Chereads / Academy Indoage / Chapter 4 - 4.masalah muncul

Chapter 4 - 4.masalah muncul

Di kabin kapal bajak laut yang megah namun penuh aroma anggur dan darah, seorang pria berambut hitam panjang, dengan bekas luka yang melintang di wajahnya, duduk di kursi kayu besar dengan memakai kacamata hitam . Bajunya yang setengah terbuka memperlihatkan tato tengkorak di dadanya. Dialah Kapten Ace, seorang yang ditakuti di lautan luas karena kekuatan dan kebrutalannya serta ialah yang menyatukan para bajak laut agar kembali ke masa jayanya.

"Kapten Ace, lapor! Di arah barat ada kapal Jetbot yang melewati kita," kata salah satu anak buahnya, 2 orang pria bertubuh kecil dengan . Lalu 2 orang pria besar yang .

Mendengar itu, Kapten Ace yang sedang memegang cangkir besar berisi anggur langsung menghentikan gerakannya. Matanya yang tajam seperti elang menatap lurus ke arah anak buahnya, membuat pria kecil itu mundur selangkah tanpa sadar.

" kau bilang apa ?" Suara Kapten Ace rendah, namun penuh tekanan, seolah-olah setiap kata bisa menembus hati siapa pun yang mendengarnya.

"Ka-kapal Jetbot, Kapten. Sepertinya mereka mencoba menjauh dari kita," jawab anak buah itu, hampir tergagap.

Tanpa peringatan, Kapten Ace mengangkat kedua tangannya, lalu mengepalkan tangan, dan dengan satu hentakan, meja kayu tebal di depannya hancur berkeping-keping. Cangkir anggur terjatuh dan pecah, sementara anggurnya mengalir seperti darah di atas lantai kabin. Semua anak buah yang berada di sekitar kabin terdiam ketakutan. Beberapa bahkan terlihat gemetar, tidak berani menatap langsung ke arah sang kapten.

"Hah! Jadi ada tikus yang mencoba kabur, ya?" Kapten Ace tertawa kecil, namun tawa itu terdengar lebih menyeramkan daripada ramah. Matanya berkilat penuh amarah dan semangat perang. "Kalian pikir bisa melarikan diri dariku? Tidak semudah itu!"

Salah satu perwira kapal, seorang pria besar dengan bandana merah dan pedang di pinggangnya iyalah jack dan merupakan orang terkuat nomor 4 di armada bajak laut ini, melangkah maju. "Perintahmu, Kapten?" Menunggu perintah.

"Cari dan bawa mereka kesini ,aku ingin melihat siapa yang berani melewati diriku di lautan ku!",kata kapten ace dengan wajah intimidasi nya. "Baik kapten", jawab Jack.

Beberapa menit kemudian, akhir nya Antonio, rafel dan Rhidos telah sampai di pulau Bidadari , "akhir nya sampai Dengan selamat", kata Rhidos " ya untung kita langsung tancap gas ngelewatin para bajak laut", kata rafel.

Disaat mereka berdua berbicara tentang bajak laut tadi terdengar suara memanggil mereka dengan kesal "woii, bantu ini barang kita tuh banyak ,bantuin keluar-keluarin ", kata antonio yang sedang mengangkat banyak tas.

"Halah, kamu kan besar ya harus nya barang segitu ga seberapa kan ", kata rafel dan Rhidos yang merespon dengan menganguk.

Antonio yang sudah tidak kuat menahan berat tas akhirnya meluapkan kekesalannya. Ditambah lagi, komentar Rafel membuat emosinya memuncak. Tanpa pikir panjang, ia melempar tas-tas tersebut ke tanah.

"Barang apa, sih, yang kau bawa?! Berat sekali!" tanya Antonio sambil mulai membuka salah satu tas.

"Eh, jangan dulu, An-to!" sergah Rhidos dengan panik, berusaha mencegah Antonio.

Namun, terlambat. Antonio sudah membuka tas dan melihat isinya. Matanya membulat ketika ia mendapati berbagai alat yang tampak seperti peralatan mata-mata dan pengamanan diri. Sebagian besar barang-barang itu terbuat dari besi, menjelaskan mengapa tas-tas itu begitu berat.

"Kau bawa ini semua?!" seru Antonio, mendidih. Ia langsung berdiri dan menatap Rhidos dengan tajam.

"Rhidos!"

"T-te-he…" balas Rhidos sambil berlari menghindari amukan Antonio.

Antonio pun langsung mengejarnya. Adegan kejar-kejaran antara Antonio dan Rhidos berlangsung sengit, membuat Rafel hanya bisa menghela napas sambil mengikuti dari belakang. Akhirnya, mereka sampai di sebuah penginapan.

"Sudahlah, Anton! Kita bayar dulu kamarnya," kata Rhidos, yang sudah kehabisan napas.

Antonio melipat tangan di dadanya, masih kesal. "Oke, lah. Tapi kau yang bayar."

Rhidos berjalan ke meja resepsionis dengan santai. "Aku pesan kamar terma—"

"Haloooo!" suara seseorang memotong ucapan Rhidos.

Rhidos, Antonio, dan Rafel menoleh secara bersamaan. Di hadapan mereka berdiri seorang gadis dengan senyuman percaya diri.

"Siti?" ucap mereka serempak.

Ternyata, gadis itu adalah Siti, salah satu murid dari Academy Indoage, sama seperti mereka. Ia juga salah satu dari "10 Keputusan," kelompok siswa elit di sekolah. Jika Rhidos dikenal sebagai siswa laki-laki terkaya, maka Siti adalah versi perempuannya. Namun, hubungan mereka sering diwarnai persaingan tentang siapa yang lebih unggul.

"Oh, maaf ya, Rhidos, aku sudah duluan ambil kamar terbaik di sini," kata Siti dengan nada mengolok.

Rhidos memandangnya dengan alis terangkat. "Seperti biasa, ya. Selalu muncul di saat yang tidak tepat."

"Aku memang suka kejutan," balas Siti santai.

Rafel, yang sedari tadi diam, akhirnya ikut bicara. "Kau sendiri ngapain di sini, Siti?"

"Aku kebetulan sedang dalam perjalanan untuk urusan bisnis. Kalian tahu kan, bisnis rotiku sekarang sudah punya lebih dari 30 cabang," jawab Siti sambil membenarkan rambutnya dengan gaya angkuh.

"Ah, Siti si koki manis terkenal," cibir Antonio.

Siti menatap Antonio tajam. "Dan kau, Antonio, si tukang marah terkenal?"

"Padahal di terkenal juga sebagai orang yang taat beragama,tapi sifat gitu amat aku mau liat-liat sekitar dulu ya", kata rafel sambil pergi untuk melihat sekitar.

"Wah, aku bisa ikut ke bisnis rotimu?" tiba-tiba Rhidos menyela dengan nada menggoda.

"Hah, tidak! Kau pasti mau ikut-ikutan aku lagi," jawab Siti dengan senyuman licik.

Percakapan mereka berlanjut dengan saling sindir, membuat suasana penginapan ramai oleh pertengkaran kecil antara Siti dan Rhidos. Antonio hanya bisa menghela napas panjang, membiarkan kedua orang itu sibuk dengan argumen mereka sendiri.

Akhirnya, Antonio menepuk bahu Rhidos. "Hei, bayar dulu kamarnya sebelum kau makin banyak ngomong."

Siti terkekeh kecil. "Ah, dasar kalian. Sudahlah, aku duluan, ya. Jangan terlalu ribut di sini."

Ia berjalan pergi dengan gaya anggun, meninggalkan Rhidos dan Antonio.

Setelah kejadian itu, mereka berdua memutuskan untuk membereskan kamar terlebih dahulu. Tujuannya adalah untuk bisa beristirahat setelah menempuh perjalanan panjang menuju pulau tersebut. Namun, ketika sudah bersiap-siap untuk beristirahat, mereka mulai merasa ada sesuatu yang kurang. Rhidos adalah yang pertama kali menyadari hal tersebut. Ia tiba-tiba teringat bahwa Rafel, yang sebelumnya mengatakan ingin berkeliling sebentar di sekitar area, belum juga kembali hingga saat itu.

Kehilangan jejak Rafel membuat mereka merasa cemas dan panik. Mereka pun segera memutuskan untuk keluar dari kamar dan mulai mencari Rafel.

yang katanya mau keliling sebentar sekitar pulau yang sebenarnya ga besar-besar banget tapi , belum kunjung balik Krena itu mereka panik lalu mencoba mencari rafel keluar dan melihat sebuah acara besar, saat turun mereka melihat lampu terang dan cahaya warna warni,mereka berdua tidak sadar akan hal itu mungkin karena mereka yang telah capek mereka tidak sadar dengan suara pesta ,jadi mereka pun pergi kesana yang siapa tau ada rafel.

Mereka pun pergi keliling dan menanyakan orang-orang sekitar dengan memberikan ciri-ciri rafel , disaat mereka lelah terdengar suara rafel ,dan mereka kaget lalu melihat sekitar ternyata tidak ada , mereka pun yang lelah bertanya ke orang-orang pun berpikir mereka berhalusinasi, sampai suara teriakan rafel dan suara meja terdengar di belakang mereka , ternyata rafel ada dibelakang mereka berdua dan tertutup diantara 3 tenda stand membuat mereka tidak tau rafel dimana.

Mereka berdua yang sudah kelelahan terus berusaha bertanya kepada orang-orang sekitar, sambil memberikan ciri-ciri tentang Rafel. Namun, jawaban yang mereka dapatkan hanya membuat mereka semakin bingung, karena tidak ada yang melihat orang seperti yang mereka deskripsikan. Di tengah keputusasaan mereka, tiba-tiba terdengar suara yang mirip dengan suara Rafel memanggil nama mereka.

Rhidos dan temannya langsung terkejut, lalu memandang ke sekeliling. Namun, mereka tidak menemukan siapa pun yang tampak seperti Rafel. Keduanya mulai berpikir bahwa mungkin mereka hanya berhalusinasi karena kelelahan. Mereka bahkan mulai ragu apakah suara itu benar nyata atau hanya bayangan pikiran mereka sendiri.

Namun, tak lama setelah itu, terdengar suara teriakan keras yang disusul dengan bunyi meja terjatuh di belakang mereka. Kaget, mereka segera berbalik dan mendapati Rafel berada di antara tiga tenda stand yang berdiri berdekatan. Posisi tenda-tenda itu membuat Rafel seperti tersembunyi, sehingga mereka tidak menyadari keberadaannya sebelumnya.

Dengan wajah kesal bercampur lega, Rhidos langsung menghampiri Rafel. "Kamu ngapain di sini? Kami udah cari-cari sampai mau pingsan!" katanya dengan nada tegas.

Rafel, yang terlihat sedikit kebingungan namun tetap bersemangat, menjawab, "Maaf ya, aku nggak sengaja terjebak di sini. Tapi, kalian nggak akan percaya apa yang aku temukan!"

Rhidos dan temannya saling pandang. "Apa yang kamu temukan?" tanya mereka hampir bersamaan.

Rafel mendekatkan tubuhnya ke mereka dan berbicara dengan nada serius namun penuh antusiasme. "Aku ketemu seorang kakek tua tadi. Dia cerita tentang harta VOC yang katanya tersembunyi di pulau ini, turun-temurun sejak ratusan tahun lalu!"

Keduanya terdiam, mencoba mencerna apa yang baru saja dikatakan Rafel. Rhidos akhirnya bertanya, "Kakek tua? Harta VOC? Serius kamu? Ga ditipu?"

"Serius banget! Kakek itu bilang dia tahu lokasinya. Tapi katanya, ada sesuatu yang melindungi harta itu, sesuatu yang nggak biasa," jawab Rafel sambil menatap mereka dengan penuh keyakinan.

Mendengar itu, Rhidos dan temannya mulai merasa penasaran, meskipun ada rasa ragu di hati mereka. Rhidos menghela napas panjang sebelum berkata, "Baiklah, kita istirahat sebentar, lalu cari tahu lebih lanjut. Kalau benar ada harta VOC di sini, kita harus siap siaga bukan langsung trobos, aku ngantuk ".

mereka ingin berjalan ke penginapan, Antonio menanyakan sesuatu tentang kakek tua itu , yaitu bertanya apakah si rafel ini bayar pas dikasih tau , kata rafel dengan bingung tapi juga heran pun menjawab iya ,dan antonio langsung kaget karena ia merasa sudah pasti ini penipu yang dipikirkan Antonio, dan merasa kalau rafel mudah ditipu , karena kesal ia menunjukkan kertas sobek yang bahanya mirip seperti milik rafel dirumah dan ukuran kertas persis seperti bagian akhir peta yang menunjukkan titik silang harta, Rhidos dan Antonio kaget serta memuji rafel ,karena kabar bagus itu mereka langsung tancap gas ke penginapan.

Akhirnya mereka bertiga sampai ke penginapan untuk beristirahat dan sambil membahas peta yang mereka punya, lalu mereka satukan semua bagian peta , mereka yang awal nya senang peta lengkap sekarang merasa bingung karena saat melihat kembali peta tersebut, mereka tidak ada yang paham arah kesana ,karena itu mereka bertiga sedikit kesal dan akhirnya mencoba untuk liburan biasa saja , sampai rafel yang masih yakin dengan info yang ia cari ,karena di sekolah untuk mendapatkan duit buat jajan ,ia sering mencari dan menjual informasi dan bahkan sempet mendapatkan kertas jawaban ulangan ,tapi pada akhirnya ketahuan,sampai guru sebelum hari ulangan di mulai harus mengecek rafel dulu.

Rafel yang saat itu tertutup selimut, duduk di sudut ruangan sambil memandangi peta di layar kecil ponselnya. Teman-temannya, Rhidos, Antonio, dan Darius, sudah terlelap sejak beberapa jam lalu, namun Rafel masih terjaga. Ia sedang mencoba memecahkan misteri peta dari flashdisk Rhidos yang tertukar.

Saat ia memperbesar gambar peta, matanya menangkap sesuatu yang tak biasa di bagian belakang peta yang tampak sobek. Ada tulisan samar: "Barat Goa". Tulisan itu tak lengkap karena bagian lainnya tampak hilang.

"Ini dia!" seru Rafel dengan semangat, lupa bahwa waktu sudah larut malam.

Teriakan itu langsung membangunkan Rhidos, yang tidur di ranjang sebelahnya. Dengan mata setengah terbuka, Rhidos menatap Rafel sambil mengusap wajahnya.

"Rafel, tidur! Kenapa kamu teriak-teriak tengah malam begini?" gerutu Rhidos dengan suara serak.

Rafel berbalik cepat, memperlihatkan layar ponselnya. "Lihat ini, Rhidos! Ada tulisan di belakang peta! Ini pasti petunjuk penting!"

Rhidos mendekat, mengintip layar ponsel Rafel dengan malas. Ia hanya mengangguk kecil sebelum kembali merebahkan diri. "Iya, iya… Tapi gimana baca sisanya? Tulisan lainnya kan nggak ada. Di peta yang lain juga kosong… Hwaa…" gumam Rhidos, lalu menarik selimut dan kembali tidur.

Rafel mengerutkan kening, merasa kesal dengan sikap Rhidos yang begitu cuek. "Ya ampun, bukannya bantuin malah tidur lagi!" omel Rafel pelan. Ia kembali menatap peta di layar ponselnya sambil mencoba mencari petunjuk tambahan.

Namun kegaduhan kecil itu ternyata cukup mengganggu Rhidos, yang meski sudah memejamkan mata, tetap sulit tidur.

"Rafel… Bisakah kamu diam sebentar aja? Aku mau tidur!" keluh Rhidos sambil membalikkan badan.

"Aku nggak bisa diam, Rhidos! Ini penting banget! Kalau ini benar petunjuk, kita mungkin bisa menemukan sesuatu yang berharga!" balas Rafel dengan nada setengah berbisik, meskipun antusiasmenya tetap terasa.

Kegaduhan itu akhirnya membuat Antonio, yang tidur paling dekat dengan saklar lampu, terbangun. Ia memicingkan mata melihat lampu yang kembali terang dan mendapati suara bisik-bisik keras dari Rafel dan Rhidos.

"Apa-apaan ini? Kenapa lampu nyala? Kalian nggak tahu ini jam berapa?" keluh Antonio sambil duduk dan mengucek matanya.

"Ini gara-gara Rafel!" jawab Rhidos cepat sambil menunjuk Rafel, meskipun matanya masih tertutup. "Dia nemuin sesuatu di peta dan bikin ribut!"

Antonio mendesah panjang, lalu melangkah mendekati Rafel. "Apa yang kamu temukan?" tanyanya dengan nada malas, meskipun rasa penasarannya mulai muncul.

Rafel dengan semangat menunjukkan layar ponselnya pada Antonio. "Lihat, di bagian belakang peta ini ada tulisan: 'Barat Goa'. Tapi tulisannya sobek, jadi nggak lengkap. Kita harus cari tahu sisanya!"

Antonio mengangguk kecil, lalu melirik Rhidos yang sudah kembali pura-pura tidur. Ia tersenyum tipis, lalu berkata, "Kayaknya ini menarik. Tapi kita bahas besok pagi aja, Rafel. Kalau kita ribut terus, nanti gangguan pengunjung lain.

Rafel menghela napas panjang, tapi akhirnya setuju. "Baiklah… Tapi besok kamu harus bantu aku cari tahu soal ini, ya!"

Antonio mengangguk sambil berjalan kembali ke tempat tidurnya. "Oke, sekarang matikan lampunya dan biarkan Rhidos tidur. Kalau nggak, besok pagi dia bakal ngomel seharian."

Rafel pun akhirnya mematikan lampu dengan berat hati. Sambil berbaring di tempat tidurnya, ia terus memikirkan tulisan di peta itu, berharap esok hari akan membawa jawaban. Di sisi lain, Rhidos diam-diam tersenyum lega di balik selimutnya, akhirnya bisa tidur dalam ketenangan.

Pagi pun tiba. Matahari mulai menembus jendela kabin kecil tempat mereka beristirahat, tetapi suasana mendadak riuh. Antonio berdiri di tengah ruangan sambil mengguncang tubuh Rafel yang masih terlelap, terdengar suara tembakan dari luar.

"Rafel! Cepat bangun! Kita dalam masalah besar!" teriak Antonio sambil menarik selimut Rafel.

"Apa sih, pagi-pagi sudah ribut," gumam Rafel dengan suara berat, matanya masih terpejam.

"Bajak laut! Mereka ada di sekitar sini! Kalau kamu nggak bangun sekarang, kita semua bisa tertangkap!" lanjut Antonio dengan nada mendesak.

Kata-kata itu langsung membuat Rafel membuka matanya lebar-lebar. "Bajak laut? Serius?" tanyanya sambil bangkit dari tempat tidur.

Rhidos, yang baru saja selesai merapikan barang-barangnya, menimpali, "Kalau kamu nggak cepat-cepat, mereka bisa menyerang kita kapan saja. Jadi buruan bersiap!"

Dalam kepanikan itu, Rafel bergegas memasukkan barang-barangnya ke dalam tas. Namun, saat ia hendak merapikan peta di meja, sesuatu yang aneh terjadi. Angin kencang dari jendela yang terbuka membuat peta itu terbang ke arah lilin yang menyala di dekat pintu.

"Peta itu!" teriak Rafel sambil melompat mencoba menangkapnya.

Semua orang langsung memperhatikan peta yang hampir menyentuh api lilin. Antonio dengan cepat mematikan lilin, dan Rafel berhasil menangkap peta itu tepat sebelum terbakar. Namun, kejadian itu justru mengungkap sesuatu yang mengejutkan.

"Apa itu?" tanya Rhidos sambil menunjuk bagian belakang peta.

Muncul tulisan samar yang perlahan semakin jelas saat bagian belakang peta terkena panas. Kata-kata yang sebelumnya hanya berbunyi "Barat Goa" kini tampak lebih lengkap: "Barat Goa, bawah batu keempat, jalan 3 arah ,bulan hitam menggelapkan dan bintang menyinari, harta atau nyawa muncul ke atas".

Semua orang terdiam sesaat, mencerna kata-kata yang muncul.

"Ini… rahasia di balik peta ini! Jadi kalau peta ini dipanaskan, tulisan lengkapnya akan muncul," kata Rafel dengan penuh semangat.

"Tapi kita nggak punya waktu untuk memikirkannya sekarang," potong Antonio sambil melihat ke luar jendela. "Bajak laut semakin mendekat. Kalau mereka sampai menemukan kita di sini, habislah kita."

Rhidos berpikir cepat. "Kita gunakan peta ini sebagai petunjuk! Kalau kita bergerak ke arah yang ditunjukkan peta, kita bisa sekalian bersembunyi dari mereka."

Rafel mengangguk. "Baiklah! Tulisan ini bilang kita harus ke barat, jadi ayo kita bergerak sekarang sebelum mereka datang."

Tanpa membuang waktu, mereka semua berkemas dan keluar dari kabin, berlari menuju arah yang ditunjukkan oleh peta. Bajak laut yang tadi terlihat mendekat kini mulai kehilangan jejak mereka, sementara kelompok Rafel terus bergerak menuju lokasi misterius di barat Goa.

"Semoga petunjuk ini membawa kita ke tempat aman," gumam Rafel sambil terus menggenggam peta erat-erat. "Bentar mana compas ya ,nah Barat, barat di sana ayo", kata antonio.

Mereka pun bergegas pergi ke arah barat dari pulau bidadari dengan alat seadanya tapi , disaat bersamaan Rhidos membawa sesuatu untuk dapat melawan para bajak laut kalau keadaan makin parah.