Gemuruh pistol dilayangkan, diiringi suara jeritan, tangisan, dan hentakan kaki tak berirama. Sekumpulan asap mengepul di beberapa bagian bekas tembakan, hingga merebak ke segala arah. Suara reruntuhan bangunan yang diterjang oleh ganasnya bidikan sang pelempar granat, terkikis sedikit demi sedikit, mengukir keretakan tembok yang semakin melebar. Pagi yang sangat mencekam, sekiranya pukul 8.
Beberapa pria kekar berseragam hijau lumut, dengan formasi siaga dan senjata khusus, menyerang para Twilight kecil, lantas membawanya paksa menuju mobil tahanan. Borgol khusus anti twilight mengikat erat pergelangan tangan mereka sebagai upaya siaga jikalau mereka berambisi untuk melawan.
"Tangkap mereka!!" Beberapa kali seruan yang sama dilontarkan oleh sang komandan, menggema hingga ke seluruh ruangan.
Tak ada satupun serangan balasan dari para twilight setelah sebelumnya para militer berhasil menyemprotkan gas khusus untuk melumpuhkan kekuatan mereka, setidaknya hingga mereka sampai di markas terdekat.
"Pasukan kembali sesuai formasi!" seruan terakhir dilontarkan, kode untuk para pemburu Twilight agar segera mengakhiri.
***
Tepat pukul 5 sore, ketika sang senja menampakkan sinar oranye nya, 3 sejoli yang selesai mengasah sihir mereka, datang dengan perasaan murka.
"Lihatlah, semuanya hancur berantakan! DASAR MILITER SIALAN!" pekik Anne, gadis tomboy berambut cepak, geram. Tangannya dengan segenap emosi menggenggam peluru mungil dari insiden tadi pagi, lantas dengan gusar langsung dibantingnya.
Jaky, lelaki kutu buku berkacamata bulat, ketua dari para twilight di wilayah itu, dengan nada segan, berusaha menenangkan emosi temannya yang mulai meledak-ledak. "T-tenanglah, Anne.. Nggak usah emosi begitu.. sekarang, kita pikirkan jalan keluarnya saja, ya?"
Anne menatap Jaky dengan kilatan mata tajam, sehingga membuat Jaky seketika memalingkan pandangannya.
"Menurutku, kau adalah kapten terburuk dalam tim ini! Bagaimana bisa mendiang Mama Fify memilihmu saat itu. Orang yang paling kikuk dan sulit mengambil keputusan! Kita semua adalah tim yang tersisa! Kau pasti ingat betul, apa pesan mendiang Mama Fify, kan?! Ya, menjaga satu sama lain dari gangguan para militer sialan itu, hingga kita sampai ke markas twilight pusat! Tapi sekarang, lihatlah!" bentak Anne sembari menunjuk-nunjuk wajah Jaky.
Sedangkan Lucy, yang berusaha menjadi penengah diantara cekcok dari kedua temannya, meringis dengan ucapan Anne yang terlalu blak-blakan. "Ahh, A-anne, jangan begitu.."
Tak ada kata-kata perlawanan dari Jaky setelah ucapan Anne menghunjamnya tanpa henti. Mulutnya terkatup rapat-rapat, dengan kepala yang tertunduk semakin dalam. Umpatan yang keluar dari mulut Anne barusan berhasil membuat relung hati yang dikukuhkannya sejak trauma mendalam di masa lalu, kini perlahan hancur menjadi kepingan puzzle. Sesak yang dirasakannya. Seperti dicekoki oleh sebuah kenyataan, bahwa suara-suara negatif yang selalu mengganggunya setiap malam itu benar adanya. Kenyataan, bahwa dia adalah kapten terburuk, yang berani menggadaikan teman-temannya yang tak berdaya.
Sedangkan di sudut yang lain, Grishie, gadis blonde, dengan postur tubuh yang tak terlalu tinggi, menyapu bersih seisi ruangan dengan sihir matanya, barangkali ada sebuah petunjuk yang tak sengaja ditinggalkan. Bangunan itu hampir setengahnya rusak parah dari lantai hingga ke atapnya. Lantai yang jebol, retakan tembok yang semakin bercabang, hingga puing-puing kecil yang berserakan akibat sentilan granat dari berbagai arah. Barang-barang yang ditinggalkan para twilight nampak seperti benda lusuh yang tak terurus. Kotor, berdebu, dan tak sedikit yang telah koyak.
Di tengah keseriusannya mengobservasi ruangan, meninggalkan Anne yang bermulut paling pedas mengomeli ketua mereka, seketika matanya terhenti pada sebuah kain merah yang tergeletak di salah satu bongkahan tembok tak jauh darinya. Dengan langkah cepat, Grishie menghampiri benda itu, lantas di raihnya. "Syal?" pikir Grishie.
Syal itu terlihat lusuh akibat terlalu banyak menyerap asap dan debu-debu yang ditinggalkan oleh para militer. Syal berwarna merah maroon yang terbuat dari serat kain wol yang dipintal secara manual, dengan nama Grishie di bagian ujungnya. Sebuah syal yang mengingatkannya pada seseorang di masa lalu. Seseorang yang memberikan kenyamanan, pula ketakutan tiada tara, yang selalu membekas dalam ingatannya.
***
Kala itu,
"Kak Harris, bangun!" pinta Grishie dengan luka kecil di beberapa bagian tubuhnya.
Nyala amarah pistol dan granat terus dilayangkan ke arah panti. Memaksa seisi panti berlarian kalang kabut, hingga keluar dari rumah tua yang tersembunyi di tengah-tengah hutan belantara. Sehingga para militer itu tak perlu melakukan kerja ekstra untuk menangkap para twilight yang menghuni rumah itu. Lagipula, mereka semua hanyalah bocah ingusan yang kebetulan memiliki sihir yang dapat membuat geger seluruh dunia.
"Begitu ada twilight yang keluar, langsung tangkap! Nggak usah takut! Gas khusus anti twilight telah di semprotkan ke seisi ruangan!" Begitu sekiranya ucapan sang komandan kepada prajuritnya.
"Kak Harris, banguunn!! Teman-teman sangat ketakutan.. Kami harus bagaimana.. Mama nggak ada.. Kami nggak bisa menemukan mama.." pinta Grishie sekali lagi, menggoyang-goyangkan tubuh Harris yang terkena senapan nyasar di bagian perutnya. "Kak Harris bilang nggak bakal ninggalin Grishie, kann.." Tetesan air mata membasahi pipi mungil Grishie yang kala itu masih sangat belia, menghiraukan teman-temannya yang berlarian tak tentu arah.
Dor..dorr..dorrr..
Darah. Darah. Dan darah.
Beberapa dari temannya tumbang, dengan darah yang mengucur semakin deras di bagian tangan dan kakinya. Peluru itu menembus masuk ke dalam kulit mereka, hingga meninggalkan bekas lubang buntu sebagai pintu persemayaman. Tapi sepertinya, tujuan dari para militer bukanlah untuk memusnahkan, tapi hanya sekedar melumpuhkan saja. Sehingga, para twilight kecil itu hanya bisa terbaring, sembari merintih kesakitan.
Dulu, para twilight pernah hidup bahagia layaknya manusia biasa. Bahkan, beberapa diantaranya menggunakan sihirnya untuk pekerjaan, seperti pesulap, bartender, arsitek, dan beberapa pekerjaan lainnya. Namun, ketika perang dingin terjadi, para twilight tua maupun muda dikerahkan untuk menjadi garda utama melindungi negara, menyisakan beberapa twilight kecil dan para wanita. Lantas, setelah kemenangan mutlak berada di kalangan mereka, dengan bantuan para twilight yang hanya berada di wilayah mereka, para pemerintahan negara mengerahkan seluruh pasukannya untuk menangkap semua para twilight yang tersisa, lalu memanfaatkannya untuk menguasai dunia. Dan dalam sejarahnya, ketika pemerintah dunia menentang akan adanya klan twilight, akhirnya para anggota pemerintah membuat skenario buruk, bahwa twilight harus dimusnahkan seluruhnya. Padahal, dalam kenyataannya, pemerintah membunuh para twilight yang tak mau patuh dan menyisakan twilight-twilight penurut, lalu di sembunyikannya sebagai kartu AS negara, ketika negara hendak memperluas wilayah kekuasaannya.
Perlahan, Kak Harris membuka matanya. Menciptakan sedikit rasa lega dalam benak Grishie, meskipun deruan pistol dan granat masih tak mau berhenti.
"Gris-shie, larilah! Kita nggak a-kan bisa, melawan p-para militer itu. Kekuatan kit-ta telah di-netralkan untuk semen-tara waktu.. jadi, selagi k-amu masih bisa ber-lari.. larilahh!!" pinta Harris yang berusaha menahan rasa sakitnya.
"T-tapii.. Kak Harris sudah janji, kann.. Kak Harris bakal terus sama aku.."
Sebuah tangan mengusap-usap lembut rambut Grishie, di iringi dengan senyuman lembut yang penuh arti. "Kalau-pun aku ma-ti disini, aku b-bakal terus disis-si kamu, kok.."
Grishie menangis sesegukan. Air mata yang tadinya hampir mampet, kini malah bocor semakin deras. Diraihnya tangan Harris dengan gemetar, lantas di tempelkan ke pipi kanannya. "Kalo Kak Harris mati, aku juga harus mati!"
Dorr.. dorrr..
Di tengah romansa kedua sejoli yang berbeda usia, sebagian dari para militer yang bertugas membawa borgol menerobos paksa rumah tua itu, dan menangkap para twilight yang telah lemah tak berdaya, lantas menyeretnya masuk ke dalam mobil tahanan.
Sedangkan di sisi lain, salah satu militer dengan postur tinggi dan gagah, berdiri tepat di depan Grishie dan Harris dengan raut menantang. "Ck, ck, ck, sempat-sempatnya kalian berdua bermesraan di depanku? Bukankah ini tidak sopan??"
Harris mendelik.
"G-Grishie.. cepat sembunyi!!"
Militer itu menyeringai lebar, lantas dengan cepat menarik kerah baju Grishie, hingga terkoyak. Tubuh mungil Grishie yang secara otomatis mengikuti arah tarikan itu, lantas di lemparkan hingga menabrak puing-puing tak jauh darinya.
"Grishiiee!!!" teriak Harris yang berusaha bangkit untuk menolong gadis yang sangat dicintainya, tapi tak mampu. Gerakan tiba-tiba malah membuat lukanya semakin terbuka.
Sedangkan, setelah insiden pelemparan tersebut, Grishie hampir tak sadarkan diri. Beberapa kunang-kunang bergembira ria mengitari atas kepalanya. Tubuhnya nampak mati rasa. Rasa sakit yang tadinya hanya di bagian pelipisnya, kini malah menggerogoti seluruh bagian tubuhnya. Kaku, perih, menjadi satu padu. Darah segar mengucur semakin deras di area pelipisnya, saling berlomba-lomba untuk mencapai lantai yang masih berupa semen yang di cor.
Dalam hitungan menit, ketika beberapa twilight berhasil di tahan, meninggalkan Harris dan Grishie yang terbaring tak berdaya, api yang berasal dari granat para militer berkobar-kobar hingga memakan hampir seluruh isi rumah. Hal ini sebagai upaya gertakan para militer agar para twilight yang bandel segera menyerahkan diri.
"K-kak.. Ha-rriss.." rintih Grishie dengan mata yang mulai berkunang-kunang dan napas yang berat, melihat Harris yang diseret paksa oleh militer yang sama. "K-kak.. Har-rriss.."
Di balik kepulan asap yang saling beradu, seorang lelaki tak berseragam, menghampiri Grishie dengan senyuman lembut khasnya. Seorang lelaki berhoodie hitam putih lengan pendek dan celana selutut yang membalut tubuhnya. Dalam derap langkah santainya, lelaki itu berhasil menyita perhatian Grishie yang hampir kehilangan kesadarannya. Matanya hampir saja tertutup ketika lelaki itu telah berjongkok di sampingnya. Grishie dalam nostalgianya mengenali betul siapa sosok lelaki itu. Wajahnya, bau harumnya, dan semua tentangnya, tersimpan rapat dalam memori tersendiri dalam otaknya. Bahkan, Grishie masih sempat merasakan, ketika tangan hangat itu mengusap lembut kepalanya. Namun, setelah itu, pandangannya mulai gelap, hingga dia perlahan kehilangan kesadarannya.
Lelaki itu, ketika Grishie mulai terlelap dalam tidurnya, senyuman yang tadi terulas tulus, kini perlahan memudar. Tangannya mulai turun ke arah pipi Grishie, yang terlihat olehnya seperti ada bekas sayatan tipis namun tak berdarah. Diusapnya pipi Grishie dengan kasih sayang. Sesekali lelaki itu bergumam dengan dirinya sendiri, "Aku bakal terus jagain kamu, sebenci apapun kamu.."
Di amatinya tubuh mungil Grishie yang penuh dengan luka di sekujur tubuhnya. Nampak ada gejolak emosi dalam hati lelaki itu yang masih mencoba di tahannya. "Setidaknya kamu baik-baik saja.." gumamnya lagi.
Lelaki itu, sebelum mengakhiri pertemuannya dengan Grishie, dia lantas mendekatkan kepalanya ke kepala Grishie. Sebuah ciuman hangat hingga sekian detik, sebagai tanda perpisahan, mendarat di bibir Grishie. Sebuah ciuman yang hanya dirasakan oleh lelaki itu saja. Sebuah ciuman pertama, yang berhasil membuat jantungnya seolah ingin mencuat keluar, di tengah kisruh yang baru saja di akhiri.
Tak ada sepatah katapun terucap kembali. Entah apa yang di rasakan lelaki itu setelah menghimpit bibir Grishie. Jantungnya memang berdebar sangat kencang. Namun, hatinya juga tak bisa menyembunyikan rasa sakit yang terus menerus ditahannya.
Lelaki itu lantas membopong tubuh Grishie ke tempat yang lebih aman. Sebuah sofa ruang tamu yang telah tertutup debu dan serpihan-serpihan bangunan. Membiarkan Grishie terlelap, serta meninggalkannya dalam trauma berat. Sendirian, dengan luka yang belum terobati.
***
Teman-temannya yang menyadari akan sebuah kain yang terus menerus di usap-usap oleh Grishie tanpa ekspresi, mulai terpancing, lantas menghampiri. "Apa itu??" tanya Lucy, penasaran.
"Dia menemukanku.." jawab Grishie yang terkejut, ketika teman-temannya tiba-tiba berdiri di belakangnya.
"Siapa? Para militer??"
Grishie tak langsung menjawab. Kepalanya menggeleng perlahan, sembari berbalik menghadap teman-temannya.
"L-lantas siapa?" tanya Jaky.
"Seseorang, dia, itu.." Grishie nampak terbata-bata. Bingung bagaimana harus menjelaskan hal itu kepada teman-temannya.
"Apa syal itu ada hubungannya dengan tulisan di sana?" tunjuk Lucy pada tembok di sisi samping mereka. Tembok berwarna biru kumal itu tertutup debu-debu reruntuhan dengan sebuah kalimat bertuliskan, 'temui aku di depan coffeshop' tanpa nama penulisnya. Kalimat bertintakan merah yang di duga darah itu lantas di hampiri Grishie dengan langkah lebar yang kemudian di ikuti teman-temannya yang lain.
"Kenapa?" tanya Jaky, penasaran.
"Dia ingin kita menemuinya.." sahut Grishie dengan mata yang membelalak lebar.
"Siapa? Pemilik syal itu??"
Grishie mengatur napasnya yang tak beraturan. Wajahnya pucat pasi dengan tubuhnya yang gemetaran hebat.
Ketika teman-teman yang lain fokus menunggu penjelasan Grishie selanjutnya, Anne malah menyela. "Siapapun dia, se-berbahaya apapun dia, aku tidak peduli! Bagaimana pun juga, kita tetap harus mencari bedabah sialan itu!!" ujar Anne makin memanas.
"Jangan!" halau Grishie, membuat teman-temannya mengernyitkan sebelah alisnya.
"Kenapa??"
"D-dia.. dia pembunuh.." Grishie berhenti sejenak, sambil lalu mengamati satu-persatu temannya yang antusias mendengarkan ceritanya. "Seorang pembunuh berdarah dingin, yang berasal dari klan kucing, sekumpulan klan twilight terbaik. Dan dia berasal dari penampungan Desa Salju, sama sepertiku dulu," timpalnya.
"Jadi sebenarnya, yang berani mengobrak-abrik tempat ini pembunuh atau militer??"
"Keduanya.. para militer bekerjasama dengan dia untuk mengambil paksa para twilight."
"Kalau kau berada di penampungan yang sama, berarti kau tau informasi detail mengenai dia, kan?? Seperti kelebihan dan kelemahannya.." sahut Lucy.
Grishie lantas mengangguk dengan beribu-ribu keraguan menyelimuti perasaannya.
"Bukankah perkara yang mudah untuk bernegosiasi dengannya, jika kau kenal dengannya??"
"Tt-tapii.."