Chereads / Twilight Operation / Chapter 2 - Mencari Pemilik Syal

Chapter 2 - Mencari Pemilik Syal

6 tahun yang lalu,

"Grishie, menurutmu, jahat itu keren, nggak?" tanya Nicholas, yang tiduran di pangkuan sahabatnya di sebuah kursi panjang di pinggir halaman panti.

"Apa maksudmu? Pertanyaan yang konyol! Tentu saja tidak keren!!" balas Grishie, tegas.

Nicholas lantas bangun, kemudian membalikkan badan sembari menatap wajah sahabatnya lekat-lekat. Pupil matanya nampak membesar dan berkilau, berpadu dengan warna coklat yang sangat menawan. Dia segera melanjutkan, "Kalau tiba-tiba aku menjadi jahat, apa kau masih mau berteman denganku?"

Grishie yang awalnya memandang anak-anak panti yang bermain basket, lantas menoleh pada Nicholas seraya memicingkan sebelah alisnya. "Kalau seandainya kau jadi penjahat, aku tidak peduli. Toh, aku lebih senang di sini. Tenang. Damai. Tak perlu mengurusi hidupmu.."

"Kenapa??"

Grishie tersenyum.

"Karena ada Kak Harris.. Lihat, dia keren sekali!"

Nicholas mengerutkan dahinya, tanda tak paham. "Kak Harris??"

"Iya.. kau tau, para gadis sedang membicarakannya akhir-akhir ini. Dan aku tak menyangka, dari banyaknya twilight, dia memilihku…"

"Memilihmu? Untuk apa??"

Grishie masih tak berhenti tersenyum. Rautnya memerah dan nampak berbunga-bunga, seperti menahan kesalah-tingkahannya. Dengan pelan, dia menjawab, "Menjadi pacarnya.."

***

"Kenapa harus bernegosiasi, kalau kita berempat bisa mengalahkannya yang seorang diri??" sela Anne, nampak berapi-api.

"Dengar Anne.. musuh kita bukanlah musuh yang kaleng-kaleng.. Dia pembunuh.. apa kau mengerti?" jelas Jaky, sedikit bersabar.

"Lalu kenapa??"

Jaky mengernyitkan alisnya, masih tak paham akan respon Anne yang sedikitpun tak menampakkan rasa takut.

"Dia bukan pembunuh biasa Anne.." sambung Grishie, yang mulai angkat bicara lagi. "Dia adalah pilar kedua dari organisasi Kara. Sebuah organisasi twilight dibawah naungan pemerintah."

"Hahh??! K.. kara??!" pekik Jaky, semakin panik.

"Kenapa?"

"Pilar Pertama, Reinaldo, membantai keluargaku.." kata Jaky, sembari menutup kedua telinganya. Rasa takut yang hebat hingga membuat seluruh tubuhnya gemetaran, ketika nama 'Kara' di sebut.

Dengan sigap, di samping Jaky, Lucy berusaha menenangkan ketuanya. "Tenang.. kan masih ada kita.."

Jaky mengangguk. Berusaha melapangkan hatinya yang sesak, jika dia kembali mengingat insiden kala itu.

"Kalau begitu, apa rencana kalian, hah??"

Keheningan sesaat pun tercipta. Sejauh ini belum ada yang mampu merespon sindiran Anne. "Bagaimana?? Kenapa kalian diam saja?? Teman-teman kita di aniaya disana, tapi kita tidak bisa berbuat apa-apa!! Selalu saja seperti ini!! Mau sampai kapan?? Kita berempat adalah twilight yang tersisa..."

"Kami tau, Anne.. tapi kalau kita gegabah, sama saja kita menyerahkan diri pada mereka!"

"Makanya, sekarang aku tanya,. Apa rencana kalian, kalau bukan melawan mereka, hah?!"

Api semakin terkobar. Tak ada yang berani menengahi kobaran api murka itu, hingga beberapa menit lamanya. Nampaknya mereka tengah berada dalam lamunannya masing-masing. Mencoba memikirkan sebuah rencana yang matang, namun sayangnya, yang selalu ditemukan hanyalah jalan buntu.

Hingga, "Aku yang akan bernegosiasi dengannya!.." sela Grishie, yang mulai tak tahan atas ocehan yang makin tak bersuara dari mereka.

"Apa maksudmu?" respon Anne, ketika argumennya berhasil dipatahkan.

"Kubilang, aku akan bernegosiasi dengannya.. D-dia menyuruhku untuk menemuinya di suatu tempat! Aku harus kesana.."

Anne menguntai senyuman kecutnya.

"Cih, darimana kau tau, jika si brengsek itu menginginkanmu?? Ohh, kau merasa lebih kuat daripada kami, lalu kau juga merasa bahwa para Kara ingin merekrutmu. Sehingga dengan mudah mereka mengambil kami. Dan kau bisa berbahagia dengan si brengsek itu??? Bilang saja, kalau ini rencana busukmu!!!!"

"Aku tak pernah berpikir seperti itu!! Kenapa kau tiba-tiba saja tidak percaya denganku?? Seolah-olah aku yang menyebabkan semua kekacauan ini?! Dengar, ya," Grishie menarik napasnya dalam-dalam. Tangan yang tadinya mengepal erat di sisi tubuhnya, kini menunjuk-nunjuk wajah Anne yang menampakkan urat-urat di lehernya. "Aku mengorbankan diri untuk-mu juga! Membiarkan kalian mencari tempat yang aman, sedangkan aku berusaha negosiasi dengannya! Dan jika ternyata dia menolak negosiasi dariku, aku yang hanya akan di tangkap oleh mereka!! Kenapa kau tidak mau mengerti!! Kau menghina Jaky! Kau menyalahkanku! Seolah-olah kau yang paling benar di posisi ini!!!"

Anne terdiam seribu bahasa.

"Kalau begitu, biar kami ikut denganmu! Kita ikuti bagaimana permainan kuno dari si pembunuh ini," sahut Jaky, tak mau membiarkan Grishie bertahan sendiri.

Grishie tertegun. "J-jangan.."

Dalam celah ini, Anne kembali berkomentar. "Kenapa?? Supaya kau dengan mudah bersekongkol dengannya?"

Lucy membungkam paksa mulut Anne yang mulai blak-blakan. "Jangan gitu, Anne.."

Grishie menunjukkan syal yang di bawanya. "Ini. Syal ini miliknya, dengan bordiran namaku di ujungnya. Dan aku yakin pesan di tembok itu juga pesan darinya, untukku," jelasnya, dengan nada yang tak lagi meninggi.

"Kau yakin, tak mengajak kami? Kita bisa saling melindungi, jika dia balik menyerang," tanya Lucy, khawatir.

"Setidaknya, dengan begini bisa memberikan sedikit waktu untuk kalian bersembunyi. Aku yakin, besok para militer itu akan datang lagi, jika aku tak menemui Nicho sekarang juga. Jadi, saat aku menemui Nicho, maka kalian..."

Belum sempat Grishie menyelesaikan ucapannya, Anne lagi-lagi menyela.

"Tidak! Pokoknya kami harus ikut denganmu! Agar kami tau, bahwa kau tak sedikitpun bersekongkol dengan bedebah itu!"

***

Jam menunjukan pukul 7 malam.

Ketika satu-satunya solusi telah ditentukan setelah perdebatan yang panjang, keempat sahabat itu lantas menelusuri hiruk pikuk Kota Tibet yang penuh sorot lampu jalan dan beberapa lampu kedai yang buka hingga jam 12 petang. Namun meskipun begitu, beberapa tempat kumuh dan jalanan yang tak terjamah manusia tetap terlihat remang-remang. Tempat untuk beberapa manusia yang memiliki nafsu bejat menyalurkan hasratnya. Cocok dengan latar belakang kota itu sebagai surganya dunia malam.

Kedai-kedai dan berbagai macam bar yang berjejer dengan beberapa hidangan yang di sediakan guna menarik para tamu untuk singgah atau hanya sekedar berjalan-jalan menikmati indahnya sorot rembulan.

Keempat twilight itu sengaja melewati gang-gang sempit dan tempat-tempat kumuh untuk berjaga-jaga sebisa mungkin tak bertemu dengan para militer. Toh, para militer takkan pernah mau menginjakkan kakinya pada jalanan yang kotor dan bau. Meskipun terkadang, mereka malah berpapasan dengan perkumpulan pria paruh baya yang mengerumuni seorang wanita muda. Atau bahkan kasus kriminal seorang pria yang berhasil membawa kabur benda jarahannya di sebuah kedai tua. Mereka berusaha menepis semua itu dengan tidak ikut campur dan tetap fokus pada tujuan utama.

Beberapa langkah berlalu, ketika mereka berada sekitar 85 derajat dari coffeeshop yang masih buka, Grishie berhenti mendadak. Matanya membelalak pada satu sisi, yang tak lain dan tak bukan, adalah seorang lelaki berhoodie yang tengah bersandar di sudut coffee shop, dengan tangan kanannya membawa espresso ukuran sedang. Badannya menghadang gemerlap lampu dalam coffeeshop, sehingga bagian depan tubuhnya terlihat remang. Hanya sedikit dari sinar papan nama yang tinggi menjulang dan sinar rembulan yang mengenai topeng kucing yang dikenakannya.

"Ada apa? Siapa??" tanya Jaky, waspada, setelah ketiga temannya menengok ke arah yang sama.

Sedangkan di saat yang sama, lelaki misterius itu juga menyadari kehadiran tamu yang nampaknya sengaja di tunggu-tunggu olehnya. Setelah menurunkan kupluk hoodie, dan melepas topeng kucingnya, terlihat raut ceria dan sedikit kekanak-kanakan terulas di wajahnya.

"Aahaahaaha!? Grishie?? Akhirnya aku menemukanmu!..."ujar lelaki itu, seraya berlari kecil ke arah Grishie, bersiap untuk memeluk. Tak sadar dengan espresso yang luput dari tangannya.

Hampir saja Anne dan Jaky ingin menghadang lelaki itu, namun gagal. Lelaki itu terlalu gesit. Atau mungkin tubuhnya telah mati rasa karena aura yang diciptakan oleh lelaki itu. Aura yang tak biasa. Aura seorang pembunuh.

"N-nicholas?!!.." ungkap Grishie, yang tiba-tiba mendapat pelukan paksa, hingga tubuhnya sedikit oleng, menopang tubuh lawannya.

"Grishie.. aku merindukanmu.. Syukurlah kau baik-baik saja.."

Grishie membisu, tak melakukan perlawanan. Sedangkan teman-temannya yang berada disisinya, tetap saja tak berkutik, menatap mereka berdua dengan waspada juga curiga.

"Tenang.. tenang.. aku ada disini.. kamu nggak usah takut lagi, ya.." ujar Nicholas, sembari mengusap lembut kepala Grishie yang masih terbenam dalam pelukannya.

***

6 tahun yang lalu, di Penampungan Twilight, Desa Salju. Desa terpencil yang dikelilingi oleh hamparan salju setiap tahunnya. Salah satu tempat persembunyian Twilight dari ganasnya anggota militer negara, sebelum insiden penyergapan terjadi.

Saat itu,

"Grishie, lihatlah! Baguskan??" ucap Nicholas, seraya menyodorkan kain panjang berwarna merah.

"Syal?"

"Iyaa.. ini kan musim dingin. Dan kau harus memakainya, oke!? Sini, biar ku pakaikan.."

Tanpa pikir panjang, Nicholas lantas mengalungkan syal tersebut ke leher Grishie. Lalu menatap gadis itu dengan senyuman manis dan menawan. "Kau sangat cocok dengan syal itu.."

Sedangkan di depannya, Grishie yang merasa jijik akan perlakuan Nicholas, dengan segera mendorong tubuh lelaki seumurannya itu dengan kasar hingga tersungkur di atas boneka salju yang baru saja dibuatnya.

"Apaan sih?! Jijik tau!!!" ledek Grishie, sebelum akhirnya melepas syal itu dan melemparnya ke muka Nicholas.

"Aduhh.. sakit.." erang Nicholas, yang mulai merasakan nyeri di bagian bokong. Mungkin karena dia tak sengaja mendarat di sebuah batu, tempat pijakan boneka salju itu. Dia lantas segera berdiri, lalu menepuk-nepuk pakaiannya yang kotor terkena salju. "Kenapa? Nggak suka?"

"Kayaknya kau yang lebih butuh! Bocah penyakitan seperti kau yang harusnya pakai syal!"

Di balik pertengkaran kecil yang kedua sahabat itu mulai, tak lama kemudian, dari arah belakang Grishie, seorang lelaki berusia 15 tahun datang mendekati mereka.

"Ada apa ini? Nicho jail lagi?" tanya lelaki itu, lembut dan ramah.

"Ehh, kak Harris? Iya nih! Dia rusakin boneka saljuku! Lihat!" tuding Grishie, menyalahkan. Tangan mungilnya kini tengah mengarah ke boneka salju yang telah rata dengan tumpukan salju lainnya.

"Astaga.. bandel sekali kau ini! Sudah ku bilang, gak usah deketin pacarku lagi!"

"Siapa peduli?!!" gertak Nicholas yang ketus, tampak menaruh benci pada Harris sejak lama. Tentu saja! Menurut Nicholas, Harris-lah perusak yang sesungguhnya. Perusak hubungannya dengan Grishie, perusak suasananya, dan masih banyak lagi. Jadi tak ayal bagi mereka berdua, yang selalu tersulut emosi. Tiada hari bagi mereka untuk saling memaki.

"Kau ini! Padahal mama telah mengajarkanmu sopan santun. Tapi sifatmu masih saja seperti ini! Wajah saja seperti orang eropa, tapi sifatnya malah kayak orang utan!!" cela Harris, nampak makin jengkel dibuatnya.

"Masa bodoh dengan si bangsat itu!! Kau bahkan lebih hina daripada orang utan!!"

Harris mendelik. Raut sangarnya seketika terukir jelas, akibat ucapan Nicholas yang telah melampaui batas.

"Kau inii!!!!..."

Pllaakkk!!

1 tamparan keras mendarat pada pipi kiri Nicholas, membuatnya yang kala itu berbadan mungil pun hampir oleng. Jejak tangan yang memerah terus di usap-usapnya, terasa sangat panas dan sedikit berdarah.

Nicholas sedikit tertunduk. Tangan kanannya mengepal, dengan raut wajah murka. Giginya saling bergemeletuk, memperlihatkan emosinya yang makin membara. Sebaliknya, Grishie yang masih disana, hanya mengatupkan mulutnya yang telah menganga.

"PERGI DARI SINI SEBELUM AKU MENCABIK-CABIK ISI PERUTMU!!! Orang yang telah menghina mama tak pantas untuk berlindung di tempat ini!!!" Maki Harris, tak kuasa menahan amarahnya yang telah meledak-ledak.

Pun, Nicholas tak tinggal diam.

"AKU MEMANG AKAN PERGI DARI SINI, DASAR ANAK MAMA SIALAN!!! Orang yang sok tau sepertimu, yang akan terus menjadi babi-babi di dalam kandang! Dan juga ingat!! Aku pasti akan membalasmu!! Dan saat itu juga, mari kita buktikan, siapa yang lebih hina daripada orang utan."

Sumpah serapah telah diucapkan. Harris dan Nicholas saling larut dalam emosinya masing-masing.

"N.. Nicho.." rintih Grishie.

Nicholas menatap wajah Grishie yang terlihat khawatir, membuang napasnya lewat celah-celah mulutnya, kemudian berkata, "Aku pasti akan menemukanmu, Grishie!" sambil mengukir seulas senyum kepada sahabatnya, kemudian berlalu pergi. Punggungnya yang minimalis dibalut hoodie hitam yang menutupi kepalanya, mulai menuruni gundukan bukit salju yang luas, hingga tubuh mungilnya pun tak lagi terlihat.

"N.. Nicholas!.."