Aoi, seorang perempuan cantik berusia 20 tahun yang tunarungu, berjalan sendirian di pasar malam yang ramai. Ia memilih makanan di kios cepat saji dan berkomunikasi dengan pedagang menggunakan bahasa isyarat. Saat menghitung harga, Aoi panik karena isi dompetnya kurang.
Di saat kepanikan itu, Kenzi, seorang pemuda berusia 22 tahun dengan senyum hangat, melihat Aoi tergesa-gesa. Ia melihat isi dompetnya dan memahami kesulitannya. Tanpa ragu, Kenzi membantu membayar makanan Aoi.
"Terima kasih!" Aoi berbicara dengan suara lembut dan sedikit kurang jelas, sambil memberikan sebotol susu.
Kenzi tersenyum dan menjawab dengan bahasa isyarat, "Sama sama,dan terima kasih atas sebotol susunya."
Aoi terkejut dan penasaran. "Bagaimana kamu bisa mengerti?" ia bertanya dengan bahasa isyarat.
Kenzi menjelaskan, "Saya belajar dari teman saya karena dia sama seperti mu. Kami sering berkomunikasi dengan bahasa isyarat."
Aoi terdiam beberapa saat. Untuk pertama kalinya, ia merasa ada orang yang bisa memahami dunia yang ia alami tanpa harus merasa kasihan padanya. Ternyata, dunia yang sepi ini tidak selalu terasa sepi jika ada orang yang benar-benar mengerti.
Sejak saat itu, Aoi mulai mengenal Kenzi lebih jauh. Meski mereka berdua masih canggung, Aoi merasa sedikit lebih nyaman. Mereka mulai berkomunikasi dengan lebih banyak bahasa isyarat, meski Kenzi masih dalam proses belajar. Aoi menganggapnya sebagai teman, seseorang yang tidak melihatnya sebagai orang yang berbeda, tetapi sebagai seorang individu.