalam keluar, dan mata mereka pecah. Semuanya terjadi begitu cepat. Aku hanya bereaksi setelah tersiram darah yang mengucur. Aku menatap mata pengemudi yang kembali menatap tajam ke arahku. Aku mundur, berlari sambil berteriak.
"ANJING!"
Aku berlari masuk ke kamarku, mengunci dan kemudian menghadang pintu dengan meja.
Setelah itu, aku berdiri. Terdiam, waktu terasa berhenti. Semua suara di sekitarku seolah teredam. Aku tidak tahu harus berbuat apa, hanya menunggu kejatuhan yang tak terhindarkan.
Air mataku mulai mengalir, menyadari tidak ada jalan keluar dari sini.
Bangsat... Ada apa denganku, kenapa aku harus menerima takdir seperti ini?
Air mataku semakin menjadi-jadi. Otakku berpacu, membuat kepalaku berdengung. Aku melihat meja di depanku... Mulai teringat adegan sebelum tertidur kemarin.
Aku berdiri tertegun melihat sebuah cermin, cermin itu memantulkan wajahku... Wajahku?
Ada, ada hal lain yang mirip dengan cermin itu—dan itu ada diwajahku!
Sebelum aku bisa berpikir lebih lanjut, pintu didepanku hancur di tabrak ratusan orang, mereka meraihku, aku berteriak dan mundur yang menyebabkan aku terjatuh, kacamataku terlepas.
Aku tertindih oleh mereka, mereka mengigitku, menusukkan gigi mereka ke setiap bagian tubuhku.
Aku berteriak, hampir menjerit, aku mungkin gila karena—bukannya rasa sakit, fokusku ada pada bau sesuatu, bau darahku yang menyengat.
Ditengah teriakanku, mataku tertuju pada kacamataku.
Kacamata bulat itu kini terlihat menyeramkan, seperti kegelapan yang menyerap cahaya. Aku tidak berpikir, aku hanya mendorong diriku, mencoba menahan rasa sakit di tubuhku yang tergigit oleh ribuan gigi, terus mendorong diriku, dan berhasil menjangkau kacamata itu dengan jariku.
Gelap. Seluruh dunia menghilang.
---