Langit Aetheria malam itu mendung, kelabu gelap menyelimuti kerajaan megah nan penuh intrik. Angin malam berdesir dingin menerpa jubah hitam panjang Blaze saat ia berdiri di sudut istana yang sunyi, menatap bulan yang tersembunyi di balik awan tebal. Bayangan menari-nari di sekelilingnya, seakan ikut merasakan kesedihan yang mengakar dalam hatinya. Sejak kecil, Blaze diasuh Master Kael, seorang guru yang bijaksana, melatihnya dalam seni bela diri dan sihir bayangan serta api gelap yang mematikan. Pelatihan keras itu membentuk Blaze menjadi pembunuh bayaran ulung, bayangan maut yang disegani. Namun, kedamaian itu sirna ketika Master Kael gugur di tangan Ordo Carmesim, organisasi pejuang yang kekuatannya melegenda. Kematian gurunya meninggalkan luka yang menganga di hati Blaze, luka yang hanya bisa diobati dengan balas dendam. Ingatan akan senyum hangat Master Kael dan tawa riangnya bercampur dengan amarah yang membara. Setiap hembusan angin malam seakan berbisik, mengingatkannya pada janji yang telah ia buat. Blaze mengepalkan tangannya, jari-jari yang terlatih itu terasa dingin namun bergetar penuh tekad. Mata tajamnya menatap kegelapan, penuh dengan dendam yang membara. Blaze bersumpah akan membalas dendam untuk kematian sang guru tercinta.
Informasi yang didapat Blaze malam itu mengarah pada Darius, anggota Ordo Carmesim yang berkuasa, seorang pendekar legendaris di kota itu. Kekuatan dan keahlian bertarung Darius terkenal tak tertandingi. Balas dendam memang menjadi tujuan utama Blaze, namun pertarungan ini juga tentang membela kehormatan Master Kael dan menegakkan keadilan yang telah direnggut Ordo Carmesim. Menjelang tengah malam, Blaze bergerak bak bayangan, menyusup ke kota dengan kecepatan yang mencengangkan. Kemampuan sihir bayangannya membuatnya lenyap di antara bayang-bayang, tanpa suara, tanpa jejak. Ia mendekati kediaman Darius, merasakan denyut energi musuhnya, menilai kekuatan dan kelemahannya. Sebuah celah kecil di jendela menjadi jalan masuknya, ia menyusuri lorong-lorong gelap, langkahnya ringan dan pasti. Aroma darah dan keringat terasa samar di udara, menandakan jejak kekerasan yang pernah terjadi di tempat ini. Hati Blaze berdebar, bukan karena takut, melainkan karena adrenalin yang membuncah. Di aula besar, ia berhenti, matanya tajam mengamati setiap sudut, mencari tanda-tanda keberadaan Darius. Keheningan mencekam, hanya diselingi oleh detak jantungnya sendiri. Lalu, suara halus keheningan malam.
"Blaze, akhirnya kau datang," suara Darius dingin menusuk, gema di aula besar itu. "Kau mengira bisa mengalahkan Ordo Carmesim sendirian?" Sinisme tersirat dalam nada bicaranya, namun sorot matanya menunjukkan kewaspadaan. Blaze menarik napas dalam, menenangkan debar jantungnya. Wajahnya datar, tanpa keraguan sedikit pun. "Aku datang untuk membalas kematian Master Kael," jawab Blaze, suaranya beresonansi dengan tekad yang tak tergoyahkan. "Dan kau, Darius, adalah awal dari perhitungan itu." Seketika, Darius muncul dari kegelapan, wujudnya terpancar dalam cahaya bulan yang menerobos jendela. Pedang besar yang tampak terlalu berat untuk manusia biasa, berkilat tajam di tangannya, mengintimidasi. Udara terasa bergetar saat Darius menyerang, serangan pertama yang cepat dan akurat. Bilah pedangnya menari-nari, membentuk pola yang rumit dan mematikan. Blaze menangkis serangan itu dengan cekatan, pedangnya beradu dengan pedang Darius, menghasilkan percikan api yang kecil namun menyilaukan. Pertarungan sengit pun dimulai, gerakan mereka begitu cepat, hampir tak tertangkap mata. Blaze merasakan kekuatan Darius yang luar biasa, tetapi ia tidak gentar. Ia harus menang. Dengan konsentrasi penuh, Blaze mengaktifkan sihir bayangannya, tubuhnya memudar, hampir tak terlihat, bergerak dengan kecepatan yang luar biasa. "Shadow Step," bisik Blaze saat ia menghilang dalam bayangan, kemudian muncul di belakang Darius, pedang bayangannya siap menusuk jantung musuhnya.
Darius menangkis serangan pedang bayangan Blaze dengan cekatan, namun kekuatan sihir bayangan yang tertanam dalam serangan itu membuatnya terhuyung. Tubuhnya bergetar, seaakan terbebani oleh beban yang tak terlihat. Blaze tak memberi waktu Darius untuk memulihkan keseimbangan. Ia langsung melancarkan "Dark Flame Strike," teknik mematikan yang menggabungkan sihir api gelap dengan serangan pedang yang cepat dan akurat. Api gelap, berwarna ungu pekat, meletus dari pedang Blaze, membentuk gelombang panas yang menyapu tubuh Darius. Api itu bukan sekadar api biasa, melainkan api yang dipenuhi energi gelap, membakar tidak hanya daging dan tulang, tetapi juga energi sihir. Darius terdorong mundur beberapa langkah, jatuh terduduk dengan luka bakar yang membara di sekujur tubuhnya. Kulitnya memerah, terkelupas, dan mengeluarkan asap tipis. Meskipun terluka parah, Darius masih berdiri, tatapan matanya penuh dengan kegigihan. "Kau memang kuat, Blaze," suaranya terengah-engah, "tapi aku tak akan menyerah!" Ia mengumpulkan sisa-sisa energinya, menarik kekuatan sihir putih yang tersimpan dalam dirinya. Cahaya putih terang berkilauan di sekelilingnya, mencoba melawan kegelapan yang mengancam. Melihat kesempatan, Blaze mengaktifkan "Shadow Bind." Bayangan di sekeliling ruangan bereaksi, mengalir bak cairan hitam pekat, membentuk ikatan yang kuat di sekeliling Darius, menghentikan pergerakannya. Ikatan bayangan itu bukan sekadar ikatan fisik, tetapi juga ikatan sihir, menekan dan menghambat aliran energi sihir putih Darius. Darius berjuang keras, mencoba melepaskan diri, namun kekuatan bayangan itu terlalu kuat. Blaze kemudian melancarkan serangan pamungkasnya, "Eclipse Flame." Api gelap yang lebih dahsyat daripada "Dark Flame Strike" meletus, menciptakan pusaran api ungu yang mengerikan. Suhu di ruangan meningkat drastis, udara terasa terbakar. Api gelap itu menelan tubuh Darius, membakar sihir putih yang masih tersisa dalam dirinya, menghancurkan pertahanannya. Gelombang panas yang dahsyat terasa hingga membakar apapun di sekitar ruangan, bahkan mulai membakar Jiwa Darius.
Jeritan Darius menggema di aula, suara penuh keputusasaan saat "Eclipse Flame" membakar habis sisa-sisa kekuatannya. Namun Blaze tak memberi ampun. Dengan gerakan yang lebih cepat dari kilat, ia melancarkan "Void Slash," jurus pamungkasnya. Ini bukan sekadar tebasan pedang biasa. Saat pedang bayangan Blaze bergerak, ruang di sekitarnya berdistorsi, tercipta retakan-retakan kecil yang seperti celah menuju kehampaan. Waktu seakan melambat, atau mungkin berhenti sejenak, saat retakan-retakan itu membesar, menyerang Darius dari berbagai arah. Bukan hanya tubuh fisik Darius yang diserang, tetapi juga jiwanya, energinya, dan bahkan keberadaan dirinya dalam kenyataan. Retakan-retakan itu seperti lubang hitam mini, menghisap energi sihir, menghancurkan struktur molekul, dan mencabik-cabik keberadaan Darius hingga ke tingkat dasar keberadaan. Cahaya putih yang sebelumnya melindungi Darius kini padam, tertelan oleh kegelapan "Void Slash." Tubuh Darius hancur, terurai menjadi debu dan energi yang menghilang ke dalam retakan-retakan ruang dan waktu. Bukan hanya kematian fisik, tetapi juga penghapusan total dari eksistensi. Setelah badai sihir mereda, hanya menyisakan keheningan yang mencekam. Blaze berdiri tegak, napasnya masih teratur, menunjukkan kendali penuh atas dirinya. Keringat dingin membasahi dahinya, namun matanya tetap tajam dan bertekad. "Ini untuk Master Kael," bisiknya pelan, suaranya bergema di aula yang sunyi. Ia meninggalkan aula besar itu, langkahnya pasti, meninggalkan Darius yang hancur lebur tak berbekas. Jalan balas dendam masih panjang, jauh dari selesai. Ordo Carmesim dan rahasia kerajaan Aetheria akan terus menjadi targetnya selanjutnya.