Chereads / Persona : Beyond infinity. / Chapter 2 - Sebuah kisah yang diceritakan ulang.

Chapter 2 - Sebuah kisah yang diceritakan ulang.

Hujan masih membasahi kota Batavia, walau demikian hiruk pikuk jalanan kota yang dipenuhi aktivitas tidak menunjukkan tanda-tanda akan luangnya.

Walaupun hari saat ini menunjukkan kalau hari ini adalah hari Sabtu, dan jam menunjukkan pukul 6.50 pagi. Suasana kota tidak ayalnya dengan hari aktif terlepas banyak pegawai kantoran yang saat itu tengah menikmati hari libur.

_

Siaran televisi nampak sedang menayangkan kisah seorang pengemis yang dituduh mencuri 5 batang kayu oleh pengembang setempat, diiringi demo beberapa kelompok masyarakat menolak keputusan hakim yang menetapkan bahwa si pengemis patut dipenjara atas desakan kuasa hukum pengembang. Dari tayangan itu, latar belakang demo yang dibawakan presenter menampakkan langit dengan kondisi teramat cerah tanpa ada tanda-tanda awan mendung.

" Ya ampun sudah berapa lama aku tidak melihat matahari secerah itu ya?" Tanya Noel sembari mengalungkan handuk melingkari leher dan bahunya.

Ia kemudian mengambil kartu nama pemberian Sintia yang ia taruh pada kabinet disebelah dipan.

" Jadi, hari ini aku memiliki janji temu dengan seorang psikopat."

"Psikolog Noel, bukan psikiater..."

Noel tertawa sendiri mengingat ucapan Sintia yang selalu saja berusaha meluruskan plesetan yang sebenarnya terkadang ia sengaja ucapkan guna memancing respon lucu wanita itu.

Ia kemudian meletakkan kembali kartu nama itu, kemudian melangkahkan kakinya menuju balkoni yang menghadap jalanan besar.

" Hari ini juga hujan, berbanding terbalik dengan cuaca pada siaran tadi. Aku masih mengira-ngira entah berapa lama lagi hujan akan berhenti."

Noel mengangkat tangan kanannya dan melakukan peregangan, pandangannya tertuju pada hiruk pikuk jalanan yang nampak padat dari atas balkoni apartemen miliknya. Ia menyenderkan lengan dan membungkuk meletakkan dagu diantara kedua lengan yang tersilang diatas pagar balkoni.

" Hujan sangat identik dengan nostalgia, sebuah derita akan rasa ketidaknyamanan perihal hal yang sudah terjadi. Entah itu karena aroma tanah basah yang tersapu oleh angin atau rasa dingin yang melintasi relung hati. Entahlah, aku selalu merasa kalau semua perasaan yang berkecamuk itu memiliki pesan lain yang hendak disampaikan."

Ia menarik nafas panjang sembari memejamkan mata namun jauh didalam benaknya sebuah rasa gugup yang sejak lama bersemayam tidak menunjukkan tanda-tanda berkeinginan untuk hilang.

" Aku tidak ingat kapan anxiety ini muncul dan apa penyebabnya. Terkadang aku benar-benar bingung perihal apa yang harus aku khawatirkan? Aku berasal dari keluarga yang berkecukupan, kedua orang tua ku masih hidup, ketiga saudaraku adalah orang-orang terpandang bahkan kakak pertama ku adalah seorang ilmuwan yang memimpin riset terhadap dunia quantum.."

Semilir angin pangi melintasi rambut Noel, seketika bayangan kupu-kupu berwarna biru lewat dihadapannya menuju dalam apartemennya membuat Noel menolehkan pandangan mengikuti arah terbang kupu-kupu tersebut.

" Apa yang..."

*Kriiingg*

Noel pun dengan segera berlari kedalam guna mengambil ponselnya, mengabaikan pemandangan yang tadi sempat mengalihkan perhatiannya.

Ia melihat handphone pada kabinet tadi dan tertera nama Sintia yang memanggil.

" Hmm, sangat jarang Sintia menghubungi sepagi ini." Noel mengangkat telepon itu dengan segera karena ia sadar betul apabila Sintia menelepon sepagi ini pasti akan ada hal penting yang harus ia itu sampaikan.

" Noel, kau dimana? Cepat ke kafe sini. Ada orang mencari mu."

" Siapa yang mencari ku, Sintia?

" Nora, katanya ada hal penting yang ingin ia sampaikan."

" Hah, ya ampun orang itu tidak bisa sabar atau gimana sih kan janji temunya nanti siang?"

" Iya dia juga tau hal itu, hanya saja ini pesan penting dari Dokter Eiden untuk mu."

" Baik-baik, yaudah aku segera kesana."

Noel bergegas mengambil pakaiannya, beruntung dirinya adalah morning person yang segera mandi begitu bangun tidur.

Ia berlari menuju lift, melintasi lorong yang diisi dengan banyak ruangan apartemen yang masih tertutup rapat, lorong apartemen nampak sepi mengingat hari ini adalah hari Sabtu dan hampir semua penghuni apartemen adalah para pekerja dengan jadwal kerja 5 hari kerja dan 2 hari libur sama seperti dirinya.

Sesampainya ia di lift, ia bergegas menekan tombol bawah. Sembari menunggu ia mengecek ponselnya, terdapat pesan singkat dari Sintia bahwa ia akan membuatkan sarapan di kafe jadi ia harap Noel segera kesana. Noel terkekeh dengan sikap perhatian perempuan itu yang selalu saja membuat dirinya kerasan.

*Ding*

Pintu lift pun terbuka, disana ada seorang pria berusia 30an sedang mendengarkan musik menggunakan headset nya.

Ia melirik kemudian mengangkat dagunya melihat Noel memasuki lift dengan nampak berpeluh, Noel pun tertawa kecil merespon sapaan pria itu dan orang itu balik mengangkat alisnya sembari kembali menatap ponselnya.

Posisi saat ini adalah lantai 6, berarti pria itu berasal dari platform diatas Noel. Ia tidak mengenali banyak orang yang tinggal disini namun ia sangat yakin bahwa semua orang disini adalah orang baik sebab hanya individu dengan akses residensial kelas 2 keatas yang dapat tinggal.

Terlepas dari penampilannya yang terlihat urakan, pria ini sepertinya bukan orang yang mencurigakan sehingga Noel kembali berfokus kepada dirinya sendiri.

Jarum penanda lift menunjukkan kalau mereka sekarang berada pada lantai 2, itu artinya hanya satu tingkat lagi sebelum ia berada di lobby apartemen.

" Kau harus berhati-hati terhadap traffic hari ini, entah mengapa aku melihat simbol kematian di wajahmu ketika kau memasuki lift tadi."

*Ding*

Lift pun sampai ke lantai dasar, Noel menoleh dengan perasaan gusar namun pria itu segera keluar dari lift

" Jika kau bertemu dengannya hari ini, si pria berhidung panjang tolong sampaikan salamku padanya."

Pria itu kemudian berjalan melewati lobby menuju pintu keluar meninggalkan Noel yang termenung berdiri diantara pintu lift dan ruang lobby hingga seseorang menegurnya.

" Hei kak, sebaiknya kau tidak usah menghiraukan ucapan orang itu. Kami dilantai 7 tidak begitu menyukai perangainya yang agak okultis itu." Kata seorang ibu-ibu yang menggendong anaknya. Kemudian perempuan itu melanjutkan.

" Nama pria itu adalah Tetsuya souo, orang jepang yang menjadi tenaga ahli di kota ini."

" Tetsuya souo ya, entah kenapa nama itu terdengar tidak asing."

" Ya mungkin kau pernah bertemu dengannya sebab kantor mu kan bersebelahan dengan orang itu, Noel."

" Ah begitu ya. Terimakasih ya bu kiki, aku akan mencoba berfikiran positif sebisa mungkin saat merespon sikap negatifnya."

" Ahaha, ia tidak negatif Noel hanya agak eksentrik aja."

Pintu lift pun tertutup, Noel melanjutkan langkah menuju parkiran mobil untuk menuju kafe.

-

*Tring*

" Ah Noel, akhirnya kau datang." Sapa Sintia yang kemudian tanpa basa-basi lagi langsung menarik lengan Noel yang belum mengucapkan sepatah kata apapun.

Di meja 4, tempat dimana Noel biasa duduk wanita yang sepertinya bernama Nora sudah menunggu. Ia mengenakan kacamata hitam dan berambut hitam. Mengenakan blazer putih dan rok pendek warna merah tua. Dengan wajah yang sangat cantik dan nampak oriental seperti perpaduan Filipina dan Cina, hati Noel berdegup gugup hendak menghampirinya.

" Ah selamat datang. Aku Nora salam kenal." Ia kemudian berdiri lalu melepaskan kacamata hendak menyambut Noel dengan sebuah salaman hangat.

Noel menatap tangan yang putih mulus, dengan jam tangan bermerk keluaran Prancis. Harum safron yang keluar dari kulit Nora merangsek kedalam hidung Noel namun ia mencoba bersikap biasa saja dan menyambut jabat tangan itu.

" Salam kenal, aku Noel. Ini kali pertama kita bertemu secara langsung ya."

Nora hanya tersenyum dan menarik tangannya dengan lembut kemudian mempersilahkan untuk duduk.

" Kalian berbincang lah disana, aku akan membuatkan minuman, Noel kamu belum sarapan kan? Aku juga akan membuatkan untuk Nora juga."

" Eh tidak usah repot-repot kak, aku sebaiknya tidak usah. "

Noel kemudian memberikan isyarat agar Nora tidak menolak tawaran itu dengan ekspresi konyol yang seolah-olah menggambarkan bahwa dirinya akan di habisi oleh Sintia apabila menolak tawaran tersebut

Nora menahan tawa dengan lengan kirinya, ia sebisa mungkin mencoba tampil elegan dalam percakapan ini. Noel tersipu malu melihat Nora dan berakhir dengan wajah yang memerah.

" Well, jadi Noel aku disini mewakili Dokter untuk bertemu dengan mu. Sepertinya dia tidak bisa bertemu dengan mu hari ini karena ia memiliki janji temu yang sangat penting dengan seorang tuan tanah atau setidaknya itulah yang ia katakan. Jadi ia meminta aku untuk bertemu denganmu secara langsung pagi ini."

Noel reflek melihat jam tangan yang ia kenakan, tertulis pukul 7.20 pagi. Ia kemudian melihat ke arah Nora. Nora membalas tatapan itu dengan respon aneh.

Noel hanya menggaruk kepalanya sembari berdecak.

" Ada apa apa?" Tanya Nora.

" Tidak, tidak ada apa-apa. Jadi perihal apa nih sampai ia meminta mu bertemu dengan ku? Aku tahu reputasi orang itu sangat baik dan sangat sulit memiliki janji temu dengannya, kenapa ia secara eksklusif Ingin sekali bertemu denganku hingga sampai mencari tau perihal kafe ini padahal tidak sembarang orang dapat bertemu dengannya. Apakah ini semua ada kaitannya dengan, kakak ku?"

Nora menatap heran ke arah Noel,

" Ah soal kakak mu yang merupakan team leader ilmuwan itu? Tidak Noel, walaupun mereka berdua akrab."

" Akrab? Kakak ku, Habil Ardhiyasa akrab dengan Dokter Eiden?" Respon Noel dengan suara pelan.

" Iya betul..." Balas Nora dengan suara lebih pelan lagi.

" Tapi ini semua bukan soal itu, ini lebih kepada hmm bagaimana mengatakannya ya. Sebelumnya aku ingin bertanya, kau adalah anak terakhir bukan, Noel?"

" Iya benar."

" Jadi langsung saja ya Noel, Tanpa basa-basi lebih jauh aku langsung ke intinya saja. Kamu tau kan apa artinya anak terakhir jika berkaitan dengan keluarga besar mu terutama dari garis ayah?"

Noel termenung, ia menundukkan kepala.

" Tidak ada yang dapat melewati usia 30 tahun."

Nora mengangguk pelan. Suasana kafe terasa dingin, hujan diluar membuat percakapan mereka nampak kering namun Nora dengan determinasi penuh mencoba memberikan eksplanasi lebih jauh.

" Dokter Habil menceritakan hal itu kepada Dokter Eiden. Dengan kata lain, alasan kenapa ia sampai menjadi seorang peneliti khususnya berkaitan dengan dunia kuantum adalah perihal situasi ini. Keluarga besarmu seperti dikutuk oleh kekuatan tak kasat mata untuk suatu alasan, kau tau kan apa itu spooky action in the distance? perihal hal itu apakah kau tau kapan terakhir kali anggota keluarga mu yang merupakan anak terakhir meninggal? "

" Ya, setahun sebelum aku lahir. "

" Itu masalahnya.. Noel bagi Dokter Eiden dan Dokter Habil ini sangat janggal. "

Jantung Noel berdegup kencang, ia sudah menebak kelanjutan dari ucapan Nora tersebut. Namun ia mencoba mencairkan suasana dengan sedikit bergurau.

" Jadi bagaimana Dokter Eiden ini dapat membantu ku? Apakah ia akan berkonsultasi dengan kematian agar tidak mengutuk keluarga ku atau ia akan melakukan sesi terapi kepada ku agar aku saat ini ikhlas dan berlapang dada menerima situasi itu agar semuanya nampak lebih mudah?" Tanya Noel penasaran dengan nada pelan mengejek.

Nora mencoba menepis upaya menjawab pertanyaan Noel, alih-alih menjawab ia malah balik bertanya.

" Jadi Bagaimana jika, seluruh anggota keluarga mu yang mati itu adalah diri mu yang lain?"

Noel berkeringat dingin, ia seperti mengingat sesuatu.

" Kau memiliki simbol kematian."

Ucapan dari seorang pria bernama Tetsuya souo, seperti pernah ia dengar di suatu waktu.

Noel kemudian tertawa, " ah tidak mungkin ah bagaimana mungkin manusia bisa terlahir kembali dan ada kekuatan tak terlihat mencoba menghentikan kelahiran orang itu. Lagi pula apa keuntungan bagi mereka jika aku atau diri ku yang lain ini tidak lahir? Respon Noel sembari mengutip kedua jari pada masing-masing tangannya.

Nora lalu mengangkat setumpukkan kartu, dan meminta Noel mengambilnya.

" Aku sudah mengocok semua kartu ini, Noel kau pilih satu dan kita coba buktikan hipotesis ku ini."

Ada 24 kartu, dengan bagian belakang berwarna emas dan hitam. Noel kemudian mengambil satu kartu dan menunjukkannya kepada Nora.

Nora langsung berkeringat dingin, matanya bergerak-gerak seperti orang gugup.

" Nora, ada apa?"

Noel kemudian melihat tampilan depan kartu itu :

The fool arcana

Seketika ruangan dihadapannya seperti berubah, kilasan-kilasan warna biru tua dengan cepat mengganti latar belakang kafe, suara orang-orang yang terdengar riuh perlahan melambat diirigi waktu yang seolah berhenti. Kilatan-kilatan nampak semakin cepat kemudian sosok ular besar melayang diatas kepala Noel ular itu sangat besar sangat sangat besar seolah-olah mampu melahap semesta dan seisinya dan ia menampakkan wajahnya dihadapan Noel kemudian mengatakan suatu dengan suara yang bergema di seluruh ruang hampa itu :

" Apakah dirimu saat ini sudah siap?"

_

Situasi kembali normal, Noel melotot dan kartu itu berubah menjadi kosong.

" Noel, Noel kau tidak apa-apa?" Nora berdiri dan mengguncangkan badan Noel.

" NOEL, SADARLAH!" Sahutnya lagi namun Noel seperti tidak menggubris.

Pengunjung lain mulai berbisik-bisik mengenai situasi itu, Nora nampak panik sembari menatap sekitarnya.

" Nora..."

Tiba-tiba Noel bebas dari belenggu kesadarannya.

" Iya Noel, tolong katakan apa yang kau lihat?"

" Nora..." Noel meneteskan air mata kemudian melanjutkan perkataannya, " Aku akan pulang, tolong sampaikan kepada Eiden sekarang aku mengingat sesuatu." Ia kemudian mengambil kunci mobilnya dan hendak bergegas menuju tempat parkir.

" Noel, kau mau kemana? NOEL?" Nora mencoba meraih Noel namun ia melepaskan cengkraman tangan Nora menuju mobilnya kemudian mengendarainya.

_

Sepanjang jalan, suara orang-orang terdengar memasukin alam bawah sadar Noel. Entah itu berasal dari kehidupan sebelumnya ataupun suara lain yang merupakan situasi aktual selama ia berkendara. Seolah-olah keseluruhan indra yang dimiliki Noel terbuka.

" Kartu itu, the fool arcana. Kartu itu tiba-tiba lenyap dan masuk ke dalam relung hati ku." Ucapnya dengan menggigil.

Noel mengendarai mobil dengan kecepatan sedang dan situasi traffic sedang sangat tenang. Kabut perlahan muncul membuat pikiran Noel makin kacau dan secara perlahan anxiety Noel muncul tanpa diundang.

Rasa bersalah, penyesalan, kesedihan, amarah tiba-tiba merangsek masuk. Ia mengingat kenangan masa kecilnya, yang entah kenangan masa kecil dari dirinya yang mana.

Kematian orang tuanya, kematian kakaknya, kapal yang terbakar, banjir, letusan gunung merapi. Ratusan bahkan ribuan reka ulang bermain di dalam pikiran Noel meninggalkan dirinya dalam keadaan melotot tiba-tiba saja dihadapan mobilnya ada seseorang berpakaian hitam berdiri dan menodongkan pistol kemudian menembak kepala Noel dan mobil yang ia kendarai menabrak pembatas jalan yang memisahkan trotoar kota dan tepian laut.

" Apakah aku akan mati juga saat ini, kematian seperti diri-diri ku yang lain? Tidak akan pernah sampai diusia 30 tahun ya, aku mengulang sebuah siklus setiap 30 tahun, siklus yang akan terus terjadi dan abadi entah sampai kapan. "

Orang-orang berlarian untuk memastikan kondisi Noel yang berada didalam mobilnya, suara sirine mobil ambulan berbunyi keras.

" Ah, aku mati... Rasa sakit ini, begitu membekas. Sensasi saat ruh ku dicabut dari setiap ruas tulang belulang ku. Setiap kenangan yang pernah hidup menimbulkan penderitaan fisik dan meninggalkan luka dalam jiwa ku, bahkan setelah jiwa ini dicabut aku masih dapat merasakan rasa sakit ini, kulminasi dari ratusan pengalaman diriku melalui sakaratul maut, dan bertambah pedih untuk setiap kematian itu."

Mayat Noel diletakkan diatas tandu oleh paramedis, luka dikepala Noel nampak jelas menganga sebuah peluru kaliber .45 Bersarang di otak tengah Noel, masuk dari bagian depan kepalanya. Nora dan Sintia berlari menuju tandu itu, jarak kecelakaan hanya 2 km membuat mereka dapat segera menyusul Noel dan menyaksikan horor dihadapan mereka.

" Aku dapat melihat mereka, Nora dan Sintia. Ah kesadaran ku akan hilang, apakah aku akan terlahir kembali dan melupakan semua ini?"

Perlahan-lahan, pandangan Noel nampak gelap. Dan ia pun hilang ditelan semesta.

Namun tiba-tiba saja, kesadarannya perlahan pulih. Ia membuka matanya kembali. Sayup-sayup dari kejauhan terdengar suara seseorang menyambut.

" Selamat datang di Velvet room."