Darah, sejauh mata memandang, hanya ada darah. Cairan merah pekat itu kini membanjiri tanah yang kini kehilangan warnanya. Udara di sekitarku berat oleh aroma dari besi yang menyengat, bersampur bau daging hangus dan busuk. Jeritan para prajurit kini telah sirna, hanya menyisakan keheningan yang menyesakkan dadaku.
Aku berdiri di tengah pemandangan ini, sendirian. Tubuhku bergeming, napasku berat, seluruh ototku kaku, seperti menolak menghadapi kenyataan. Tongkat sihir di tangan kananku sudah retak, ujungnya kini ternoda darah musuh dan Sekutuku sendiri.
Tiga tahun, tepat tiga tahun sejak perang besar ini di mulai.
'Sekarang... Yang tersisa hanyalah aku sendiri... ' Pikirku dalam hati. Suaraku terasa sangat berat, telah lemah bahkan untuk mencapai bibirku sendiri.
Lututku terasa gemetar. Namun aku harus tetap berdiri, dipaksa oleh tanggung jawab dan rasa bersalah yang menggelayut di bahuku. Di sekelilingku, jasad-jasad berserakan seperti dedaunan yang gugur. Tidak jauh di sana tubuh rekan seangkatan aku kini tergeletak tak bernyawa, matanya kosong menatap langit tanpa arti.
Aku memalingkan pandanganku, hanya untuk melihat sesuatu yang lebih menghancurkan hatiku, 'Rudeus, adikku. ' Pikirku lirih, tubuh kecilnya tanpak rapuh, kini tertutup darah dan debu. Dia sudah tiada.
Tangisku tidak bisa terbendung, 'Dia pergi dengan wajah penuh luka dan kesakitan, aku tidak bisa melindunginya. Aku, yang seharusnya menjadi pelindungnya.'
Sementara itu, sahabatku di sisi lain, tangannya masih memegang erat tombak yang sudah patah. Wajahnya beku dengan senyuman getir. 'Glen... '
Semua ini terasa seperi mimpi buruk yang tak kunjung berakhir. Ingatanku kembali melayang ke sebelum tiga tahun yang lalu, ke hari-hari ketika semuanya terasa hangat. Saat mereka semua masih tersenyum.
Namun sekarang, tidak ada lagi senyuman. Yang ada hanya rasa bersalah dan hampa yang menggerogoti.
'Sebenernya... Untuk apa semua ini?' Gumam ku dalam hati, pertanyaan yang terus menggema dalam pikiranku. Aku memaksakan diriku untuk melangkah, meskipun tubuhku sudah di ambang batasnya. Setiap langkah terasa sangat berat, aku merasakan sakit di seluruh bagian tubuhku, tapi meski begitu aku terus maju.
Langkahku kepada sosok di kejauhan. Raja Iblis. Dia berdiri di tengah medan pertempuran, seperti bayangan kehancuran yang mencengkram dunia. Tubuhnya besar, sisik mengkilap hitam kemerahan menutupi sebagian tubuhnya yang kini tampak retak di beberapa tempat, mengalirkan darah hitam. Matanya merau menyala, penuh dengan kebencian. Sayap-sayapnya robek di sana-sini, tetapi bahkan dengan keadaan seperti itu, dia masih tampak seperti dewa kehancuran.
Dia tidak bergerak. Hanya berdiri, menatap kosong ke medan pertempuran yang telah menjadi kuburan massal.
Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi bagiku, dia adalah pusat dari kehancuran ini. Dialah sumber penderitaan sumber penderitaan dan kehancuran, Lututku semakin melemah, tapi aku memaksakan diriku untuk tetap berdiri tegak, kini tongkat sihir ku hampir patah. Tongkat sihir ini adalah alat sihir terbaik yang aku miliki, tongkat ini yang membantu aku bertahan sejauh ini.
Aku menatap Raja Iblis, dia tampak mengerikan, namun... Ada sesuatu di wajahnya.
'Apa itu kelelahan? Kesedihan? Atau aku hanya menatap pantulan pikiranku aku sendiri? '
'Aku tidak tahu, aku tidak peduli, sialan!' pikirku dalam hati. Kini yang aku tahu hanyalah bahwa aku tidak bisa mengalihkan pandanganku darinya.
'Kenapa... Kenapa kau lakukan semua ini?' tanyaku dalam hati, aku sengaja mengucapkannya dalam hati. Karena aku tidak ingin tahu jawabannya. Rasanya seperti waktu telah berhenti. Kini aku dan dia, berdiri di dua ujung sisi yang berbeda dari kehancuran yang sama.
Aku mendongak keatas, melihat langit. Matahari hampir tenggelam, berlahan langit berubah menjadi merah seperti darah, seakan mencerminkan tragedi yang terjadi di bawah sekarang.
"Apa ini akhirnya? " Tanyaku pada diriku sendiri, kini pikiranku berlahan terasa kosong.
Aku kembali menatap Raja Iblis, sosoknya berdiri di sana, diam. Dia tidak bergerak, tidak berbicara, hanya berdiri diam di sana seperi monumen dari kehancuran.
Aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Tapi satu hal yang pasti, perang ini telah merenggut segalanya dariku, segalanya yang berarti bagiku, semua yang aku sayangi, kini semua telah lenyap.
Dan di tengah kehampaan ini, aku hanya bisa bertanya-tanya, apa yang tersisa untuku sekarang?
Meski terasa berat, aku kembali mengangkat tongkat sihirku. Tangan kananku terasa bergetar, tubuhku sangat lemah, namun pandanganku tetap terfokus pada satu tujuan. Aku tahu betul ini adalah batas ku, tetapi aku tidak punya pilihan. Semua yang telah terjadi, semua pengorbanan ini, hanya untuk satu tujuan ini. Yaitu, menghentikan makhluk yang telah merenggut segalanya dariku.
"Raja Iblis," Ucapku pelan, hampir seperti berbisik, "ini akan menjadi yang terakhir."
Dengan sepenuh tenagaku, aku mengumpulkan mana yang tersisa di tubuhku, aku memusatkannya di ujung tongkatku yang hampir patah. Berlahan energi mulai terkumpul, membentuk bola kecil kebiruan yang berkilau, bola itu memancarkan aura yang sangat kuat. Aku meraskan kekuatan itu mengalir dari melalui tubuhku, meski tubuhku sudah sangat lemah. Itu adalah kekuatan terkahir ku, satu-satunya harapanku untuk mengakhiri semua ini.
Raja Iblis hanya tersenyum. Senyuman yang penuh dengan kebencian, sekaligus penuh dengan kesombongan. Dia tetap tidak bergerak, hanya diam menatapku dari jauh, dia tampak menikmati momen ini, seperti seorang penguasa yang menikmati suatu pertunjukan, Pertunjukan dari kematian.
"Manusia..." Katanya dengan suara yang berat, begitu dalam dan mengerikan, "siapa namamu? "
Aku tidak menjawab, kata-kata darinya tidak layak mendapatkan balasan. Aku hanya terus berfokus, menahan rasa sakit yang berlahan semakin mencekik tubuhku. Aku sadar kini waktuku yang tersisa tidak banyak. Setiap detik yang berlaku seperti siksaan yang lebih menyakitkan dari sebelumnya.
Raja Iblis, melihat diamku, tampaknya dia merasa perluh berbicara lebih banyak. "Manusia... Kau yang memiliki Rune of Seal, kan?"
Aku hanya diam. Aku tidak peduli dengan apa yang dia katakan. Kekuatan sihirku sudah terkonsentrasi di ujung tongkat, dan setiap detik yang aku luangkan untuk berbicara hanya membuang-buang tenagaku saja, tetapi dalam diam ku dia tidak berhenti.
"Kekuatanmu... Kekuatan sialan itu," Sesaat dia tertawa, dia semakin mengejek. "Itu telah menyegel kemampuan regenerasiku."
Tenagaku semakin melemah, aku hampir tidak bisa mendengar kata-katanya dengan jelas lagi.
"Bwahahaha... Kalian pikir dengan membuatku tidak bisa regenerasi bisa membunuhku? Seharusnya kau menyegel keabadianku, kau tahu?"
Tawa itu begitu keras, penuh dengan kesombongan dan kebencian yang memancar dari setiap kata-katanya. Aku tidak tahu apa yang dia coba sampaikan. Dia percaya bahwa segalanya ini hanyalah sia-sia. Dia merasa dirinya tak terkalahkan. Bahkan setelah berabad-abad hidup di dunia ini, dia masih belum pernah bertemu dengan seseorang yang setara dengannya.
"Semua ini sia-sia, kau pikir dengan kekuatanmu sekarang mampu melawan keabadian mutlakku?" Dia melanjutkannya, suara mengejeknya semakin dalam. "Kau tahu, selain Rune of Soul... Aku juga memiliki Rune of immortal."
Aku hampir terjatuh mendengarnya. 'Rune of immortal? Bagaimana bisa...' aku tidak percaya, bagaimana dia mendapat Rune itu, aku memandang Raja Iblis, bagaimana bisa makluk ini memiliki 2 True Rune. 'Jika benar, sejak awal semua ini...' aku menepis semua pikiran buruk ku dan tetap memfokuskan semuanya pada tingkat sihirku.
"Aku abadi!" Raja Iblis melanjutkan, matanya yang merah kini dipenuhi dengan kegilaan. "Aku kekal! Aku tidak akan pernah mati! Bahkan jika kau membuatku habis tidak tersisa sekarang, aku akan tetap hidup! Manusia... Semua ini hanya sia-sia! "
Tiba-tiba, dia mengangkat salah satu tangannya, dan sesaat kemudian, setitik energi hitam yang luar biasa kuat terbentuk, berlahan energi hitam lain muncul dan berputar-putar di sekitar tubuhnya, seolah-olah siap menghancurkan segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Langit sore di atas kami berlahan menjadi hitam, seolah menanggapi kekuatan yang sedang terkumpul pada Raja Iblis.
"Seharusnya kalian tunduk saja tanpa perlawanan," Kata Raja Iblis dengan nada menyesal, seolah-olah dia merasa kecewa dengan pilihan kamu untuk melawan. "Mungkin tidak perluh ada yang mati di sini, jika kalian mau menyerah. Bukankah itu pilihan yang lebih baik?"
Napasku terhenti sejak, aku hampir kehilangan kendali atas emosiku saat mendengar kata-kata itu. "Apanya yang tunduk!?" Teriakku. Suaraku penuh dengan kemarahan. "Sejak awal kau memang menginginkan ini! Kau tidak tertarik dengan makhluk hidup! Yang kau inginkan sejak awal hanya kehancuran! Kau hanya ingin untuk melihat dunia ini hancur!"
Kemarahan itu seperti membakar setiap sel di tubuhku. Aku melihat Raja Iblis berdiri di sana, penuh dengan kesombongan. Dia mengatakan semua itu dengan enteng, seolah-olah semua yang terjadi ini adalah sesuatu yang tidak penting. Tidak ada yang lebih menyakitkan dari pada mendengar kata-kata itu keluar dari makhluk yang telah merenggut segalanya dariku.
"Apa yang kau katakan!? Semua yang terjadi di sini, semua yang telah hilang, semua yang kami korbankan, itu semua penting!" Seruku, suaraku yang penuh dengan kebencian. "Saudaraku! Temanku! Mereka yang telah berjuang mati-matian untuk kedamaian dunia ini! Mereka yang telah berkorban demi keselamatan dunia ini! Tidak ada yang sia-sia! Tidak ada! "
Raja Iblis mengubah ekspresinya. Matanya yang merah terus menatapku, seolah-olah dia tidak mendengar apapun yang aku katakan, dia menatapku seolah-olah aku hanyalah seekor serangga yang mengganggu.
Tapi aku tidak akan berhenti. Aku tidak akan membiarkannya meremehkan pengorbanan semua orang yang telah gugur.
Aku menguatkan cengkraman tanganku pada tongkat sihir, bola energi yang aku kumpulkan semakin besar. Bola kebiruan itu bersinar terang, semakin kuat dan semakin berbahaya. Aku tidak tahu apakah aku akan bertahan setelah hidup setelah ini.
Tapi aku tahu satu hal. Ini adalah pertempuran terkahir. Aku tidak akan membiarkannya merusak lebih banyak di dunia ini. Semua yang telah kita perjuangkan, semua yang telah kita korbankan, itu semua tidak boleh sia-sia.
"Raja Iblis... "Suaraku terdengar semakin berat, tetapi penuh dengan tekad. " Semua ini akan berakhir sekarang."
Aku menarik napasku dalam-dalam, dan melepaskan bola mana itu. Dalam sekejap, bola kebiruan itu melesat dengan kecepatan luar biasa, membelah udara menuju Raja Iblis.
Raja Iblis hanya menatapnya. Wajahnya tidak menunjukkan ketakutan. Hanya ada sedikit rasa ingin tahu. Aku tidak tahu apakah dia yakin bisa menghentikan serangan ini, tetapi sesaat saat bola mana itu mendekat, raja Iblis juga melepaskan bolah energi hitamnya.
Serangan kami bertabrakan. Bola energi kebiruan dari tingkat sihirku, menghantam energi kegelapan milik Raja Iblis, menghasilkan ledakan yang mengguncangkan tanah dan langit, Suara gemuruh itu menggema ke seluruh dunia, dan dalam sekejap, segala sesuatu menjadi kabur, tertutup oleh kabut dan debu.
Dan saat itulah, aku merasa dunia ini benar-benar berhenti berputar. 'Aku tidak percaya, bahkan dengan semua manaku.'
"Aku... Aku tidak akan membiarkanmu menang, Raja Iblis!" Teriakku dengan sisa-sisa tenagaku yang tersisa. "Kau! Seharusnya tidak pernah ada di dunia ini!"
Raja iblis hanya diam, menatapku dengan pandangan yang sulit di mengerti. Sesaat dia tersenyum, hanya sekilas sebelum kembali datar.
"Memang, kau benar..." Jawabnya pelan, suaranya rendah namun menggetarkan. "Tidak seharusnya aku ada di sini.
Raja Iblis menghela napas, seolah merenungi kata-kataku, tapi itu hanya sesaat. Aku tidak punya waktu lebih memikirkan maksud dari dia, kini mana yang tersisa di dalam diriku hampir habis, tubuhku semakin lelah seperti tidak ada lagi kekuatan yang tersisa.
Dengan segenap kekuatan yang ada, aku mengangkat tongkat sihirku untuk sekali lagi. Aku bisa merasakan sisa manaku mengalir, mengalir semakin sedikit, namun aku memaksa untuk satu serangan terakhir, aku tahu ini percuma tapi aku tidak punya pilihan, aku harus tetap bertarung.
Aku melihat Raja Iblis juga bersiap, kali ini salah satu tanganya mengarah ke langit, menciptakan energi hitam yang berputar-putar, seperti sebuah spiral kematian yang siap menghancurkan segalanya yang ada. Kami bersiap, aku tahu kali ini akan benar-benar menjadi yang terlahir. Tidak ada ruang lagi untuk ragu.
"Semua ini akan berakhir!" Teriakku, dan aku melempar bola mana sekuat tenaga, berharap setidaknya serangan ini cukup mampu untuk melukainya.
Pada saat yang sama, Raja Iblis melepaskan bola energinya. Kedua bola itu bertabrakan di tengah udara, menciptakan benturan yang begitu besar sehingga segala sesuatu di sekitarnya bergetar. Tanah di bawah kami seakan terguncang, dan cahaya besar yang muncul dari tabrakan itu menyilaukan mata.
Ledakan itu menggetarkan seluruh medan pertempuran, ledakannya begitu dasyat, karena tubuhnya yang sudah lemah. Aku terlempar oleh kekuatan benturan itu, tubuhku merasakan seperti terhantam oleh batuan besar. Aku memuntahkan seteguk darah saat tubuhku menghantam batu besar di belakangku. Dalam hitungan detik, cahaya yang tercipta perlahan memudar, meninggalkan keheningan yang semakin menyesakkan dadaku.
Aku merasakan tubuhku lunglai, pandanganku semakin kabur, semuanya terasa semakin gelap. Semua energi yang aku miliki habis, dan tubuhku terasa seperti tak memiliki kekuatan lagi. Aku tersungkur ke tanah, tubuhku terasa sangat berat. Butiran keringat mengalir di dahulu, dan udara terasa semakin tipis seiring hilangnya kesadaran dan kekuatan sihir dalam diriku.
Mataku yang kabur hanya bisa melihat bayangan gelap yang mendekat. Raja Iblis. Dia masih saja berdiri tegak, seolah tidak ada yang terjadi. Sementara aku, tubuhku sudah tidak berdaya, hampir tidak bisa bergerak. Aku rasa aku sudah tidak bisa berdiri lagi. Bahkan untuk mempertahankan kesadaranku saja sudah sulit.
Pandanganku semakin kabur, aku menatap raja Iblis dengan pandangan kosong, kini aku benar-benar hampir kehilangan kesadaranku. Dia berjalan ke arahku berlahan, langkahnya begitu pasti. Tidak ada rasa terburu-buru di dalam dirinya, hanya langkah lambat dan penuh dengan kesombongan.
Raja Iblis mengamati ku, "kau bahkan sebentar lagi mati, manusia. Hampir tidak ada energi lagi di tubuhmu sekarang."
Suara Raja Iblis itu terasa seperti sabetan pedang di hatiku. Aku sudah berada di ujung jurang, dan dia dengan santai menginjakkan kaki di atasnya. Aku ingin melawan, tetapi tubuhku tidak mendengarkanku lagi. Aku hanya bisa berbaring di tanah, merenungi semua yang telah terjadi.
Aku tahu ini saatnya. Ini mungkin adalah saat terakhirku, saat di mana semuanya akan berakhir sia-sia.
Aku berusaha untuk berbicara, meski kata-kataku itu keluar dengan sangat pelan, hampir tidak terdengar. "Aku..." Aku menatap Raja Iblis, merasakan setiap desahan napasku semakin lemah. "Namaku... Lyon."
Aku menyebutkan namaku. Sebuah nama yang sudah tidak punya arti lagi di dunia ini, di tengah kehancuran yang ditinggalkan oleh peperangan yang telah berlangsung begitu lama. Nama itu keluar dari bibirku, bukan untuk membuatnya mendengar, tetapi untuk mengingatkan diriku sendiri. Mengingatkan aku tentang siapa diriku. Mengingatkan aku bahwa meskipun semuanya akan berakhir, aku pernah ada di dunia ini. Aku pernah berjuang untuk sebuah harapan.
Raja Iblis berhenti beberapa langkah dariku. Dia menatapku, wajahnya yang garang berubah sedikit, tapi hanya sedikit. "Lyon," katanya pelan, mengulang namaku dengan nada yang berbeda, seolah-olah mencoba meresapi kata itu. "Sebuah nama yang..." Untuk sesaat kalimat Raja Iblis terhenti.
Sesaat sebelum dia bisa melanjutkannya, tiba-tiba sebuah lingkaran besar muncul di bawah kami. Lingkaran itu berkilau dengan cahaya biru dan hitam yang bercampur, dan di dalamnya terjalin ribuan lingkaran sihir yang saling berhubungan, menciptakan pola yang mengerikan. 'Ini bukan sihir biasa, ini adalah sihir terlarang, tapi sejak kapan? Bagaimana bisa manusia ini...'
"Sihir terlarang! Segel Neraka! Gerbang Neraka Geneha!" aku berteriak dengan suara yang hampir tidak terdengar, hampir hilang oleh darah yang terus mengalir dari tubuhku yang kelelahan.
Rantai-rantai besar, hitam dan berkilau dengan kekuatan tak terbendung, muncul dari dalam lingkaran sihir dan melilit tubuh Raja Iblis. Setiap rantai mengunci bagian tubuhnya satu per satu, menariknya dengan kekuatan yang luar biasa. Raja Iblis berteriak keras, marah dan penuh kebencian, tetapi rantai itu semakin menjeratnya, menghentikan pergerakannya.
"Kau! Dasar manusia rendahan!" teriak Raja Iblis, suaranya penuh dengan amarah yang membakar. Energi jahat yang ia lepaskan membuat tanah di bawahnya retak, namun itu tidak cukup untuk menghentikan sihir yang telah kujalankan.
"Aku memang manusia rendahan," aku berkata pelan, tubuhku hampir roboh di tempat. Meski sulit aku mencoba kembali bangkit dan aku membentuk lingkaran sihir lain, kali ini lebih rumit, lebih kuat, meskipun tubuhku sudah hampir kehabisan tenaga. Seteguk darah keluar dari mulutku lagi, dan mataku mulai mengeluarkan darah, tetapi aku terus bertahan. Setiap detik terasa seperti beban yang tak tertahankan, namun aku tahu, ini adalah satu-satunya jalan untuk menghentikan Raja Iblis.
"Maaf semuanya," aku berbisik, lebih kepada diri sendiri daripada pada siapa pun. "Hanya ini yang bisa aku lakukan. Kalian boleh membenciku karena ini." Kata-kata itu terasa seperti pisau yang menusuk hatiku. Aku tahu, pengorbananku akan membawa akibat yang sangat besar.
Mereka yang gugur di medan perang teman-temanku, saudara-saudaraku, bahkan adikku semuanya akan terikat selamanya dalam neraka Geneha. Mereka tidak akan bisa reinkarnasi, namun aku sudah kehabisan cara sekarang, hanya ini yang bisa aku lakukan.
"Sihir terlarang... seharusnya ini memerlukan pengorbanan besar," Raja Iblis berkata, nada suaranya berubah. Aku bisa merasakan dia sedang mengamati perubahanku wajahku, dia menyadari sesuatu yang lebih besar daripada yang dia duga. "Dan dengan ukuran ini..." Raja Iblis terdiam sesaat, lalu menatapku dengan senyum lebar yang penuh kebencian. "Kau memakai seluruh jiwa di medan pertempuran, ya! Bhahahaha! Kau! Kau sama jahatnya denganku rupanya!"
"Diam!" aku berteriak, meskipun suaraku penuh dengan darah dan rasa lelah yang luar biasa. "Aku akan menghentikanmu!"
Raja Iblis tertawa keras, suara itu memecahkan kegelapan langit di atas kami. "Kau bahkan mengorbankan jiwa mereka! Kau tahu mereka akan selalu terikat di neraka bersamaku! Menderita dengan segala kesedihan dunia, selalu terulang tanpa henti. Mereka tidak akan pernah bebas, Lyon! Mereka akan tersiksa selamanya!"
Aku hanya bisa diam, menerima semua kata-kata kebenciannya. Setiap kata yang keluar dari mulutnya adalah penghinaan terhadap seluruh perjuangan yang telah kulakukan. Tapi aku tahu, ini adalah jalan yang harus kuambil. Tidak ada pilihan lain. Semua yang tersisa sekarang hanyalah pengorbanan.
"Teman seperjuanganmu! sahabatmu! bahkan saudaramu!" Raja Iblis melanjutkan dengan senyum yang semakin mengerikan, "semua akan menderita bersamaku di Geneha, Lyon! Mereka akan terjebak selamanya!"
"Setidaknya ini akan menghentikanmu!" aku berkata, dengan suara yang hampir hilang. Aku memfokuskan seluruh sisa energi yang ada dalam diriku, mengarahkan tongkat sihirku ke pusat lingkaran sihir yang semakin besar. Setiap detik terasa seperti pertempuran untuk mempertahankan kesadaranku. Aku tahu, ini adalah akhir, namun aku tidak akan mundur.
Raja Iblis tertawa terbahak-bahak, matanya yang merah menyala memancarkan kebencian yang luar biasa. "Menghentikan apa? Suatu saat aku akan keluar, sedangkan mereka akan kekal di sana! Kau jahat, Lyon! Bwahahaha!"
Aku menggertakkan gigi, menahan rasa sakit yang semakin tak tertahankan. "Suatu saat...," ucapku perlahan, suara itu terbungkam oleh darah yang terus keluar dari tubuhku, "Suatu saat di masa depan, pasti akan ada yang mengalahkanmu dan membebaskan semuanya. Aku percaya itu." Kata-kataku mungkin tampak lemah, tetapi aku tahu, aku percaya. Selalu ada harapan, meskipun gelapnya sangat pekat.
Raja Iblis terdiam sejenak, matanya menunjukkan sedikit kebingungan. "Kau yakin?" katanya, hampir terdengar ragu. "Aku beri tahu, ini bukan pertama kalinya aku disegel, Lyon. Semua sama pada akhirnya. Aku akan bebas dan tidak akan pernah ada yang mengalahkanku. Tidak ada seorang pun yang bisa menghentikanku!"
"Kita lihat saja nanti, Raja sialan," aku berkata dengan penuh kebencian, walaupun tubuhku hampir roboh. Aku merasakan sihir yang aku gunakan mulai menarik tubuh Raja Iblis ke bawah, ke dalam gerbang Neraka Geneha yang semakin besar, semakin kuat.
Lingkaran sihir yang menahan Raja Iblis semakin berkembang, menghisap semua energi yang ada. Tanah di bawah kami mulai bergetar hebat, dan gerbang Neraka Geneha yang mengerikan terbuka semakin lebar. Itu lebih besar dari gunung, lebih mengerikan dari apapun yang bisa aku bayangkan.
"Suatu saat aku akan keluar, Lyon," Raja Iblis berkata, suaranya penuh dengan keyakinan yang menakutkan. Namun, meskipun suaranya keras dan penuh kebanggaan, aku bisa melihatnya mulai terseret ke bawah, menuju gerbang yang menghisapnya tanpa ampun.
Aku menatapnya dengan mata yang semakin kabur, namun di balik kabut itu, aku merasakan kemenangan. "Tidak akan ada lagi teror darimu, Raja Iblis. Tidak ada lagi penderitaan yang akan kau timbulkan."
Raja Iblis hanya diam, tak lagi berusaha melawan. Dia semakin tertarik ke bawah, semakin tenggelam ke dalam gerbang Neraka yang luas dan mengerikan. Seiring waktu berlalu, tubuhnya semakin menghilang, ditarik oleh kekuatan tak terbayangkan dari dalam tanah.
"Akhirnya, " Ucapk lirih pelan.
"Apanya yang 'akhirnya' Lyon?" Suara Raja Iblis menggema, mengguncang bumi dan jiwaku, Teriakan itu begitu penuh dengan kebencian, seolah dia tahu pertempuran ini belum berakhir.
Aku terengah, nafasku terasa terhenti sejenak. Tubuhku gemetar hebat, namun aku tak bisa mengalihkan pandanganku darinya 'bagaima bisa... Apa-apaan kekuatannya, dia masih mencoba melawan sihir terlarang ini'. Raja Iblis kembali mencoba untuk melawan, memaksakan dirinya keluar dari gerbang neraka geneha yang seharusnya menjadi penjara abadi bagi dirinya. Dia, Raja Iblis terlihat tidak akan menyerah.
Dia berdiri di sana, wajahnya terdistorsi dengan kemarahan, matanya yang merah membara penuh kebencian. Dengan langkah yang lambat dan penuh ancaman, meskipun rantai dari gerbang geneha menahannya. Tapi, ia tetap maju ke arahku.
"Kau berbicara seolah-olah semua sudah selesai, " Ujarnya dengan suara yang begitu berat, dia menggerakkan giginya dan menatapku dengan kebencian. "Kau bilang akan ada yang mengalahkanku? " Ia tertawa rendah, tawa yang mengerikan, hampir seperti bisikan dari kegelapan itu sendiri, "baiklah, mari kita buktikan. "
Wajahku semakin memucat. Aku tidak tahu apa yang akan datang. Dia mengangkat salah satu tangannya, aku merasakan udara di sekitarku mulai menegang, berubah menjadi sesak, mencekik setiap napas yang kuambil, sebuah aura gelap yang sangat kuat mulai berputar di telapak tangannya, semakin lama semakin besar, menakutkan.
"Bersama Lyon! " Suaranya yang penuh kebencian. Sesaat, rasa sakit yang tak terbayangkan menghantam tubuhku. Aku merasa seolah-olah tubuhku akan hancur, terurai menjadi serpihan-serpihan kecil yang tak berarti. "Ap-akh!? " Jerit ku. Namun suaraku terendam dalam deru kekuatan yang luar biasa. Seluruh tubuhku terasa seperti di robek dari dalam, setiap tulang, otot, dan pembuluh darahku berteriak kesakitan. Aku merasa ada sesuatu yang sangat kuat menghisap segala kekuatanku.
Semua rasa sakit itu menyatu menjadi satu, sangat intens. Sangat mengerikan, tubuh terasa akan meledak dan aku bisa merasakan darahku yang mengalir deras keluar dari tubuhku, mencemari tanah yang kini telah berlumuran darah dan air mata dari pertempuran yang panjang ini.
Aku hampir tidak bisa melihat apa-apa lagi, mataku sepenuhnya hanya dipenuhi dengan putih, semua rasa sakit yang aku ceritakan seolah-olah tak ada habisnya. Bahkan napasku terasa begitu berat, seolah-olah dunia ini terasa semakin gelap dan sempit. Aku tidak bisa bernapas, bahkan untuk sekedar berteriak aku tidak bisa. Hanya rasa sakit yang terus merobek tubuhku dan suara raja Iblis yang semakin keras, dia tertawa dengan penuh kepuasan yang mengerikan.
"Kau akan abadi juga, Lyon! " Teriak raja Iblis dengan penuh ancaman, "aku memberimu kutukan, kau tidak akan pernah merasakan kematian, kau akan selalu hidup sepertiku! Jadi, sampai saat itu... Tunggu aku! " Suara begitu penuh dengan kebencian, dan dalam Kata-katanya aku merasakan betapa dia benar-benar ingin melihatku menderita, melihatku terus hidup dalam penderitaan tak berujung. Aku merasakan kutukan itu mulai meresap ke dalam sel tubuhku, menjalar ke setiap sel tubuhku, menjalar ke setiap sudut pikiran dan jiwaku, itu bukan hanya fisik. Ini adalah kutukan yang mengikat seluruh kehidupanku.
Sekali lagi, tubuhku bergetar hebat, setiap otot terasa terkoyak. Darah keluar dari seluruh tubuhku, dari mulutku, mataku, bahkan setiap pori-pori kulitku. Aku menjerit lagi, namun suara itu Seakan-akan tak bisa keluar dari tenggorokanku yang sudah tercekik rasa sakit.
Sepertinya waktu berjalan begitu lambat, setiap detik seperti berjam-jam, aku merasa tubuhku semakin hancur. Dan, seiring dengan rasa sakit yang semakin hebat, pikirkanku menjadi kabur, seakan semuanya menjadi gelap. Menghabur seperti asap yang di telan oleh angin. Aku ingin menyerah. Aku ingin mati, Tetapi aku tahu, itu tidak akan terjadi. Raja Iblis tidak memberikanku pilihan untuk mati. Dia memberiku kutukan untuk hidup selamanya.
"Mari kita lihat, apa akan ada orang yang kau harapkan itu! " Kata Raja Iblis, seolah dia tahu bahwa harapan itu hanya kebohongan semata. Harapan itu hanyalah ilusi, dan aku akan hidup dalam kegelapan selamanya, menunggu kematian yang tak akan pernah datang.
Aku hampir kehilangan kesadaranku. Setiap napas terasa seperti pisau yang menusuk, dan seluruh dunia semakin kabur, semakin jauh, semakin gelap. Aku merasa seolah-olah berada dalam ambang kehancuran total. Tidak ada jalan keluar. Tidak ada yang bisa aku lakukan dengan rasa sakit ini.
Namun, di tengah kegelapan dan kehampaan yang menyelimuti pikiranku, ada satu hal yang tidak bisa aku hapus, satu pikiran yang bertahan meski tubuhku hancur, meskipun jiwaku hampir retak. "Aku tidak bisa menyerah, " Ucapku, meskipun aku hampir tidak bisa berpikir jelas. "Aku tidak bisa biarkan ini berakhir seperti ini, aku tidak bisa membiarkan semua pengorbanan itu sia-sia. "
Sebuah cahaya samar mulai muncul, di ujung kesadaranku, yang hampir hilang. Aku tahu itu bukan cahaya tubuhku yang hancur, melainkan cahaya hati yang masih hidup. Ada harapan yang belum padam.
Aku masih bisa merasakan harapan itu, meskipun itu sangat kecil. Ada orang-orang yang memperjuangkan hidup ini, ada mereka yang berharap dunia ini bebas dari kegelapan. Dan aku tau, aku harus bertahan.
"Aku akan menemukan jalan, " Bisikku pelan, hampir tidak terdengar oleh diriku sendiri. "Aku tidak akan membiarkanmu menang. "
Dengan sisa kesadaranku aku merapalkan dua mantra ciptaanku sendiri ke tubuhku, dan berlahan kesadaranku menghilang, sementara itu tubuh raja iblis kembali tertarik kebawah, dia menatap tubuhku yang tidak sadarkan diri dengan penuh kebencian. "Tunggu aku kembali, Lyon. "
...
200 Tahun Berlalu
Hari ini adalah hari perayaan 200 tahun sejak kemenangan besar aliansi ras melawan Raja Iblis, sebuah peristiwa yang mengubah sejarah dunia selamanya. Perang besar itu tidak hanya mengakhiri kekuasaan gelap Raja Iblis, tetapi juga melemahkan ras iblis hingga mereka terpaksa mundur ke Kekaisaran Utara, sebuah wilayah terpencil yang kini dikenal sebagai Tenebrax Dominus. Wilayah itu dibatasi oleh dinding besar yang melindungi dunia dari potensi ancaman baru.
Namun, penerus tahta Raja Iblis, yang dikenal sebagai Pangeran Nachtos , memilih jalur yang berbeda. Dua dekade setelah perang, ia menandatangani perjanjian damai dengan semua ras, berjanji untuk mengakhiri konflik berkepanjangan dan membangun kembali keharmonisan. Meskipun hubungan tetap dingin, dunia telah menikmati dua abad kedamaian yang rapuh, dengan hanya sedikit gesekan antar ras.
Di pusat ibukota ras manusia, berdiri megah sebuah batu monumen raksasa, yang dikenal sebagai Batu Pengorbanan. Batu ini diukir dengan ribuan nama para pejuang yang gugur dalam perang, dari semua ras manusia, elf, dwarf, hingga beastman. Setiap 10 tahun sekali, warga kota dari berbagai penjuru berkumpul untuk memberikan sesembahan bunga putih, sebagai tanda penghormatan dan pengingat akan pengorbanan besar yang telah memungkinkan dunia menikmati kedamaian. Hari ini, monumen itu dipenuhi oleh lautan bunga putih, simbol dari harapan dan rasa syukur yang tak pernah pudar.
Namun, jauh dari hiruk pikuk perayaan, di atas sebuah bukit sunyi di luar kota, berdiri sebuah makam kecil. Di sana, tertancap sebuah nisan sederhana bertuliskan:
"Lyon Goddsky, Sang Kaisar Sihir. Pahlawan yang tidak akan pernah dilupakan."
Makam itu dianggap sebagai tempat peristirahatan terakhir Lyon, seorang penyihir legendaris yang dikatakan telah mengorbankan dirinya untuk menyegel Raja Iblis selamanya. Namun, tak ada yang tahu pasti apa yang sebenarnya terjadi pada tubuhnya. Dalam sejarah resmi, disebutkan bahwa Lyon hilang dalam pertempuran terakhir, dan yang dikubur di sana hanyalah peninggalan yang ditemukan di medan perang. Meski begitu, setiap tahun, sejumlah kecil orang penyihir muda, keturunan para pejuang, bahkan anak-anak kecil yang mendengar kisah kepahlawanannya datang untuk meninggalkan bunga, berharap dapat memberikan penghormatan pada salah satu pahlawan terbesar dunia.
Tapi tak ada yang tahu rahasia di balik makam itu.
Jika seseorang cukup jeli, mereka mungkin menyadari bahwa tanah di sekitar makam itu tidak pernah berubah meski sudah ratusan tahun berlalu. Rumput tetap hijau segar, dan udara di sekitar bukit itu selalu terasa hangat. Jika seseorang cukup berani untuk mendekat di malam hari, mereka mungkin melihat kilatan cahaya samar yang kadang-kadang muncul di sekitar makam.
Dan di kedalaman yang lebih gelap, di balik nisan sederhana itu, rahasia besar terpendam, Lyon tidak pernah mati. Kutukan Raja Iblis masih hidup di dalam dirinya, membuatnya terjebak dalam keabadian. Untuk dua abad terakhir, Lyon terus hidup, tersembunyi dari dunia, di suatu tempat di wilayah Kekaisaran barat.
Bersambung...